Kemarau Panjang, Penderes di Banyuwangi Keluhkan Hasil Air Nira Menurun

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Kabupaten Banyuwangi masih terbelenggu oleh kemarau panjang yang terus menggelayuti wilayah tersebut, menimbulkan dampak terutama bagi para petani gula kelapa. Mereka, yang sangat bergantung pada air nira sebagai bahan baku utama untuk produksi gula merah, kini menghadapi tantangan besar dalam menjaga kelangsungan usaha mereka.
Para petani gula kelapa, yang dikenal sebagai penderes, kini merasakan kesulitan besar dalam mengumpulkan air nira kelapa. Proses penyadapan air nira mengalami penurunan yang signifikan karena pohon kelapa tidak mampu menghasilkan cairan sebanyak yang diperlukan. Penyusutan produksi air nira ini secara langsung berdampak pada kuantitas dan kualitas gula merah yang dihasilkan.
Advertisement
Ketidakseimbangan antara usaha keras para petani dalam mengumpulkan bahan baku dengan hasil produksi yang menurun menciptakan situasi ekonomi yang sulit bagi mereka. Pendapatan para petani menurun karena produksi gula merah yang terus berkurang, memberikan pukulan telak pada ekonomi lokal secara keseluruhan.
Selain itu, situasi ini juga memunculkan ketidakpastian terkait ketahanan pangan di wilayah tersebut. Gula merah, sebagai komoditas utama, memiliki peran vital dalam menyokong pangan lokal dan menyumbangkan pendapatan utama bagi banyak keluarga petani.
Dengan menurunnya produksi gula merah, ketersediaannya di pasar lokal pun menurun, menciptakan ketidakstabilan ekonomi serta masalah-masalah lainnya.
Seperti apa yang dikeluhkan oleh penderes nira kelapa asal Dusun Krajan Baru, Desa Wonosobo, Kecamatan Srono, Banyuwangi, Edi Susianto, yang menyebut menurunnya produksi air nira kelapa ini terjadi sejak kemarau yang panjang.
Penderes nira lain sedang mengumpulkan hasil air nira kelapa. (FOTO: Anggara Cahya/TIMES Indonesia)
“Jadi pohon kelapa tidak bisa menghasilkan air nira secara maksimal karena kekurangan udara, dan semua menjadi kering,” keluh Edi, Selasa (21/11/2023).
Untuk yang terjadi pada saat kemarau panjang ini, Edi Susianto yang biasa disapa Edi itu mengatakan, satu pohon kelapa hanya bisa menghasilkan air nira paling banyak sekitar satu hingga dua liter saja. Padahal jika produksi normalnya air nira yang dihasilkan maksimal bisa mencapai lima liter per pohon kelapa.
Padahal setiap harinya, Edi dan teman sejawatnya harus naik dan turun sampai 27 pohon kelapa yang tingginya lebih dari 20 meter. Menjadikan semua itu kurang sepadan dengan tenaga yang dikeluarkan.
“Jika ditotal paling sedikit hanya bisa menghasilkan sebanyak 30 liter air nira saja, padahal naiknya butuh nyali dan usaha yang tinggi,” ucap Edi.
Kemarau panjang yang mempengarui hasil produksi air nira kelapa tersebut akhirnya juga berimbas pada pembuatan gula merah. Edi menjelaskan, untuk membuat sebanyak 20 kilogram gula merah, dibutuhkan air nira kurang lebih 75 liter.
Oleh sebab itu, dengan air nira kelapa yang didapatkan hanya sedikit, produksi gula merah pun juga ikut menyusut.
“Sudah harga gula merah turun, produksinya nira dan gula juga turun,” keluh Edi.
Merasa senasib dengan apa yang dirasakan Edi, penderes nira kelapa lain dikebun yang sama, Erwanto juga ikut mencurahkan keresahanya, ia menambahkan, tantangan menjadi penderes nira kelapa ini biasanya juga terjadi pada saat musim angin dengan iklim atau cuaca yang buruk.
Pasalnya, apabila sedang memanjat pohon kelapa setinggi lebih dari 20 meter, pada cuaca yang sedang buruk maupun angin yang lagi kencang itu, apabila tidak berhati-hati dalam memanjat dan memilih pijakan, bisa mengakibatkan terpeleset dan jatuh.
“Kalau terjadi angin kencang, harus hati-hati dalam memilih pijakan agar tidak terpeleset dan jatuh,” jelasnya.
Lebih-lebih, Bila cuaca buruk, masih Erwanto, biasanya turun hujan deras yang disertai petir. Bila kondisi yang terjadi seperti itu, maka penderes nira kelapa tidak ada yang berani memanjat pohon kelapa, karena risiko yang ditimbulkan juga tinggi.
“Pohon kelapa tingginya sekitar 20 meter lebih, sangat berisiko disambart petir,” pungkas Erwanto. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |