Kembar Tapi Beda, Lebaran Ketupat dan Lontongan di Probolinggo

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Tradisi ketupat atau Lebaran Ketupat, sudah menjadi tradisi muslim Nusantara setiap H+7 setelah Hari Raya Idul Fitri. Hanya saja, masyarakat muslim di Probolinggo, Jawa Timur, memiliki sebutan berbeda, yaitu Lontongan atau Telasan Lontong.
Lebaran Ketupat ini merupakan tradisi pasca Idul Fitri yang dilakukan oleh sebagian besar muslim Indonesia. Biasanya Lebaran Ketupat ini dilaksanakan setiap sepekan setelah Idul Fitri, atau setiap tanggal 8 Syawal, terutama bagi muslim Jawa.
Advertisement
Perayaan Lebaran Ketupat ini tidak seperti lebaran Idul Fitri. Masyarakat merayakannya dengan berbagi makanan siap santap bersama sanak famili dan tetangga terdekat. Namun makanan itu diberikan pada orang-orang dengan ekonomi di bawah rata-rata.
Apa itu Telasan Lontong atau Lontongan?
Telasan Lontong atau Lontongan, sejatinya tak jauh beda dengan Lebaran Ketupat. Waktu pelaksanaan dan cara merayakannya pun sama persis dilakukan pada hari ketujuh setelah Idul Fitri.
Secara etimologi, Telasan Lontong atau Lontongan itu berasal dari bahasa Madura, yang artinya Telasan adalah Hari Raya atau Lebaran, sedangkan Lontong atau Lontongan adalah makanan kuliner yang dibuat dari beras.
Meski secara pribahasa, maknanya tidak jauh berbeda. Telasan Lontong tetap dikatakan berbeda dengan Lebaran ketupat.
Perbedaan itu terjadi pada penyajian makanan siap santap yang diberikan pada sanak famili atau tetangga. Yaitu menggunakan lontong sebagai makanan utamanya. Sedangkan Lebaran Ketupat menggunakan ketupat.
Karena perbedaan bahan makanan itu, masyarakat di Probolinggo dan sekitarnya menyebut Lebaran Ketupat itu sebagai Telasan Lontong atau Lontongan. Meski menggunakan lontong, bukan berarti masyarakat Probolinggo tak bisa membuat ketupat.
"Sebenarnya Lebaran Ketupat dan Telasan Lontong itu sama. Hanya beda di sebutan dan makanannya saja. Di sini biasanya pakek Lontong bukan ketupat. Jadi kita sebutnya Lontongan," ungkap Halimah, salah satu warga Krejengan, Probolinggo.
Lontong merupakan makanan dengan bahan dasar dari beras yang dibungkus daun pisang. Sedangkan ketupat juga berbahan dasar beras namun dibalut oleh daun janur. Karena perbedaan kulit, rasanya sedikit berbeda namun tetap satu manfaat.
Dua jenis makanan itu sangat akrab dengan lidah orang Indonesia. Ditambah lagi, setiap hari raya, ketupat dan lontong sering menjadi salah satu menu santapan wajib umat muslim Nusantara. Makanan itu disajikan dengan berbagai varian rasa sesuai selera.
Karena disantap di hari lebaran, lontong dan ketupat terasa bukan hanya makanan bergizi tinggi tapi penuh berkah. Hal ini karena lontong menjadi menu silaturahmi dan puasa enam hari syawal.
"Iya ter ater (berbagi makanan) itu ke tetangga dan sanak famili. Ada lontong, opor ayam, dan beberapa sajian makanan yang dimasak santan. Itu dikasih ke tetangga, terutama mereka yang ekonominya rendah," jelas Musliha, salah satu warga Kraksaan, Probolinggo.
Telas lontong atau Lebaran Ketupat sesungguhnya sebuah ritual sukur yang dilakukan umat muslim setelah melakukan puasa syawal usai Idul Fitri. Dan sunah berbagi makanan terhadap saudara dan tetangga. Hanya saja tak banyak umat muslim yang berpuasa sebelum melaksanakan tradisi warisan adiluhur Wali Songo itu.
Budaya khazanah Islam yang dipercaya telah lahir sejak abad ke-15 itu memiliki makna kekeluargaan yang kental. Sebab, berbagi rejeki pada keluarga yang kurang mampu. Meski tak berpuasa syawal, siapapun tetap bisa merayakan lebaran ketupat atau Telasan Lontong.
Kearifan lokal peninggalan Sunan Kalijaga yang bernama asli Raden Said ini, juga banyak memberi berkah pada masyarakat atau pedagang pasar. Salah satunya penjual janur dan ketupat. Mereka banyak meraup untuk dari adanya tradisi warisan putra Adipati Tuban itu.
Hingga kini, Lebaran Ketupat dan Telasan Lontong di Probolinggo masih berlangsung setiap hari ke-7 usai Idul Fitri. Namun untuk di daerah pelosok desa banyak dikenal Telasan Lontong. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Muhammad Iqbal |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |