Ini Alasan Hutan Pelangi di Bondowoso Masuk dalam Geopark Dunia

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Salah satu situs biologi Ijen Geopark Bondowoso yang kini menjadi bagian dalam Geopark dunia ataus UNESCO Global Geopark, yakni Hutan Pelangi.
Seperti diketahui, keanekaragaman biologi adalah perpaduan antara kekayaan jenis makhluk hidup yang meliputi 5 Kingdom dalam ilmu biologi, khususnya vegetasi tumbuhan dan hewan yang terdapat di dalam suatu ekosistem.
Advertisement
Biodiversity merupakan salah satu aspek penunjang Ijen Geopark karena sejarah perkembangan makhluk hidup di kawasan Kaldera Ijen.
Dimana sejak mulai dari awal letusan Gunung Ijen Purba hingga kondisi saat ini, dapat digambarkan melalui Biogeografi dan jenis-jenis vegetasi tumbuhan maupun hewan yang terdapat di kawasan ini.
Unsur biodiversity tersebut merupakan salah satu pilar penting yang dinamis bagi geopark karena dapat menggambarkan biodiversity alamiah yang terbentuk di kawasan Ijen.
Secara umum kawasan Ijen Geopark Wilayah Bondowoso terdapat 2 situs biologi yang khas. Yaitu Hutan Pelangi dan Kopi Bondowoso.
Adapun biosite Hutan Pelangi terletak di Kecamatan Sumberwringin, Kabupaten Bondowoso.
Hutan Pelangi adalah Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus (KHDTK) Sumberwringin seluas 23,6 Ha.
Hutan Pelangi juga sebagai pusat penelitian dan konservasi bagi beberapa jenis kelompok tanaman sejak Tahun 1939.
Nama Hutan Pelangi disesuaikan dengan karakteristik salah satu pohon eksotis yaitu Kayu Leda (Eucalyptus deglupta) yang tersebar di wilayah Maluku dan Papua.
Daya tarik gradasi warna-warni seperti pelangi pada batang kayu disebabkan oleh proses Oksidasi Kambium batang dengan Oksigen dan menghasilkan warna hijau, kuning, biru, jingga hingga coklat.
Eucalyptus Deglupta merupakan Tanaman Endemik Indonesia yang rentan di alam dan populasinya terus menurun akibat eksploitasi berlebihan di habitat aslinya(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |