Tempat Bersejarah di Kota Probolinggo (3) Jejak OSVIA di Markas Yon Zipur Probolinggo

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Markas kompi A dan B Batalyon Zeni Tempur (Yon Zipur) 10 Kostrad yang berdiri di kanan-kiri Jalan Soekarno-Hatta, Kota Probolinggo, Jatim, dulu merupakan Opleiding School Voor Inlandsche Ambtenaren (OSVIA). Yaitu sekolah bagi para calon pegawai bumiputra di zaman Hindia Belanda.
Mereka yang sekolah di OSVIA cabang Probolinggo tak hanya dari Probolinggo, tapi juga dari daerah lain di Jawa Timur. Mereka yang berasal dari Jawa Tengah, sekolah di OSVIA cabang Magelang. Sedangkan yang dari Jawa Barat, sekolah di cabang Bandung.
Advertisement
Ya, masa itu, memang hanya ada tiga OSVIA—yang sebelumnya bernama Hoofdenschool (sekolah para pemimpin) dan salah satunya di Probolinggo. Karena itu, tak heran bila Kota Probolinggo terkenal sebagai kota pendidikan atau ”Kota Perguruan”.
H.J. De Graaf, yang sering disebut sebagai bapak sejarah Jawa, juga tercatat pernah mengajar di Probolinggo pada tahun 1930-an.
Predikat itu layak disandang karena di luar OSVIA, banyak sekolah bentukan Belanda yang terkonsentrasi di kota, yang kini berjuluk seribu taman ini, berikut juga bangunan sekolah dan asramanya.
Antara lain Frobbelschool, Kweekschool (Sekolah Guru), Normaalshcool (Sekolah Guru Bantu), MULO (Meer Uitgebreid Lager On-derwijs), dan Christelijke Kweekschool.
Hal itu menandakan, Probolinggo merupakan daerah strategis. Di samping menata kota, pemerintah kolonial juga menempatkan sekolah untuk membangun Sumber Daya Manusia atau SDM.
OSVIA sendiri merupakan sekolah bagi para calon pegawai bumiputra pada zaman Hindia Belanda, atau biasa disebut sekolah “Menak”. Sekolah ini digolongkan ke dalam sekolah keterampilan tingkat menengah dan mempelajari soal-soal administrasi pemerintahan.
Pada umumnya murid yang diterima di sekolah ini berusia antara 12 sampai 16 tahun, dengan masa belajar selama lima tahun. Pada tahun 1908, masa belajar ditambah menjadi tujuh tahun. Setelah lulus, mereka dipekerjakan dalam pemerintahan kolonial sebagai pamong praja.
Karena peran penting tersebut, tidak mudah bagi orang kebanyakan untuk mendaftarkan diri sebagai siswa OSVIA. Soal keturunan merupakan faktor penting dalam penerimaan siswa di sekolah yang kini menjadi markas kompi A dan B Yon Zipur 10 itu.
“Seleksi” penerimaan semacam itu ditetapkan dalam peraturan yang dikeluarkan tahun 1919 oleh pemerintah Belanda. Penerimaan siswa sering harus disertai surat rekomendasi pribadi pejabat atau Binenlandsch Bestuur, dan para bupati. Hanya para bupati yang bisa menggunakan hak kekuasaannya untuk mengajukan sanak saudaranya dan orang-orang yang disukainya.
Uang pembayaran sekolah disesuaikan dengan penghasilan orang tua. Karenanya, bagi keluarga berpenghasilan rendah, biaya untuk menyekolahkan anak mereka di OSVIA terasa mahal.
Pada tahun berikutnya OSVIA membuka cabang lagi di tiga tempat: di Serang, Madiun, dan Blitar. Pembukaan cabang itu dilakukan karena jumlah muridnya meningkat dua kali lipat.
Pada tahun 1927 seluruh cabang OSVIA digabungkan menjadi MOSVIA (Middelbare Opleiding School voor Inlandsche Ambtenaren) yang berpusat di Magelang.
Kini, khususnya masyarakat Kota Probolinggo masih bisa melihat jelas, jejak sejarah pendidikan kotanya. Karena bekas gedung sekolah OSVIA berikut juga asrama yang pernah ditinggali oleh para siswa OSVIA, masih berdiri kokoh dan terjaga dengan begitu baik.
Dalam konteks sejarah panjang itu, cukup beralasan bila Pemkot Probolinggo menetapkan markas kompi A dan B Batalyon Zeni Tempur 10 Devisi 2 Kostrad, sebagai bangunan cagar budaya, 2013 silam. Penetapan itu dilakukan dengan Surat Keputusan (SK) Wali Kota nomor 188.45/198/KEP/425.012 pada 27 Maret 2013.
Markas Kodim 0820 Probolinggo, Stasiun Probolinggo, Gereja Protestan Indonesia Barat (gereja merah), Museum Daerah Probolinggo, Tandon Air, Alun-alun kota, Benteng Probolinggo, Rumah dr Mohammad Saleh, dan Makam dr Mohammad Soleh juga ditetapkan menjadi bangunan cagar budaya dengan SK yang sama.
Cagar budaya tersebut, dikelola dengan dasar Perda Kota Probolinggo nomor 10/2013 tentang Pengelolaan Cagar Budaya dan Museum. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Muhammad Iqbal |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |