Kopi Tanpa Gula, Perempuan Penulis Padma Berhasil Hidupkan Tiga Paragraf

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Perempuan Penulis Padma (Perlima) berhasil menghidupkan tiga paragraf menjadi kisah bernyawa dalam sebuah karya buku pentigraf berjudul "Kopi Tanpa Gula".
Kopi Tanpa Gula karya RWilis nampaknya telah menjadi inspirasi tema. Merangkum satu demi satu kepahitan melalui aksara.
Advertisement
RWilis bercerita perihal sosok Doni dan pasangan hidup. Pernikahan mereka begitu manis, mungkin juga sedikit pahit. Tapi nikmat.
Puluhan tahun menyeduh kopi bersama, namun Doni harus terperangkap dalam 'gula-gula'. Drama sebuah rumah tangga kompleks tapi sarat makna karena penulis mengendapkan aroma dan rasa kopi sebagai analogi percintaan, romantisme sekaligus kepedihan.
Sebagaimana ungkapan seorang penyair Amerika, TS Elliot. Kehidupan ibarat secangkir kopi. Pahit dan manisnya bergantung pada takaran yang digunakan. Bergantung sendok kopinya.
Penulis hebat seperti Fifin Mardiana kemudian menggambarkan kisah "Coba-coba" pada tangga kedua. Ketika seorang pengayuh becak berspekulasi tentang jimat kepada pemilik toko yang sepi pembeli. Itu adalah puncak cerita menarik. Ide Fifin turut memberi napas bagi keseluruhan tulisan para sahabatnya.
Ada Aara Dewi, Bintang SH, Brams Sunarno, Dini Puspitawati, Endah Imawati, Endang P Uban, Erika Hartanto, Febriyanti DS, Fie Z, Ihdina Sabili, Ikasari, Ima Kamtari, Indria Pramuhapsari, Iva Hasyim dan Jani P Jasfin.
Tulisan penuh mantra juga terajut indah dari buah pikir Jiphie Gilia Indriyani, Jo Shinta, K Ulya, Linna Rahman, Padmasvasti, Partiwi Agustia, Shinta Harend, Sophia Aga, Siti Atmamiah, Sylvia Tanumihardja, Titie Surya, Vivi Sambas, Wina Bojonegoro, Windy Effendy, WS Arianti, Yenni Sampoerno, Yoni Astuti dan Yulfarida Arini.
Mereka semua merupakan bagian kehidupan dari Komunitas Perlima yang berhasil meracik seduhan nikmat "Kopi Tanpa Gula".
Kopi Tanpa Gula. Buku antologi setebal 143 halaman tersebut menyapa publik di Wisma Jerman Surabaya pada akhir pekan kemarin.
Peluncuran kumpulan pentigraf itu disemarakkan dengan pembukaan pameran sketsa karya pelukis Yoes Wibowo. Goresannya merupakan respon atas kisah-kisah yang dituliskan dalam buku tersebut.
“Menulis cerita pendek dalam tiga paragraf. Ini seperti mantra baru yang membuat penasaran,” ujar Ketua Perlima, Tjahjani Retno Wilis.
Bagi para penulis, pentigraf adalah tantangan baru. Karena rangkaian utuh sebuah cerita yang secara struktur terdiri dari pembukaan, isi, dan penutup tersebut tidak boleh diuraikan lebih panjang dari tiga paragraf.
Namun, seluruh unsur cerita pendek tetap harus hadir di sana. Termasuk dialog, konflik, dan penyelesaian masalah.
Guru Besar Universitas Negeri Surabaya (Unesa) Dr. Tengsoe Tjahjono membidani kelahiran pentigraf. Tak segan, ia melontarkan pujian bahkan mengisi kolom kata pengantar. Kopi Tanpa Gula karya pentigraf pertama Perlima dinilai sangat istimewa.
Sebab, meskipun lahir dari dua sesi pelatihan yang diampunya pada September dan Oktober 2022, buku kumpulan pentigraf itu jauh dari kesan coba-coba.
“Tidak terasa sebagai produk pemula,” tegas pengajar senior di Unesa tersebut.
Tengsoe pada kesempatan itu juga banyak memberikan masukan kepada para calon penulis, penulis muda maupun senior yang ingin tahu banyak tentang teknik kepenulisan.
Ia sangat terbuka untuk berbagi ilmu. Sebab ilmu ibarat seduhan kopi tanpa gula jika enggan berbagi. Tak banyak orang bisa menikmati cara menikmati kopi seperti itu. Tebarkan sedikit gula sebagaimana ilmu menjadi pemanis dalam tiap langkah kehidupan.
Rayakan Budaya Penuh Suka Cita
Namun demikian, Dr Tengsoe dan Komunitas Perlima justru saling melengkapi kenikmatan kopi tanpa gula. Karena gula itu memiliki peran lain dalam rangkaian peluncuran buku pentigraf ini.
Apa saja pemanis itu? Ada bermacam peran dan kegiatan menarik. Antara lain lomba baca pentigraf untuk pelajar SMP persembahan Smartfren.
Tiga pemenang berkesempatan tampil dalam rangkaian acara yang berlangsung dari pagi hingga menjelang senja.
Bertepatan dengan peringatan Hari Jamu Nasional, peluncuran Kopi Tanpa Gula juga diwarnai aneka macam jamu dingin dalam cup kecil persembahan PT. Jamu Iboe. Itu menjadi bentuk kolaborasi Perlima dan Jamu Iboe dalam melestarikan warisan budaya secara modern.
Wisma Jerman menjadi saksi, betapa merayakan budaya selalu mendatangkan sukacita.
“Kami selalu menyambut baik dan mendukung segala kegiatan yang berkaitan dengan literasi. Apalagi, Wisma Jerman pun punya divisi budaya,” ungkap Mike Neuber, Direktur Wisma Jerman.
Membaca Kopi Tanpa Gula dan mencicip jamu sembari menyaksikan pameran sketsa serta mendengar bincang tentang pentigraf, sungguhlah cara sempurna untuk menghabiskan Sabtu sore di Kota Pahlawan. Nikmat apalagi yang didustakan?. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Irfan Anshori |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |