Memaknai Rencana Pemasangan Chattra di Borobudur, Simbol Spiritualitas dan Perlindungan

TIMESINDONESIA, MALANG – Pemasangan Chattra atau payung di puncak Stupa Candi Borobudur bagi umat Buddha memiliki makna filosofi spiritual, pelindung sekaligus penyempurnaan akan keagungan candi Buddha. Sebab itu, sangat penting memaknai chatra tidak hanya dari sudut pandang arkeologi semata, namun juga dalam perspektif spritualitas agama Buddha.
Hal tersebut menjadi penekanan dalam simposium Dialog Borobudur yang merupakan rangkaian acara Borobudur Writers and Cultural Festival di kampus Universitas Negeri Malang. Acara yang digelar, Sabtu (25/11/2023) dengan tema “Chattra dalam Sudut Pandang Teologi Buddhis & Arkeologi” menghadirkan tiga pemateri.
Advertisement
Pemateri pertama adalah Banthe Budi Utomo, Ph. D (Y.M Ditthisampano Thera). Saat ini, Bante Ditthisampanno Thera menjabat sebagai dosen di STIAB Smaratungga sejak tahun 2004 dan pernah menjabat sebagai Dekan Dharma Achariya di STIAB Smaratungga dari tahun 2011 hingga 2013.
Ia juga telah menjadi Ketua STIAB Smaratungga dari tahun 2013 hingga 2022 serta Wakil Ketua Bidang Hubungan dan Kerjasama di STIAB Smaratungga sejak tahun 2022.
Arkeolog Ismijono Hadi memaparkan proses pemugaran Candi Borobudur dalam simposium Dialog Borobudur dengan tema “Chattra dalam Sudut Pandang Teologi Buddhis & Arkeologi”, Sabtu (25/11/2023). (Foto: Wahyu Nurdiyanto/TIMES Indonesia)
Pemateri kedua adalah Ismijono Hadi yang telah berkontribusi secara luar biasa dalam melestarikan warisan budaya Indonesia, salah satunya menjadi anggota tim Pemugaran Candi Borobudur II (1973-1983).
Pemateri ketiga adalah Stanley Khu yang merupakan Editor Lamrinesia sekaligus Dosen Antropologi dari Universitas Diponegoro. Dialog ini dimoderatori oleh Bhikkhu Santacitto Sentot, Ph.D dari STAB Kertarajasa, Batu-Malang.
Banthe Budi Utomo menjelaskan, Chattra merupakan semacam penutup yang berada di stupa paling atas Candi Borobudur. Chatra berbentuk seperti payung itu saat ini belum dipasang dan masih disimpan di Museum Karmawibhangga Taman Wisata Candi Borobudur.
"Chattra adalah payung atau pelindung. Simbol dalam Chattra melambangkan kesatuan-kesatuan unsur scara spriritual memberikan penguatan dan keyakinan bagi umat Buddha," terangnya.
Banthe Budi Utomo menegaskan, Chattra sebagai simbol dari tingkatan kesucian dan soal penghayatan nilai-nilai dalam ajaran Buddha.
Karena itu, keinginan untuk melihat Chattra terpasang di atas stupa induk Borobudur untuk lebih mengagungkan lagi status Candi Borobudur sebagai tempat suci umat Buddha di seluruh dunia.
"Kami umat Buddha tentunya mendorong pemasangan Chattra di candi Borobudur karena umat Buddhis yang melihat sebuah stupa dinaungi chattra akan memampukan dirinya untuk mengaitkan simbolisasi nilai-nilai Buddha," ucapnya.
Dalam simposium yang dihadiri akademisi, pemerhati budaya, arkeolog dan mahasiswa ini, Banthe Budi Utomo juga memaparkan ragam dan filosofi Chattra sebagai pelindung dan penyatuan unsur-unsur alam serta keberadaan Chattra di berbagai negara, seperti di Thailand, India, dan Myanmar.
"Yang tidak kalah penting aspek spiritualis dari Chattra itu, yang merupakan mahkota candi, dan akan menambah kesempurnaan candi," ucapnya.
Dukungan pemasangan Chattra juga muncul dari Stanley Khu. Dosen antropologi Universitas Diponegoro Semarang ini menekankan pentingnya pemasangan Chattra di Candi Borobudur.
Menurutnya, Chattra atau payung mempunyai perspektif filosofi spiritualitas yang sangat mendalam. Dalam hal ini, Candi Borobudur sebagai sebuah mandala tak akan terpisahkan dari elemen chatra atau payung mulia tersebut.
Eksistensi chattra pada sebuah stupa bukanlah soal simbol atau estetika di atas stupa karena stupa adalah perlambang batin tercerahkan Buddha.
"Chattra adalah soal penghayatan nilai-nilai dalam ajaran Buddha," tegasnya.
Menurutnya, Chattra sebagai perwujudan konkret dari nilai-nilai Buddhis. Dan apabila dipasang di stupa utama Candi Borobudur juga bisa menjadi penguat keyakinan bagi umat Buddha.
Sementara itu, arkeolog Ismijono Hadi, salah satu anggota tim Pemugaran Candi Borobudur II (1973-1983) menjelaskan, keberadaan Chattra di Candi Borobudur memang menjadi polemik tersendiri.
Namun, menukil catatan sejarah pemugaran candi yang ada di Magelang, Jawa Tengah ini, Chattra pernah terpasang di stupa utama di Candi Borobudur.
Candi Borobudur yang telah ditetapkan sebagai Warisan Budaya Dunia oleh UNESCO pada tahun 1991 mengalami pemugaran pertama pertama pada tahun 1907-1911 oleh pemerintah Hindia-Belanda dengan dipimpin oleh teknisi sipil militer bernama Theodor Van Erp.
Ketika itu, Theodor Van Erp memasang Chattra pada proses akhir pemugaran.
"Namun pada akhirnya Chattra tersebut dilepas atau tidak dipasang lagi," ucapnya.
Ismijono tidak bisa memastikan mengenai alasan pencopotan Chattra tersebut. Namun dalam ilmu arkeologi, Chattra yang dipasang oleh Theodor Van Erp terbuat dari batu lama candi yang dikondisikan menjadi Chattra.
Sedangkan pada pemugaran kedua pada tahun 1973 sampa 1983, Chattra juga tidak dipasang.
Meski demikian, Ismijono membuka ruang diskusi apabila pemasangan Chattra tetap dilakukan di stupa utama Candi Borobudur khususnya pada aspek kemanfaatan bagi umat Buddha.
Sebelumnya, pada 21 Juli 2023, Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas mengatakan bahwa Chattra Borobudur akan segera dipasang saat menyampaikan keterangan pers seusai Rapat Koordinasi Nasional Pengembangan Lima Destinasi Pariwisata Super Prioritas di Magelang, Jawa Tengah.
"Tadi disepakati bahwa Chattra Borobudur akan segera dipasang. Ini menjadi kabar baik bagi umat Buddha dan menjadi daya tarik bagi wisatawan dunia," katanya. "Nah, kalau Chatra itu dipasang maka Borobudur ini akan menjadi semakin agung dan lengkap. Saya berharap kabar ini juga dapat menjadi kabar baik bagi umat Buddha."
Saat ini Chattra masih disimpan di Museum Karmawibhangga Taman Wisata Candi Borobudur. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |