BPJS Ketenagakerjaan Jatim dan Kemendagri Dorong Regulasi dan Penganggaran Asuransi Pekerja

TIMESINDONESIA, SURABAYA – BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) melakukan kegiatan seminar bertema "Optimalisasi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Melalui Dukungan dan Implementasi Regulasi Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Timur". Agenda ini berlangsung di JW Marriott Hotel Surabaya, Jumat (23/6/2023).
Direktur Produk Hukum Daerah Kementerian Dalam Negeri Makmur Marbun, Deputi Direktur Bidang Kepesertaan Korporasi dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan Muhyidin, Kepala Kantor Wilayah BPJS Ketenagakerjaan Jatim Hadi Purnomo hadir sebagai pemateri.
Advertisement
Kemudian juga ada Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Transmigrasi Jatim Himawan Estu Bagijo dan Kepala Bappeda Jatim Mohammad Yasin.
Seminar dan sosialisasi menghadirkan para pemangku kepentingan dari masing-masing kabupaten/kota di Jatim.
Pada kesempatan itu, Kemendagri bersama BPJS Ketenagakerjaan Jatim mengimbau agar pemerintah daerah dapat sesegera mungkin mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bagi para pekerja bukan penerima upah atau pekerja sektor informal di wilayah mereka. Antara lain seperti petani, mandor, tukang ojek dan nelayan.
Hal ini sekaligus mendukung Instruksi Presiden (Inpres) 02 Tahun 2021 tentang optimalisasi pelaksanaan program jaminan sosial ketenagakerjaan dan untuk menjamin perlindungan kepada pekerja dalam program Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (Jamsostek). Serta mendukung Inpres 04 Tahun 2022 tentang percepatan penurunan kemiskinan ekstrem.
Dengan harapan, dapat ditindaklanjuti dengan regulasi dalam Peraturan Gubernur (Pergub), Perda maupun Perkada.
"Karena regulasi ini masalah anggaran, makanya kemarin kita dorong regulasinya baik itu Perda ataupun Perkada," ungkap Direktur Produk Hukum Daerah Kementerian Dalam Negeri, Makmur Marbun.
Makmur mengatakan, manfaat perlindungan BPJS Ketenagakerjaan sangat luar biasa. Maka dari itu, Kemendagri mendorong pemerintah provinsi maupun daerah kabupaten/kota menganggarkan asuransi jiwa bagi pekerja sektor informal tersebut melalui pembuatan regulasi atau kebijakan daerah.
"Minimal ada peraturan daerah atau peraturan wali kota," kata Marbun.
Makmur Marbun pada momen ini juga mengapresiasi Jatim. Karena hampir seluruh daerah mendukung program tersebut melalui penganggaran dan regulasi.
Di Jatim sendiri sudah ada 22 kabupaten/kota menganggarkan asuransi jiwa BPJS Ketenagakerjaan bagi para pekerja rentan melalui pengalihan Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBH CHT). Namun, belum ada peraturan bupati/wali kota.
"Mereka masih menggunakan PKS sebagai dasar. Itu yang harus kita dorong minimal masuk ke Perkada maupun Perda," tandasnya.
Kepala Kanwil BPJS Ketenagakerjaan Jatim Hadi Purnomo pada kesempatan yang sama menjelaskan sejauh ini dari 22 kabupaten kota, dua wilayah sudah meluncurkan kerja sama dengan BPJS Ketenagakerjaan Jatim.
"Dari 38 kabupaten dan kota di Jawa Timur, saat ini yang sudah merealisasikan dana DBH CHT untuk asuransi jiwa adalah Kabupaten Lamongan," ujarnya.
Sebanyak 22 ribu pekerja rentan seperti petani dan buruh tani tembakau sudah dilindungi. Sedangkan di Kabupaten Ngawi, BPJS Ketenagakerjaan sudah melindungi 7.500 pekerja.
"Yang lain-lain sekarang dalam pembahasan. Anggaran itu ada yang bulan Juli sudah bisa cair ada yang September-Oktober karena sudah tahun berjalan, dia menganggarkan di anggaran perubahan," katanya.
BPJS Ketenagakerjaan memberikan kelonggaran jangka waktu pembayaran. Pemerintah daerah ada yang memilih periode tiga bulan maupun enam bulan.
"Pada awal-awal yang penting pemerintah daerah menunjukkan kepedulian sehingga tahun depan harapannya sudah dianggarkan satu tahun," kata Hadi.
Selain APBD seperti di Malang dan DBH CHT seperti di Lamongan dan Ngawi, sumber pendanaan untuk iuran BPJamsostek juga bisa bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) seperti di Gresik.
Kemudian juga pemanfaatan SiLPA atau sisa hasil anggaran tahun lalu sebagai iuran premi BPJS Ketenagakerjaan.
"Ini merupakan langkah sharing untuk melindungi pekerja rentan," ungkap Hadi menambahkan.
Ia menargetkan pemerintah daerah bisa mengcover sekitar 50 persen pekerja sektor informal.
"Mudah-mudahan 2024 bisa tercapai karena sekarang masih 27 persenan dan ini kita dorong termasuk di pemerintah provinsi untuk tenaga kerja yang lintas kabupaten/kota supaya provinsi yang nanggung. Mudah-mudahan gubernur segera merealisasikan," ucapnya.
Sampai saat ini total peserta BPJS Ketenagakerjaan pekerja sektor informal di Jatim sejumlah 500 ribu orang.
"Harapan kita di tahun ini 1 juta pekerja sektor informal sudah terlindungi. Jadi target kita bisa naik 100 persen," ucap Hadi.
Hadi menuturkan, BPJS Ketenagakerjaan seharusnya menjadi prioritas pemerintah untuk perlindungan bagi pekerja rentan.
"Karena tanpa dukungan pemerintah mereka akan sangat sulit untuk mendapatkan perlindungan," ucap Hadi.
BPJamsostek sendiri merupakan bentuk perlindungan sosial ekonomi bagi para pekerja, baik pekerja formal atau pekerja informal.
BPJamsostek ini sangat penting, mendasar, dan pastinya sangat bermanfaat karena manfaatnya jumlahnya sangat besar dibanding iuran yang dibayarkan.
Sejumlah manfaat program BPJamsostek antara lain perawatan dan pengobatan tanpa batasan biaya, santunan kematian akibat kecelakaan kerja sampai dengan Rp224 juta, santunan jaminan kematian sampai dengan Rp216 juta, bantuan beasiswa pendidikan 2 anak sampai kuliah dan penghasilan yang hilang selama masa pengobatan dan diganti seratus persen dari Jamsostek.
BPJS Ketenagakerjaan Jawa Timur berharap, kedepan pemerintah daerah di Jawa Timur peduli terhadap para pekerja rentan.
Kepala Dinas Ketenagakerjaan Jatim Himawan Estu Bagijo turut sepakat mendorong pemerintah daerah agar segera melakukan rekonsiliasi anggaran penyelenggaraan BPJS Ketenagakerjaan per kabupaten/kota.
"Harus ada target," kata Himawan.
Ia berharap seluruh pekerja di daerah terlindungi oleh asuransi BPJS Ketenagakerjaan itu.
Deputi Direktur Bidang Kepesertaan Korporasi dan Institusi BPJS Ketenagakerjaan Muhyidin, juga mengungkapkan ada empat hal dalam Inpres 02 Tahun 2021. Meliputi regulasi, coverage, anggaran dan integrasi. Di mana bagian penting untuk mendorong optimalisasi pelaksanaan BPJS Ketenagakerjaan adalah regulasi.
"Nah, ini yang coba kita dorong ke daerah. Sejauh mana daerah itu untuk memastikan perlindungan bagi pekerja baik sektor formal maupun informal," katanya.
"Di Jatim sendiri ternyata sudah ada 22 regulasi. Macam-macam bentuknya. Ada Perda, Pergub, Perbup dan Perwali. Kita memastikan sejauh mana efektivitas dari peraturan-peraturan yang sudah dibuat. Bagi yang belum nanti kita dorong untuk bisa membuatnya," sambung Muhyidin.
Secara nasional, saat ini total 36 juta pekerja sudah terlindungi BPJS Ketenagakerjaan. Pemerintah menargetkan naik menjadi 43,6 juta penerima perlindungan BPJS Ketenagakerjaan hingga akhir 2023 mendatang.
"Jadi masih ada gap yang cukup besar, sehingga kita harus mendorong pemerintah daerah untuk memastikan seluruh pekerjanya terlindungi BPJS Ketenagakerjaan," tandasnya.
Sebagaimana diketahui, BPJS Ketenagakerjaan (BPJamsostek) melakukan kegiatan seminar bertema "Optimalisasi Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Melalui Dukungan dan Implementasi Regulasi Pemerintah Daerah di Provinsi Jawa Timur". Kegiatan ini bertujuan agar pemerintah daerah dapat sesegera mungkin mengalokasikan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) bagi para pekerja sektor informal di wilayah mereka. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Irfan Anshori |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |