Pegiat Lingkungan Dorong Pemerintah Minta Pertanggungjawaban Produsen Sampah Plastik

TIMESINDONESIA, TASIKMALAYA – Sejumlah pegiat lingkungan yang tergabung dalam Forum Penyelamat Sungai Ciwulan Tasikmalaya (Fortas Tai) mendorong pemerintah untuk meminta pertanggungjawaban kepada produsen sampah plastik yang saat ini menjadi permasalahan yang tak kunjung selesai di Kota Tasikmalaya.
Hal tersebut disampaikan para pegiat lingkungan saat berdiskusi menyoroti permasalahan sampah dengan Dinas Lingkungan Hidup Kota Tasikmalaya di sekretariat Fortas Tai, Jalan Pemuda, Yudanegara, Cihideung, Kota Tasikmalaya, Minggu (6/8/2023).
Advertisement
Para pegiat lingkungan mengamati pertumbuhan penduduk saat ini di Kota Tasikmalaya sanagt dinamis serta perubahan pola konsumsi masyarakat terus berdampak terhadap bertambahnya volume, jenis, dan karakteristik sampah, sedangkan pengelolaan sampah yang ditangani selama ini belum sesuai dengan metode dan teknik pengelolaan sampah yang berwawasan lingkungan sehingga menimbulkan dampak negatif terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.
Salah satu mahasiswi UPI Kampus Tasikmalaya yang masuk dalam relawan Fortas Tai Miranda (23) penanganan sampah plastik di Kota Tasikmalaya ia memandang masih memerlukan peningkatan penanganan yang lebih serius dari pemerintah, menurut Miranda TPS liar masih bertebaran di beberapa sudut kota, menjadi indikator yang akan memperburuk citra Kota Tasikmalaya yang memiliki julukan Kota Resik.
Dirinya mendorong agar Pemerintah Kota Tasikmalaya segera meminta pertanggungjawaban kepada produsen sampah platik, menurutnya para produsen besar sampah plastik seperti Unilever, Indofood dan Wings harus ikut bertanggungjawab atas sampah plastik yang ada di Kota Tasikmalaya, mengingat permasalahan sampah plastik di kota ini bukan saja ada di kebiasaan buruk masyarakat dalam budaya membuang sampah, tetapi faktor finasial juga menjadi hambatan dalam pengadaan sarana dan pra sarana pengolahan sampah.
“Produsen yang menghasilkan sampah harus bertanggung atas sampah yang mereka yang dihasilkan sebagaimana yang tertuang dalam UU Pengelolaan Sampah No. 18 Tahun 2008 yang disebut EPR atau Extendeed Produsen Responsibility atau tanggungjawab perusahaan atas sampah yang mereka hasilkan. Jadi mereka (produsen) harus membantu memberikan solusi atas masalah sampah khususnya sampah plastik seperti sachetkarena memiliki kategori sampah residu yang tidak bisa didaur ulang," terang Miranda yang akrab di sapa Bunglon.
Sementara itu Kapala Bidang Pengelolaan Sampah, Dinas Lingkungan Hidup Kota Tasikmalaya, Feri Atif Maulana mengakui permasalahan sampah masih banyak meninggalkan PR. Untuk armada pengangkut dari Tempat Pembuangan Sementara (TPS) ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Ciangir masih kekurangan di tambah sebagian alat berat yang ada di TPA kondisinya rusak.
“Ya idealnya sih armada itu minimal ditiap kelurahan ada satu unit armada sampah. Jadi kalau di Kota Tasikmalaya ada 69 kelurahan, ya armadanya minimal ada 69 unit. Tapi saat ini armada yang kita miliki hanya 35 unit itu pun kondisi unit kendaraannya tidak sehat semuanya,” terangnya.
Menyoal tentang Extendeed Produsen Responsibility (EPR) dari beberapa Perusahaan yang telah diatur sesuai UU Pengelolaan Sampah No. 18 Tahun 2008, Feri mengaku pihaknya belum melakukannya, tetapi saat ini sedang menyiapkan beberapa grand design format MoU ke pihak ketiga untuk dapat mendukung proses penanganan pengelolaan sampah.
“Saya apresiasi atas masukan dari Fortas Tai, memang Kota Tasik sampai saat belum ada perusahaan produsen sampah yang melalukan EPE. Saat ini kita baru menerima CSR dari Bank BJB Pusat. Kedepan pasti akan kita lakukan, apalagi disebagian wilayah masih belum bisa dilintasi armada truk sampah apala ketersediaan TPSnya,” jelas Feri.
Sementara itu salah mahasiswa STIA Tasikmalaya Syahril Asfari yang aktif di Unit Kegiatan Mahasiswa Pecinta Alam Kamapala STIA Tasikmalaya mengatakan permasalahan sampah telah menjadi permasalahan nasional sehingga pengelolaannya perlu dilakukan secara komprehensif dan terpadu dari hulu sampai ke hilir agar memberikan manfaat secara ekonomi, sehat bagi masyarakat, dan aman bagi lingkungan, serta dapat mengubah perilaku masyarakat.
Syahril Asfari yang akrab disapa Bata merasa prihatin permasalahan sampah di beberapa kota di Indonesia terus bermunculan seperti halnya temuan hasil penelitian Environmental Green Society dan Ecoton di Sidoarjo. Dirinya berharap dalam pengelolaan sampah diperlukan adanya kepastian hukum, kejelasan tanggung jawab dan kewenangan pemerintah, pemerintahan daerah, serta peran masyarakat dan dunia usaha sehingga pengelolaan sampah dapat berjalan secara proporsional, efektif dan efisien.
Memprihatinkan dengan kondisi permasalahan sampah di Indonesia, press release yang dikeluarkan oleh Ecoton per 4 Agustus kemarin menunjukkan hasil penelitian yang dilakukan anggota Komunitas Lingkungan Environmental Green Society menunjukkan bahwa mikroplastik telah mengontaminasi produk makanan komersil, yaitu tahu, di sentra industri tahu Sidoarjo. Tidak hanya itu, mikroplastik juga ditemukan di udara sekitar industri tersebut. Tingginya mikroplastik yang terakumulasi di lingkungan disebabkan oleh pembakaran sampah plastik.
"Sampah plastik yang dibakar di industri tersebut ternyata tidak sepenuhnya habis, melainkan terdegradasi secara termal dan melayangkan mikroplastik yang beterbangan di udara dan mengontaminasi produk di sekitarnya, termasuk tahu, kan itu sangat mengerikan,” pungkasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Rizal Dani |