Musik Angklung Dilarang di Kawasan Malioboro, Ini Respons Musisi Jalanan Yogyakarta
![Para musisi yang tergabung dalam komunitas angklung jalanan menggelar diskusi darurat terkait pelarangan musik nusantara angklung di kawasan Malioboro. (Foto: Hendro S.B/TIMES Indonesia)](https://cdn-1.timesmedia.co.id/images/2023/03/30/diskusi-darurat.jpg)
TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Wacana pelarangan musik nusantara angklung dimainkan di Kawasan Malioboro, Yogyakarta, menuai polemik. Komunitas Musisi Angklung Jalanan pun angkat bicara mengenai isu tersebut. Bahkan, para musisi jalanan tersebut melakukan diskusi di Taman Budaya Yogyakarta (TBY). Mereka berusaha mencari solusi konstruktif dengan gagasan-gagasan meneguhkan Kawasan Malioboro sebagai kawasan sumbu filosofis.
Koordinator Musisi Angklung Jalanan, Sigit Sugito secara terang-terangan menanggapi viralnya informasi mengenai pelarangan musik nusantara ini di Kawasan Malioboro. Dia menyayangkan adanya narasi yang mengatakan bahwa musik angklung bukan musik asal Kota Yogyakarta. Hal tersebut dinilai sebuah penghinaan.
Advertisement
“Ini adalah statemen yang keliru atau salah besar karena Kota Yogyakarta adalah salah satu penopang kebudayaan nusantara,” tegas Sigit, Kamis (30/3/2023).
“Ditambah juga seharusnya seluruh musik di nusantara ini bisa hadir di Yogyakarta khususnya di Malioboro,” ucapnya kembali.
Ia mengaku sempat mendengar muncul argumen dari Pemprov DIY maupun Pemkot Yogyakarta bahwa Kawasan Malioboro menjadi sumbu filosofis yang akan dinilai oleh UNESCO. Menurutnya, sedikitnya hal itu ada kekeliruan mengingat semuanya mengandalkan penilaian dari pihak UNESCO.
“Kalau saya pelajari ya, sithik-sithik (dikit-dikit) UNESCO, memangnya UNESCO ini makhluk apaan? Jadi kalau saya baca ini, nanti rezim kebudayaan bisa seperti apa yang terjadi saat ini, artinya kita punya kepribadian yang mandiri terutama soal kebudayaan bermusik,” tuturnya.
“Kalau memang begitu ya tolonglah masyarakat dilibatkan dalam hal ini, jangan hanya pihak elit dan UNESCO saja,” tambah Sigit.
Dari diskusi para musisi jalanan, lanjutnya, berharap bisa dicarikan solusi yang terbaik dari pemerintah Yogyakarta. Sebab, pelarangan tersebut dikatakannya bisa menjadi indikator serta mengarah ke hal-hal buruk lainnya sehingga bisa berimbas pada musisi rakyat jalanan utamanya di kawasan Malioboro sendiri.
“Kami hanya ingin melihat dari persprektif kebudayaan Yogyakarta mau dibawa ke arah mana dan Malioboro jadi salah satu ikonnya,” imbuhnya.
Maka, Sigit bersama para komunitas angklung jalanan tersebut berusaha tetap akan melakukan atau membuat yang namanya Tradisi Malam Selikuran Gerbong Barat. Sigit akan membujuk Organisasi Perangkat Daerah (OPD) DIY agar musik nusantara angklung bisa bermain kembali seperti sedia kala.
“Kami semua akan berkoordinasi dengan para musisi angklung jalanan untuk segera mencari solusi bersama-sama. Kita harap bisa segera terselesaikan dan kita bisa melihat musik angklung lagi di Malioboro,” papar Sigit. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Bambang H Irwanto |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |