Sikapi Konflik Pertanahan, Ini Langkah yang Diambil DPRD Pangandaran

TIMESINDONESIA, PANGANDARAN – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Pangandaran (DPRD Pangandaran) menyikapi konflik pertanahan yang terjadi.
Ketua DPRD Pangandaran Asep Noordin mengatakan, dia telah menggelar rapat dengar pendapat dengan Serikat Petani Pasundan (SPP) dan Mahasiswa Pejuang Reforma Agraria.
Advertisement
Rapat dengar pendapat tersebut terkait pengrusakan dan intimidasi yang dilatarbelakangi oleh isu konflik pertanahan serta berbagai isu pertanahan yang menjadi sumber konflik di Kabupaten Pangandaran.
“Rapat dengar pendapat dengan SPP dan Mahasiswa Pejuang Reforma Agraria menghadiri pimpinan dan anggota Komisi dari mulai Komisi I, II, III dan IV DPRD Kabupaten Pangandaran,” Kamis, (27/7/2023).
Asep menambahkan, modifikasi telah memperoleh beberapa aspirasi terkait pengrusakan yang berujung pada pengeroyokan yang dilakukan oleh petugas keamanan dan orang suruhan PT PMB.
Pengeroyokan tersebut terjadi kepada salah satu anggota SPP Pangandaran yang menjadi korban dalam kasus ini, rumah yang ia huni bertahun-tahun dirobohkan secara paksa. PT PMB mengerahkan kurang lebih 100 orang gabungan petugas keamanan dan orang suruhan dari pihak perusahaan.
"Mereka menyampaikan kepada kami tindakan yang dilakukan tanpa memberikan peringatan dan diskusi terlebih dahulu dan langsung melakukan pengungkapan rumah salah seorang petani yang sedang dalam keadaan stroke," tambah Asep.
Tidak sampai di situ, mereka juga menyeret korban sejauh 10 meter hingga mengalami luka-luka, para petani yang mencoba menghentikan aksi pembongkaran tersebut pun tidak luput dari tindakan pengeroyokan pihak perusahaan hingga menemukan luka memar.
Pelapor juga menyampaikan akibat aksi pengrusakan tersebut, rumah korban hancur porak poranda yang terhitung sejak 2018, sebanyak 10 rumah petani anggota SPP Pangandaran. Pihak SPP Pangandaran meminta ada sikap tegas dari Pemerintah Daerah dan pihak keamanan.
tindakan yang dilakukan oleh PT PMB merupakan tindak kriminal dan melawan hukum, sebab perbuatan mereka tidak mengikat landasan hukum yang jelas.
Tanah yang telah digarap para petani tersebut dulunya merupakan Hak Guna Usaha atau HGU milik PT Perkebunan Nusantara Batulawang yang terlantar dan masa berlakunya berakhir pada tahun 1997.
“Sebelum masa berlaku Hak Guna Usaha atau HGU berakhir, pihak PT Perkebunan Nusantara melakukan peralihan aset secara sepihak kepada PT startrust sejak tahun 1997, Selanjutnya hingga 2001 menjadi Hak Guna Bangunan atau HGB,” jelas Asep.
Asep kemudian menjelaskan, pihak PT startrust kembali menggunakan aset tersebut hingga beralih kepada PT PMB, sementara para petani telah menggarap tanah seluas 18 hektar tersebut sejak 33 tahun yang lalu, tanah tersebut digarap oleh 65 rumah tangga tani yang telah menjadi pemukiman dan tanah pertanian.
Pada tahun 2017, SPP Pangandaran bersama Konsorsium Pembaruan Agraria atau KPA telah mengusulkan lokasi sebagai salah satu Lokasi Prioritas Reforma Agraria atau LPRA.
“Pihak SPP dan Mahasiswa Pejuang Reforma Agraria meminta Kepolisian melindungi para petani dan menjamin kondusifitas di wilayah konflik khususnya Desa Wonoharjo Kecamatan/Kabupaten Pangandaran,” ujarnya.
Masyarakat yang tergabung dalam SPP dan Mahasiswa Pejuang Reforma Agraria juga meminta DPRD Pangandaran untuk mengawal proses pelaporan yang diajukan dan membasmi premanisme dalam bentuk apapun di wilayah konflik pertanahan.
Selain itu juga meminta kepada DPRD Pangandaran, Kepolisian dan Kejaksaan untuk membentuk tim satuan tugas pemberantasan mafia tanah di Kabupaten Pangandaran.
"Kami DPRD Pangandaran saat ini telah membuat rancangan Rancangan Peraturan Daerah dan tahun ini akan ditetapkan sebagai Peraturan Daerah," pungkasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Rizal Dani |