Bentuk Kebebasan Ekspresi Seniman dan Perupa Yogyakarta dalam Mengenang 25 Tahun Reformasi Indonesia

TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Tepat di bulan Mei 2023 ini, 25 tahun yang lalu terjadi reformasi di negeri Indonesia. Selayaknya semua orang tahu bahwa sebuah reformasi telah menjungkirkan tatanan lama (yang namanya justru Orde Baru) menuju era kebebasan.
Selama era orde baru itu, kebebasan dibungkam dan semuanya nyaris hidup di bawah rezim diktator militer di bawah Soeharto.
Advertisement
Tentunya banyak kenangan pahit yang dirasakan era otoriter saat itu seperti pers dibungkam, pemilu dijadikan artifisial dan wakil rakyat hanyalah boneka yang tinggal manthuk-manthuk saja atau tunduk pada maunya penguasa sehingga membuat demokrasi sungguh tenggelam.
Namun, seiring terus berjalan ke depan bahwa sejarah reformasi tetap bisa menggugah harapan. Atau bahkan karena masih jauh dari ideal, cita-cita reformasi harus terus dihidupi serta dikenang. Hal inilah kiranya yang menjadi pokok alasan mendorong para seniman untuk mengekspresikan kreativitasnya yang berlokasi di Bentara Budaya Yogyakarta tersebut.
Kurang lebih sekitar 100 seniman antusias ikut merayakan peringatan 25 tahun reformasi ini. Bukan hanya dari kalangan seni rupa saja melainkan juga dari kalangan seni pertunjukan dan seni musik baik dari kalangan senior maupun yunior bersama-sama meramaikan acara ini.
Dalam kesempatan yang sama pula, peluncuran kembali buku-buka karya Romo Sindhunata juga dipamerkan. Karya bukunya tersebut di antaranya Teori Rene Girard, Putri Cina dan Menyusu Celeng. Buku-bukunya ini secara bersamaan diluncurkan bersama-sama dengan peringatan 25 tahun reformasi Indonesia dengan para seniman-seniman lainnya.
Romo Sindhunata menjelaskan, jelas ini merupakan sebuah antusiasme yang luar biasa. Artinya, tanda bahwa jiwa reformasi masih sungguh menyala di kalangan seni dan kebudayaan. Reformasi telah menghadiahkan anugerah luar biasa kepada bangsa Indonesia yaitu anugerah kebebasan yang betapa pun masih boleh dinikmati sampai sekarang.
"Kita bertekad kebebasan itu tak boleh hilang dan tak boleh direbut oleh siapapun. Walau masih jauh dari ideal, reformasi harus terus kita perjuangkan. Senjata perjuangan itu adalah kebebasan yang telah dianugerahkan kepada kita oleh reformasi," jelas Romo Sindhu kepada media, Sabtu (20/5/2023) malam.
Dikarenakan adanya reformasi, ia menjelaskan siapapun harus memperjuangkan kebebasan. Sayangnya, di banyak bidang kebebasan itu macet. Di tengah kemacetan inilah perjuangan dan partisipasi seniman sangatlah dibutuhkan. Sebab, kebebasan merupakan kodrat seni maupun seniman itu sendiri.
"Bukanlah seni dan bukan pula seniman bila dia tidak bisa bertindak dengan kebebasan. Justru dengan kebebasan itu para seniman bisa mengingatkan agar masyarakat juga politik jangan berhenti dalam memperjuangkan kebebasan," tuturnya.
Pesta seni seratusan seniman Yogyakarta ini merupakan sebuah bentuk upaya untuk merayakan kebebasan dari anugerah reformasi 25 tahun yang lalu. Dari pengalaman terbukti, kebebasan akan menjadi liar dan sewenang-wenang tanpa persaudaraan dan persahabatan. Kebebasan akan membuahkan otoriterisme bila melupakan persaudaraan dan persahabatan.
Seni dan seniman kiranya perlu berupaya untuk mencegah jangan sampai kecelakaan kebebasan itu terus terjadi dan merebak. Maka, 25th peringatan reformasi mereka rayakan dengan mengingatkan semua pihak akan pentingnya persahabatan, dasar dan pengandaian yang bisa menjadi fundamen bagi kebebasan yang kokoh, kreatif dan toleran.
"Itulah semua kiranya latar belakang mengapa pesta seratusan seniman ini mengikatkan pada sebuah tema yang indah yaitu "Kita Berteman Sudah Lama"," tutup Romo Sindhunata. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Irfan Anshori |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |