DPRD Surabaya Minta Evaluasi Dampak Wacana ASN Pemkot Tak Wajib Ngantor

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Pemkot Surabaya mewacanakan aparatur sipil negara (ASN) tidak wajib ngantor pada 2024 mendatang.
Rencana kebijakan tersebut dinilai sejalan dengan konsep digitalisasi dalam Surabaya Smart City. ASN bisa bekerja dan melayani masyarakat dari mana saja. Sontak, wacana ini menuai pro dan kontra.
Advertisement
Anggota DPRD Surabaya, Josiah Michael mengungkapkan, ada pro kontra atas wacana itu. Di mana keluhan masyarakat terbanyak meliputi pelayanan yang diberikan ASN.
"Jika mereka melakukan kerja dimana saja bisa jadi bagus, bisa jadi tidak," kata Josiah, Rabu (3/5/2023).
Namun demikian, terlepas dari pro kontra, ia mengakui memang ada banyak keuntungan dengan tidak bekerja di kantor, mulai dari mengurangi kemacetan, mengurangi konsumsi bahan bakar, mengurangi beban kantor pada APBD dan lain-lain.
"Akan tetapi perlu diberikan batasan jelas, jangan sampai malah kita menemukan ASN berkeliaran di pusat perbelanjaan ketika jam kerja," tegas dia.
Legislator dari Fraksi PSI pun sepakat jika selalu di kantor tidak menjamin kinerja ASN, bahkan ia tahu ada banyak laporan negatif.
Seperti misal, di jam kerja mereka malah menonton drakor, pulang berlomba-lomba lebih malam supaya terlihat bekerja lembur padahal tidak melakukan apa-apa.
Bekerja dari mana saja boleh dilakukan, tetapi, kata Josiah, harus diingat bagaimana pemantauannya dan apa punishment atau sanksi bagi pegawai yang malah buruk kinerjanya.
"Sekali lagi bukan masalah lokasi kerjanya, tapi apakah output dari kerjanya. Itu yang terpenting. Jadi kalau mau dibuat bekerja tidak di kantor harus berbasis aplikasi dan dalam aplikasi tersebut juga akan memantau lokasi para ASN bekerja, durasi pemanfaatan aplikasi secara aktif sehingga bisa di rekapitulasi sebagai kinerja dan tentu saja hasil atau output kerjanya," demikian saran Josiah.
Ia mengimbau agar Wali Kota Eri juga turut memikirkan dampak ke depan. Karena tidak semua ASN bisa melakukan pekerjaan tidak dari kantor.
"Nah, tentu yang perlu dipikirkan lagi adalah dampaknya ke ASN lain yang masih harus bekerja melayani di kantor. Jangan sampai ada iri-irian," tandasnya.
"Wali kota kita kan masih muda, banyak ide-ide kreatif dan terobosan out of the box. Semoga bisa terlaksana dengan baik. Dan tentu harus ada banyak evaluasi," sambung Josiah.
Diketahui, Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi dalam keterangan tertulisnya mengatakan, seluruh pelayanan di lingkup Pemkot Surabaya sudah terdigitalisasi, sehingga pelayanan kepada masyarakat itu bisa dilakukan dari mana saja secara digital menggunakan ponsel.
"Saya juga ingin di Surabaya itu tidak ngantor. Saya pernah menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), ngantor setiap hari di ruangan, kalau ada pimpinannya yang kerja langsung sibuk, pura-pura mengerjakan yang lain. Sekarang sudah tidak musimnya, sudah sekarang (waktunya) kerja dari manapun," katanya.
ASN bisa bekerja dari mana saja asal output dan outcome itu terpenuhi. Misalnya, kata Eri, ASN tidak berada di kantor tapi di tengah masyarakat agar lebih dekat dengan warganya. Namun tentunya, ASN tersebut tidak boleh melupakan pekerjaan utamanya.
"Sehingga hadirnya mereka (ASN) dinilai bukan dari kehadirannya (absensi) di kantor. Tapi pekerjaan ASN dinilai dari output dan outcome tercapai. Meski ke kantor atau tidak di kantor tidak apa-apa, daripada di kantor tapi output dan outcome tidak tercapai," kata Eri.
Wacana ASN bekerja dari mana saja, kata Eri, bisa mulai diterapkannya pada tahun 2024. Ia pun tak menginginkan ada ASN yang bekerja dari kantor namun justru output dan outcome tidak tercapai.
"Saya berharapnya tahun depan sudah tidak di kantor. Kalau bekerja di kantor tidak apa-apa, tapi jangan duduk saja. Kalau ada kepala dinas datang pura-pura pegang berkas (bekerja), jadi seperti orang sibuk, itu zaman dahulu," ucap Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rizal Dani |