Peristiwa Daerah

Sejarah Hari Pahlawan 10 November, dari Tewasnya Jenderal Mallaby hingga Resolusi Jihad

Jumat, 10 November 2023 - 22:38 | 65.99k
Bung Tomo membakar semangat juang arek-arek Surabaya. (FOTO: Wikipedia/Alex Mendur (also Alex Mendoer) Uploaded by fr:Utilisateur:Inconnu - Nanyang Post, No. 14. February 1947.)
Bung Tomo membakar semangat juang arek-arek Surabaya. (FOTO: Wikipedia/Alex Mendur (also Alex Mendoer) Uploaded by fr:Utilisateur:Inconnu - Nanyang Post, No. 14. February 1947.)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Tanggal 10 November bukan hanya sekedar angka dalam kalender, namun setiap detiknya memiliki makna perjuangan yang mendalam. Setiap tahun, tanggal 10 November diperingati sebagi Hari Pahlawan di Indonesia, sebuah momen penting untuk mengingat jasa-jasa para pejuang yang gigih mempertahan kemerdekaan RI.

Peringatan ini memberikan kesempatan untuk menelusuri sejarah dan menggali kisah-kisah pahlawan yang memiliki pengaruh besar dalam membentuk nasib bangsa.

Advertisement

Berdasarkan Surat Keputusan Presiden No. 319 Tahun 1959 yang ditandatangani oleh Presiden Soekarno, bahwa tanggal 10 November ditetapkan sebagai peringatan Hari Pahlawan Nasional Indonesia.

Lalu bagaimana sejarah atau latar belakang peristiwa 10 November? Berikut ulasan  sejarahnya.

Dikutip dari buku Ensiklopedia Pahlawan 3: Semangat Pahlawan Pembela Kemerdekaan Indonesia. Peristiwa heroik mempertahankan kemerdekaan dipicu aksi pendaratan tentara Inggris.

Tentara Sekutu (Inggris) yang tergabung dalam Allied Forces Netherland East Indies (AFNEI) pertama kalinya mendarat di Kota Surabya tanggal 25 Oktober 1945. Pendaratan pertama ini dipimpin oleh Brigadir Jenderal A.W.S Mallaby.

Setelah dua hari di Surabaya, Inggris mulai menyerbu penjara Republik Indonesia untuk melakukan pembebasan perwira Sekutu dan Pegawai RAPWI (Relief of Alleid Prisoner of War and Internees). Tentara Sekutu berhasil menguasai tempat penting seperti Gedung Bank Internatio, Kantor pos besar, dan Pangkalan Udara Tanjung.

Pertempuran di Kota Surabaya meluas ke seluruh kota. Inggris menyerang dengan menggunakan peralatan perang lengkap. Para pemuda berusahan untuk mengepung dan menyerang gedung tersebut. 

Tewasnya Jenderal A.W.S Mallaby

Pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Letnan Kolonel A.W.S. Mallaby memasuki kota ini pada tanggal 25 Oktober 1945 dengan tujuan melucuti tentara Jepang sesuai dengan ketentuan Perjanjian Yalta.

Namun, misi ini segera terhambat oleh perlawanan sengit dari pasukan Indonesia, yang menolak menyerahkan senjata-senjata yang sebelumnya telah dirampas dari pasukan Jepang.

Salah satu insiden berdarah terjadi pada 30 Oktober 1945 di dekat Jembatan Merah, Surabaya. Sebuah mobil Buick yang ditumpangi oleh Letnan Kolonel Mallaby dicegat oleh pasukan Indonesia ketika hendak melintasi jembatan.

Kontak senjata tak terelakkan, memicu baku tembak sengit antara kedua belah pihak. Tragisnya A.W.S. Mallaby tertembak pistol oleh seorang pemuda Indonesia yang sampai sekarang belum diketahui identitasnya. 

Kematian Mallaby tidak hanya diakibatkan oleh tembakan, namun juga oleh ledakan granat yang merusak mobil yang ia tumpangi. Akibatnya, jenazah Mallaby sulit dikenali karena terbakarnya mobil tersebut. 

Puncak Pertempuran Surabaya

Pada 9 November 1945, Pengganti Mallaby, Mayor Jenderal E.C. Mansergh, segera merespons dengan mengultimatum pemuda Surabaya. Isi ultimatum tersebut: “Rakyat Surabaya supaya menyerahkan senjata kepada Inggris selambat-lambatnya pukul 06.00, 10 November 1945. Apabila tidak dilaksanakan Surabaya akan digempur baik dari darat, laut, maupun udara.”

Ultimatum tak dihiraukan para pemuda. Rakyat Surabaya bertekad mempertahankan Kota Surabaya sampai titik darah terakhir. Setelah batas ultimatum habis, Kota Surabaya digempur oleh tentara Inggris. Kota Surabaya diserang baik dari darat, laut, maupun udara.

Salah satu pemimpin arek-arek Surabaya adalah Bung Tomo. Bung Tomo membakar semangat para pejuang Surabaya untuk menggempur musuh. Karena persenjataan tidak seimbang, banyak rakyat Surabaya gugur, sekitar 20.000 rakyat Surabaya menjadi korban. Pejuang Indonesi akhirnya kalah, Kota Surabaya jatuh ke tangan Inggris.

Munculnya Resolusi Jihad KH Hasyim Asy’ari

Pertempuran Surabaya tak lepas dari resolusi jihad yang dicetuskan oleh KH Hasyim Asy’ari yang dicetuskan pada 22 Oktober 1945.

Seruan Resolusi Jihad bertujuan untuk membangkitkan semangat rakyat Indonesia, terutama di kalangan kiai dan santri, dalam mempertahankan kemerdekaan yang hendak direbut kembali oleh para penjajah.

Keputusan jihad ini diambil sebagai respons terhadap kembalinya pasukan Inggris ke Indonesia, yang datang dengan dukungan Netherlands Indies Civil Administration (NICA). 

Awal mula resolusi jihad ini bermula ketika Presiden RI Pertama, Soekarno, mengirim utusan kepada KH Hasyim Asy'ari untuk menanyakan hukum dalam agama Islam mengenai membela tanah air dari ancaman penjajah.

Pada tanggal 21-22 Oktober 1945, KH Hasyim Asy'ari mengumpulkan perwakilan dari berbagai cabang Nahdlatul Ulama (NU) di seluruh Jawa dan Madura di Surabaya untuk membahas hukum agama Islam terkait membela tanah air. 

Hasil pertemuan tersebut adalah munculnya Resolusi Jihad yang menetapkan kewajiban untuk membela tanah air melawan NICA. Resolusi Jihad ini menjadi pemicu bagi kiai dan santri untuk melawan penjajah, membawa semangat perlawanan mereka hingga mencapai puncak pada 10 November di Surabaya.

Ratusan santri dari Pulau Jawa dan Madura berkumpul dan berjuang di Surabaya, datang dari berbagai daerah seperti Cirebon di bawah pimpinan Kiai Abas Buntet hingga santri Kediri yang dipimpin oleh Kiai Mahrus Ali Lirboyo. 

Meskipun hanya bersenjatakan peralatan sederhana seperti bambu runcing dan benda tajam lainnya, semangat untuk membela bangsa dan menjaga kemerdekaan Indonesia begitu kuat di dalam hati mereka.

Dalam konteks Pertempuran 10 November 1945, Resolusi Jihad disebarkan oleh Bung Tomo melalui pidato-pidatonya. Wacana Resolusi Jihad sampai kepada Bung Tomo dengan berbagai cara. Bung Tomo merupakan seorang yang dekat dengan kalangan NU, seperti KH. Hasyim Asy’ari dan putranya, KH. Wahid Hasyim.

Sebagai bahan refleksi mengenai makna Hari Pahlawan, penting bahwa Pertempuran hebat pada 10 November 1945 memiliki keterkaitan erat dengan peristiwa sebelumnya. Salah satu elemen yang mencolok adalah ketentuan dalam Resolusi Jihad NU yang mengharuskan umat Islam untuk bersiap menggunakan senjata dalam melawan upaya penjajahan Belanda dan sekutunya yang berambisi menguasai kembali Indonesia.

Pertempuran Surabaya pada 10 November 1945 itu merupakan peristiwa sejarah penting. Oleh sebab itu, 10 November diperingati sebagai Hari Pahlawan.

Selain Bung Tomo ada beberapa tokoh penting lain yang terlibat dalam Pertempuran 10 November ini , antara lain Raden Mas Tumenggung Ario Soerjo (Gubernur Suryo), Mayjen Sungkono (Komandan BKR Kota Surabaya), KH Hasyim Asy’ari (Pendiri Nahdlatul Ulama), Moestopo, Soegiarto, HR Mohammad Mangoendiprodjo, Muriel Stuart Walker, Abdul Wahab Saleh (fotografer momen 10 November 1945).

Nah itulah penjelasan terkait peristiwa 10 November, dengan memeringati Hari Pahlawan, kita menghormati warisan perjuangan dan mengetahui makna mendalam di setiap tanggal 10 November(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES