Disabilitas Tuna Netra Yogyakarta Gelar Pertunjukan Teater, Singgung Kemerdekaan Inklusivitas

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta (TBY) dengan bangga mempersembahkan sebuah pertunjukan Teater Braille Yogyakarta. Pagelar seni ini diperankan oleh para disabilitas atau difabel Tuna Netra. Teater Braille ini digagas dan disutradarai langsung oleh Yuda Wira Jaya yang kebetulan juga seorang difabel Netra.
Dengan dibantu oleh Penulis Naskah bernama Wildan Havtin Razan serta Supervisor Teater Braille, Jujuk Prabowo, Yuda berinisiatif menggandeng para penyandang difabel Netra dari desa untuk tampil bersama menyuarakan kemerdekaan inklusi yang dinilai masih minim di Indonesia.
Advertisement
Ditemui media sebelum pentas, Yuda menjelaskan jika arti dari Braille merupakan sebuah huruf atau simbol bagi teman-teman difabel Netra. Pihaknya sengaja memberi nama Teater Braille ini agar semakin identik bahwa inilah teaternya teman-teman netra.
“Saya di sini sebagai sutradara yang kebetulan juga menyandang netra dan ikut terlibat dalam pementasan drama. Kenapa saya pilih Braille ya karena itu simbol bahwa yang main pentas orang-orang netra sehingga masyarakat bisa lihat sendiri kalau kita semua netra,” jelas Yuda, Kamis (4/5/2023) malam.
Kali ini, ia bersama rekan-rekan netranya membawakan karya teater yang berjudul “Surat Dari Desa” yang berdurasi kurang lebih 45 menit. Dalam berakting, Yuda didapuk sebagai aktor utama, kemudian ada Miftakul Choirul Ilmi, Sigit Aris, Gilang Riski Indrayana, Dzukhrufafu Aida, Samiasih, Suratmi, Sujoko, Dita Yudha dan Siti Marfuah.
“Kesemuanya itu adalah rekan-rekan difabel netra dari desa yang mendampingi saya di atas panggung,” kata Yuda.
Yuda menegaskan, melalui naskah Surat Dari Desa ini ingin mengedukasi kepada semua pihak bahwa aksesibilitas terhadap ruang-ruang difabel netra harus ditingkatkan. Di dalam naskah ceritanya, menceritakan seorang difabel netra yang berasal dari desa yang mencoba mencari peruntungan di kota besar setelah lulus sekolah.
Lalu, Yuda mengingatkan kepada semua pihak bahwa orang dengan menyandang sebagai netra itu tak melulu hanya sebatas sebagai tukang pijat saja melainkan banyak hal-hal lain yang masih bisa digapai seperti misal tenaga pendidik, pekerja seni, pegawai bank dan sebagainya.
“Inilah inklusi yang ingin disampaikan dalam Teater Braille kepada masyarakat,” tegasnya.
Mengenai inklusi ini, dirinya memandang masih sangat banyak diskriminasi terhadap penyandang difabel di Indonesia maka menurutnya hal itu belum merdeka 100 persen. Sebagai contoh difabel netra yang bergelut dalam hal berkesenian seperti sekarang ini, masih saja ada yang belum menganggap keberadaannya.
“Maka saya berpikir kita yang merasa didiskriminasi harus segera menyuarakan lewat sebuah karya,” imbuh Yuda.
Dengan demikian, Yuda berharap melalui karya yang dibawakan tersebut bisa memperjelas keberadaan kaum penyandang difabel mampu melakukan karya-karya seni seperti orang pada umumnya. Setidaknya, pentas Teater Braille ini bisa mematahkan pandangan negatif masyarakat terhadap kemampuan penyandang difabel khususnya netra.
Lebih lanjut dalam hal menilai komposisi sebuah teater yang bernuansa braille, Supervisor Teater Braille, Jujuk Prabowo mengutarakan pihaknya tak hanya sekedar melihatnya dari hal komposisi saja tetapi cara memberikan metode berjalan maupun cara mengamati suara dari arah mana akan datang.
“Menurut saya, jika mas Yuda masih tetap pada bentuk teater realis ya harus beda tentunya, contohnya ya ini teater dalam bentuk braille,” terangnya.
Jujuk pun memberikan solusi dalam hal ini adalah menguatkan daya imajinasi dari masing-masing netra tersebut di dalam pementasan berlangsung. Tanpa menggunakan adanya kursi, meja dan sebagainya bisa dilakukan dengan daya jelajah imajinasi tersebut.
“Saya membantu mas Yuda untuk membuat konsep yang berdasar imajinasi modern tanpa embel-embel peralatan yang menyusahkan mereka di panggung sehingga Surat Dari Desa ini menggambarkan simbol braille yang kuat,” papar Jujuk. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sholihin Nur |