Peristiwa Daerah

Menyingkap Pentingnya Riset dalam Sastra Indonesia

Senin, 27 November 2023 - 21:04 | 26.53k
Pembukaan moderator Prof. Djoko sebelah kiri kepada pembicara Kurnia Effendi (tengah) dan Triyanto Triwikromo (kanan). Minggu (26/11/2023) (Foto: Yovika Indrisani/TIMES Indonesia)
Pembukaan moderator Prof. Djoko sebelah kiri kepada pembicara Kurnia Effendi (tengah) dan Triyanto Triwikromo (kanan). Minggu (26/11/2023) (Foto: Yovika Indrisani/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, MALANG – Dialog Sastra 2 “Pentingnya Riset Dalam Penulisan Prosa” menjadi rangkaian acara Festival ke-12 Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2023 yang digelar di Universitas Negeri Malang, Minggu (26/11/2023).

Pada Dialog Sastra 2 menghadirkan dua penulis terkenal Indonesia, Triyanto Triwikromo (penulis novel Pertempuran Lain Dropadi) dan Kurnia Effendi (Penulis Novel Pangeran Dari Timur). Diskusi ini dipandu oleh moderator Prof. Dr.Djoko Saryono, Dosen Sastra Indonesia Universitas Negeri Malang.

Sesi pertama Triyanto Triwikromo, membahas materi yang berjudul “Seni Melesapkan Riset Dalam Sastra”. Ia menekankan bahwa penulisan tentang Drupadi di Mahabharata hanya mencakup 10% dari keseluruhan proses.

Dialog-Sastra.jpg

Triyanto Triwikromo dalam acara Dialog Sastra 2 “Pentingnya Riset Dalam Penulisan Prosa” yang menjadi bagian Borobudur Writers and Cultural Festival (BWCF) 2023. (FOTO: Yovika Indrisani/ TIMES Indonesia) 

“Dalam cerita Mahabharata penulisan tentang Drupadi hanya 10% maka dari itu saya meriset dan menulis sebuah karya sastra tentang Drupadi untuk melengkapi 90% yang belum ada”, jelasnya.

Bagi Triyanto Triwikromo, sastra bukan sekadar turun dari langit, melainkan sastra adalah saksi jaman yang merefleksikan realitas yang ditata menjadi sebuah karya baru. Triyanto juga mengangkat isu perihal "Ada".

Dialog-Sastra-2.jpg

“Setiap karya sastra, juga prosa, meminjam ungkapan Heidegger, tak boleh berada di dalam situasi "kelupaan akan ada". Dengan kata lain mesti muncul "ada" di dalam prosa,” terang Triyanto.

 Ia juga menjelaskan tentang penjelajahan penulisan karya sastra. Eksplorasi diri, penjelajahan novel, dan semangat zaman adalah elemen-elemen penting yang ia serukan dalam suatu penulisan.

Triyanto Triwikromo berpendapat sastra menerjemahkan dengan bahasa imaginer, karya sastra menyampaikan perasaaan, karya sastra menyajikan sejarah sesuai imajinasi pengarang. Sastrawan tidak perlu pertanggung jawaban tentang karyanya.

Di sisi lain, Kurnia Effendi, penulis novel "Pangeran dari Timur"memberikan penekanan pada riset sebagai kebutuhan utama dalam penulisan. Novel yang ia tulis berlatar dari kesedihan Raden Saleh, lalu terciptalah karya novel ini.

Pangeran dari Timur menceritakan tentang Raden Saleh, pelukis ternama Indonesia yang sosoknya penuh kontroversi. Di satu sisi dia dianggap sebagai pelukis priyayi dan prokolonialisme, tetapi disisi lain dia juga turut membangun sejarah seni rupa di Indonesia.

Raden Saleh, keponakan seorang bupati, mengecap kehidupan yang sangat nyaman dan bergelimang kemewahan di Eropa dengan dibiayai oleh Negeri Belanda. Selang satu abad, kalangan ningrat yang diistimewakan terutama dari kalangan intelektual; wartawan, arsitek, kurator, dan profesi sejenis yang kiprahnya bisa dimanfaatkan oleh bangsa Belanda.

Dalam materinya yang berjudul “Riset: Sukai dan Kuasai”, Kurnia Effendi menyebutkan bahwa kebutuhan riset bisa bersifat kecil-kecilan atau besar-besaran, berdasarkan pengalaman atau pencarian, dan melibatkan hal-hal yang disukai serta meninggalkan zona nyaman.

Effendi menegaskan empat tujuan utama cerita dengan riset “meyakinkan cerita, menghindari anakronisme dan plot hole, menghilangkan kisah yang tidak perlu, dan melibatkan pembaca,” jelas Effendi sang penulis novel kondang ini.

Metode riset yang diterapkan ada beberapa yakni mencakup kepustakaan, wawancara narasumber, kunjungan lokasi napak tilas, indrawi langsung, dokumentasi, Pendampingan ahli/pakar. Kurnia Effendi juga menjelaskan teknik riset seperti, menyisipkan,.menjahit antar fakta dan fiksi, pilih yang ikonik (tidak klise,umum dan basi), mewajarkan, melazimkan, dalam narasi dan dialog, tidak prefer referensi, sebar ke banyak bagian atau bab.

Kurnia Effendi menegaskan, “Dengan kekayaan data, tulisan kita bernilai, ciptakan sudut pandang baru, tidak hanya menulis yang kita suka, tetapi kita kuasai. Tulisan kita adalah warisan, jejak, bukti kehadiran, kebiasaan riset menunjukan kesungguhan dalam berkarya.”

Dalam sesi tanya jawab,  diskusi ini membahas peran riset dalam dunia sastra dan novel, serta bagaimana riset ilmiah dapat memperkaya kedua bidang tersebut.

Effendi menambahkan bahwa terdapat dua macam novelis sejarah, yakni akademisi dan ilmuwan.

Triyanto menekankan bahwa menulis novel berarti menata ulang, menciptakan sesuatu yang baru, dan validitasnya tergantung pada sudut pandang yang diilustrasikan

Diskusi diakhiri dengan pernyataan moderator Prof.Dr.Djoko Saryono bahwa dunia fiksi sastra dan ilmiah semua saling membutuhkan. Sejarah yang hidup, menurut mereka, bukanlah sejarah yang dingin.

Secara keseluruhan, diskusi ini menggarisbawahi bahwa baik fiksi sastra maupun riset ilmiah saling membutuhkan dan melengkapi satu sama lain, membentuk suatu kesatuan yang hidup dan dinamis dalam menciptakan karya-karya yang berarti. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES