Hari Wayang Nasional, Unper dan Padepokan Seni Giri Hurip Berupaya Bangkitkan Wayang Golek

TIMESINDONESIA, TASIKMALAYA – Wayang sebagai salah satu warisan budaya Indonesia yang telah diakui oleh UNESCO sebagai warisan dunia tak benda, saat ini menghadapi tantangan serius dalam menjaga eksistensinya. Inilah yang disadari oleh Universitas Perjuangan (Unper) Tasikmalaya.
Rektor Unper, Prof. Yus Darusman, mengungkapkan seni pertunjukan yang menggunakan boneka kayu sebagai media untuk menyampaikan cerita ini kini terancam meredup.
Advertisement
Pasalnya apabila akan menggelar pertunjukkan seni ini, harus melibatkan belasan personel yang didukung oleh alat yang banyak sehingga tak heran apabila seni pertunjukkan ini harus mengeluarkan dana yang tidak sedikit.
Wayang bukan hanya sekadar hiburan tradisional, tetapi juga memiliki nilai-nilai luhur yang mendalam. Menurut Prof. Yus, wayang merupakan seni budaya tertua di dunia, berasal dari India dengan cerita-cerita epik seperti Mahabrata dan Ramayana.
Beberapa tokoh wayang menggambarkan karakter orang dengan sifat-sifat jujur, berani, dan ksatria. Dalam pertunjukkan wayang, kita dapat mengekstraksi nilai moralitas dan nilai-nilai sosial budaya yang positif.
Rektor Universitas Perjuangan, Prof. Yus Darusman saat memberikan keterangan kepada TIMES Indonesia. (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)
"Wayang merupakan seni budaya paling tua di dunia, asalnya dari India dari kitab Mahabrata ramayana, dari beberapa tokoh wayang tersebut digambarkan karakter orang seperti sifat jujur, berani dan ksatria, jadi dalam pertunjukkan wayang dapat dipetik nilai moralitas dan sosial budaya yang positif," ungkap Prof. Yus kepada TIMES Indonesia
Prof. Yus juga menekankan pentingnya melestarikan warisan budaya ini, untuk menjaga dan merawatnya Kampus Universitas Perjuangan menurutnya memiliki visi yang tinggi terhadap kearifan lokal sebagai manifestasi kehidupan sosial manusia.
Oleh karena itu, dengan seni budaya wayang, diharapkan masyarakat dapat lebih memahami dan menghargai warisan budaya yang kaya akan nilai-nilai luhur, seperti moral, sosial, dan religius.
Perlu ada upaya bersama untuk menjaga dan menghidupkan kembali seni wayang, sehingga generasi muda pun dapat terus mewarisi dan menghargai kekayaan budaya Indonesia ini.
Dengan berbagai potensi yang dimilikinya, wayang memiliki potensi besar untuk tetap menjadi bagian penting dari budaya Indonesia dan memperkaya kehidupan sosial masyarakat.
Sementara itu dalang Muda Cevi Whiesa Manunggaling Hurip asal Kota Tasikmalaya menyebut kondisi padalangan di Kota Tasikmalaya khususnya, kayak hidup segan mati tak mau. Tidak ada ruang komunal yang benar-benar hidup, sekalipun ada Rumpun Pedalangan di DKKT rasanya pasif, bergerak hanya ketika ada anggaran.
Padalangan Kota Tasikmalaya juga sampai hari ini tidak tergabung ke dalam Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) yang padahal tahun 2000an Pepadi Tasikmalaya paling aktif di Jawa Barat.
Perhatian dari Pemkot dan pusat pun sepi, khususnya kami di Padepokan Seni Giri Hurip tidak pernah disentuh sama sekali dalam hal apapun itu. Padahal kebutuhan padepokan-padepokan padalangan di Kota Tasikmalaya kebanyakan sama, yaitu tempat dan alat.
Justru anehnya, bantuan-bantuan dari pemerintah terus-terusan jatuh ke padepokan yang sudah terbilang aman secara ekosistem dan kebutuhan.
Hal senada diungkapkan oleh Cevi Whiesa Manunggaling Hurip, seorang dalang muda asal Kota Tasikmalaya ia menyebut di Kota Tasikmalaya, khususnya, kondisi padalangan, tempat pertunjukan wayang golek, terlihat lesu.
"Padalangan saat menggambarkan situasi "kayak hidup segan mati tak mau." Tidak ada ruang komunal yang benar-benar hidup, dan Rumpun Pedalangan di DKKT terasa pasif, hanya bergerak ketika ada anggaran,"ungkap Cepi kepada TIMES Indonesia (7/11/2023) malam
Padalangan Kota Tasikmalaya menurut Cevi belum tergabung dalam Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi), padahal menurutnya Pepadi pada tahun 2000-an dulu sangat aktif .
"Upaya dari Pemerintah Kota dan pemerintah pusat juga terkesan minim, terutama untuk Padepokan Seni Giri Hurip. Bantuan-bantuan dari pemerintah cenderung lebih tertuju pada padepokan yang sudah aman secara ekosistem dan kebutuhan,"terangnya
Menurutnya saat ini penikmat wayang golek masih didominasi oleh usia 30-70 tahun, sedangkan generasi milenial dan Z masih minim terlibat. Cevi berpendapat bahwa perlu adanya sosialisasi yang lebih menyentuh kalangan milenial dan Z, terutama mereka yang masih bersekolah.
WAYANG GOLEK ASUP SAKOLA
Menghadapi tantangan ini, pegiat seni wayang golek yang bernaung di Padepokan Seni Giri Hurip Tasikmalaya berinisiatif untuk melahirkan gerakan sosialisasi wayang golek di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi dengan nama Wayang Asup Sakola.
Cevi berharap dengan Gerakan Wayang Asup Sakola ini merupakan sebuah upaya nyata dalam melestarikan seni wayang golek di Indonesia, khususnya di Kota Tasikmalaya.
Gerakan ini telah menurutnya sudah dimulai sejak tahun 2022 dan memiliki garis besar konsep sebagai berikut:
- Sosialisasi berlaku untuk SD/MI, SMP/MTS, SMA/MAN, Universitas/Institute, Pesantren, Sekolah Agama Non Muslim, Panti Asuhan, dan instansi pendidikan lainnya.
- Sosialisasi dapat dilakukan di dalam atau di luar kelas sesuai izin kepala atau pimpinan sekolah.
- Durasi maksimal sosialisasi adalah 45 Menit.
- Dalang bersama tim membawa beberapa tokoh wayang golek.
- Sosialisasi dilakukan secara gratis, tanpa memungut biaya apapun.
- Dalang menjelaskan sejarah, fungsi, tokoh, cerita, serta sekilas praktek memainkan wayang golek. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Sholihin Nur |