Peristiwa Daerah

Dinas Kesehatan Pemkab Sleman Awasi Ketat Penjualan Takjil

Rabu, 12 April 2023 - 09:46 | 55.10k
Pegawai Dinas Kesehatan Pemkab Sleman ketika melakukan pengawasan makanan takjil yang dijual pedagang. (FOTO: Fajar Rianto/TIMES Indonesia)
Pegawai Dinas Kesehatan Pemkab Sleman ketika melakukan pengawasan makanan takjil yang dijual pedagang. (FOTO: Fajar Rianto/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SLEMAN – Setiap Ramadan, ada banyak beragam penjual makanan dan minuman dadakan di tengah masyarakat. Untuk mengantisipasi keamanan pangan yang beredar, Pemkab Sleman melakukan pengawasan terhadap makanan dan minuman takjil yang dijual para pedagang.

Dalam pengawasan ini, Pemkab Sleman melalui Dinas Kesehatan menggandeng Labkesda Sleman (UPTD Laboratorium Kesehatan Sleman) 1.

Advertisement

Saat pengawasan, tim mengambil sample makanan takjil untuk memastikan apakah ada bahan berbahaya atau tidak. Terbaru, pengawasan makanan takjil dilakukan terhadap 17 pedagang yang berjualan di Jalan Eks PJKA, Beran, Tridadi, Sleman, Selasa (11/4/2023).

"Kami mengambil sample makanan takjil yang dijual pedagang untuk diuji laboratorium," kata Kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Pemkab Sleman dr Tunggul Birowo kepada TIMES Indonesia, Rabu (12/4/2023).

dr Tunggul menjelaskan, dalam pengawasan ini, tim melakukan uji sample makanan langsung di lokasi tempat pedagang berjualan. Jika dalam pengujian ditemukan kandungan berbahaya maka akan langsung dibuatkan berita acara.

Kandungan makanan berbahaya yang dimaksud seperti formalin, boraks, rhodamine B dan methanyl yellow. Sebab, bahan tambahan pangan ini biasanya mengandung substansi yang berfungsi meningatkan tekstur, warna, tampilan hingga rasa dari makanan olahan.

Menurutnya, dalam prosesnya bahan tambahan pangan tersebut dapat mempengaruhi sifat atau bentuk pangan. Namun terkadang oknum pembuat makanan (produsen) menggunakan beberapa bahan tambahan yang tidak diperuntukkan untuk makanan.

Misalnya, pewarna tekstil maupun formalin. Kedua bahan tambahan ini bukanlah bahan tambahan makanan dan dilarang digunakan dalam produksi makanan.

Menurutnya, jika ditemukan ada bakso mengandung boraks, cincau atau kolang-kaling memakai pewarna yang berbahaya. Makanan yang tidak memenuhi syarat kesehatan, maka petugas akan melakukan penarikan dan dilakukan pembinaan terhadap yang bersangkutan.

"Sebab, tidak semua pedagang membuat makanan sendiri, kadang-kadang mereka juga mengambil dari orang lain (produsen)," tandas dr Tunggul.

Sebelumnya, Dinas Kesehatan Pemkab Sleman juga telah melakukan uji laboratorium terhadap makanan takjil bersama dengan BBPOM Yogyakarta.

Kegiatan tersebut menyasar pegadang makanan minuman yang berada di Stadion Klebengan Caturtunggal dan sekitar kampus UGM, Depok, Sleman. Dari kedua kegiatan tadi tidak ditemukan indikasi bahan tambahan makanan yang berbahaya pada sample yang di uji.

"Bahaya terhadap kesehatan yang ditimbulkan memang tidak segera terlihat sebagaimana bahaya akibat bakteri. Namun, dalam jangka panjang dapat berakibat fatal," jelas dr Tunggul.

Biasanya, produsen pangan menggunakan bahan tambahan alasannya ekonomis dan praktis. Pemerintah pun telah menetapan bahan apa saja yang dilarang dan dapat dipergunakan sebagai bahan tambahan pangan.

Tentu, tambahan bahan tersebut ada batas maksimum serta jenis pangan yang dapat menggunakan bahan tambahan. Hal ini sesuai dengan Permenkes RI Nomor 033 tahun 2012 tentang Bahan Tambahan Pangan.

Bahan tambahan yang dimaksud adalah asam borat dan senyawanya, asam salisilat dan garamnya, dietilpirokarbonat, dulsin, kalium klorat, kloramfenikol, minyak nabati yang dibrominasi, nitrofurazon, formalin, dan kalium bromat.

Pelarangan bahan tambahan berkaitan dengan dampaknya yang merugikan kesehatan manusia. Sejumlah penelitian telah membuktikan bahwa bahan tambahan pangan yang tidak direkomendasikan bisa berbahaya bagi kesehatan fisik dan psikologis terutama  terhadap anak-anak. 

Bahan makanan tambahan yang dilarang ini juga berpotensi menganggu perilaku anak. Diantaranya, menimbulkan tantrum, hiperaktif, bahkan dapat memicu risiko kanker.

"Dari pantauan di lapangan, sejauh ini makanan takjil yang dijual oleh para pedagang di Kabupaten Sleman aman dikonsumsi," jelas dr Tunggul Birowo, kepala Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinas Kesehatan Pemkab Sleman. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES