Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Bandung: Fenomena Hujan Lokal Karena Awan Single Cell

TIMESINDONESIA, TASIKMALAYA – Fenomena hujan dengan skala sangat lokal lazim terjadi di musim kemarau, seperti yang terjadi di Kampung Margalaksana RT. 04 RW. 06 Kahuripan, Tawang, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat disebabkan oleh awan single cell.
Kepala Stasiun Geofisika Kelas I Bandung Dr. Teguh Rahayu, S.Kom, MM saat dihubungi melalui telepon selulernya mengatakan fenomena hujan seperti yang terjadi di Kampung Margalaksana disebabkan oleh awan single cell yang terbentuk di suatu area atau wilayah.
Advertisement
Awan hujan menurut Teguh biasanya bergerak di atas sebuah wilayah dan melepaskan kelembaban saat mereka pergi dalam bentuk hujan. Bangunan dan struktur lainnya dapat memblokir kejadian hujan sehingga menyebabkan hujan jatuh hanya di satu sisi jalan.
Selain itu, sudut matahari juga dapat mempengaruhi fenomena ini menyebabkan kelembaban menguap dari satu sisi sebelum memiliki kesempatan untuk jatuh sebagai curah hujan. Akibatnya, satu sisi dapat dilihat sebagai kering sementara yang lain basah.
Teguh menyebut ini adalah fenomena yang lazim di musim kemarau karena cahaya matahari juga dapat memainkan peran dalam skenario ini dengan menguap kelembaban dari satu sisi jalan.
"Ini berarti bahwa tidak ada hujan terjadi di sisi itu, dan di sisi lain yang tidak terpengaruh oleh cahaya matari, terjadi curah hujan, " terangnya, Minggu (6/8/2023)
Kecepatan dan arah angin juga menurutnya dapat menyebabkan hujan turun pada sudut yang berbeda, meningkatkan kemungkinan hujan yang lebih besar di satu sisi. Ada beberapa faktor yang menentukan di mana hujan akan turun. Namun, sisi mana yang akan hujan dapat bervariasi tergantung pada lokasi.
Urbanisasi memiliki dampak pada distribusi hujan di perkotaan. Kota cenderung ditutupi dengan banyak permukaan yang tidak mudah menyerap air, seperti jalan, bangunan, dan trotoar, mencegah air menembus tanah. Ini menyebabkan meningkatnya runoff dan pada akhirnya banjir di daerah yang lebih rendah sementara meninggalkan daerah lain kering.
Wilayah perkotaan juga lebih mungkin mengandung dalam menyerap panas, seperti dari beton dan aspal, yang kemudian menciptakan pulau panas (heat island). Tempat-tempat yang lebih hangat ini menyebabkan udara naik, menyebabkan peningkatan curah hujan di daerah tersebut dibandingkan dengan lingkungan pedesaan.
Melihat peristiwan fenomena ini, Teguh menghimbau agar masyarakat tidak perlu panik terkait dengam fenomena hujan dalam skala sangat lokal, karena hal ini lazim terjadi di musim kemarau seperti pada saat ini. Kondisi ini tidak berkaitan dengan prekursor bencana lain nya, dan mohon disikapi dengan tenang dan tidak panik.
Untuk lebih mengenal dan mengetahui tentang informasi yang akurat agar percayai berita yang berasal dari akun atau kanal resmi lembaga pemerintahan yang berwenang seperti BMKG, BPBD, dan Basarnas. Dan jangan mudah menyebarkan berita yang belum jelas asal usulnya.
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Irfan Anshori |
Publisher | : Rizal Dani |