Kisah Inspiratif Petani Bawang Probolinggo Terapkan Electrifying Agriculture

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Cahaya lampu terang menyinari lahan pertanian milik warga di Kecamatan Dringu, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur. Lampu-lampu tersebut dipasang dengan jarak tertentu untuk menstimulasi pertumbuhan tanaman, sekaligus menangkal serangga dan hama di malam hari. Pemanfaatan teknologi untuk pertanian itu biasa dikenal sebagai electrifying agriculture.
Sunardi (47), pemilik lahan yang kami datangi menyambut dengan senyum hangat dari pematang. Sambil memberikan gestur menunggu, ia segera menyelesaikan putarannya dan menghampiri kami.
Advertisement
Electrifying Agriculture adalah program yang digagas PT PLN (Persero) untuk mendorong sektor pertanian menjadi lebih maju dan modern. Program ini berhasil meningkatkan produktivitas mencapai 3 kali lipat dan efisiensi biaya operasional sebesar 60 persen.
Sunardi merupakan salah satu dari petani yang mulai menerapkan program itu di lahan pertanian bawang miliknya.
“Probolinggo adalah salah satu penghasil bawang terbesar, disini juga ada Pasar Bawang. Tentu, efektivitas dan produktivitas adalah kunci bagi petani bawang disini. Itulah alasan awal saya mulai pakai penerangan lahan,” jelasnya kepada TIMES Indonesia.
Terhitung sudah hampir 5 bulan lamanya, Sunardi dan beberapa petani lain beralih ke pemanfaatan alat dan mesin pertanian (alsintan) berbasis listrik. Dengan masa budidaya bawang merah di kisaran 50-70 hari, dua panen yang telah dilakukan diakui memberikan produktifitas lebih baik daripada sebelumnya.
“Bawang ini kan tergolong cepat, 2 bulan sudah bisa panen. Tapi, budidayanya juga besar. Ongkos bajak, jaring, obat dan kebutuhan lain biayanya cukup besar. Tapi, sejak pakai listrik biayanya bisa ditekan dan produktivitas lumayan bertambah,” beber Sunardi.
Sebelum memanfaatkan alsintan berbasis listrik dan lampu penerangan, Sunardi menuturkan, petani bawang Probolinggo biasa menggunakan jaring untuk menangkal hama dan menjaga pertumbuhan bawang.
“Itu lumayan biayanya, Mas. Apalagi habis panen biasanya beli jaring baru karena rusak akibat hama ataupun cuaca,” kata Sunardi.
Pemanfaatan lampu penerangan untuk pertanian bawang itu dinilai lebih efisien dan dapat menangkal hama sekaligus mendorong pertumbuhan tanaman. Pemanfaatan lampu penerangan di lahan pertanian bawang itu ditujukan untuk menarik hama agar tidak mendekat ke tanaman.
Selain itu, cahaya lampu di malam hari juga dijadikan sebagai stimulus pertumbuhan tanaman di malam hari.
“Intinya itu mendorong fotosintesis begitu, kata dinas waktu sosialisasi. Kita coba dan ternyata berhasil, produktivitas bertambah,” ucap petani bawang Probolinggo itu.
Haerul Anam (36), petani Bawang lain yang ditemui tim TIMES Indonesia mengungkapkan hal senada. Anam, begitu sapaan akrabnya, mengatakan, pemanfaatan lampu penerangan untuk tanaman bawang dinilai lebih efisien untuk biaya operasional.
“Selisihnya lumayan, Mas. Kalau pakai jaring kan harus ganti setiap panen, biayanya juga lumayan. Kalau pakai lampu lebih murah, bisa dipakai jangka panjang juga,” jelasnya.
Trend peralihan dari metode tradisional seperti jaring ke metode modern untuk tanaman Bawang Merah diakui mulai banyak diterapkan petani di Probolinggo.
Biaya operasional yang lebih efisien dan efektifitasnya menangkal serangga dan hama membuat elektrifikasi banyak diterapkan petani.
“Bahkan, petani baru kebanyakan langsung pakai listrik. Pakai lampu semua. Apalagi pemasangan listrik kan mudah, biaya beli kabel dan beli jaring juga tidak beda jauh,” ungkap Anam.
Cahaya terang lampu di malam hari mampu menarik lebih banyak serangga sehingga tidak mendekati tanaman bawang.
“Nah, biasanya juga diberi perangkap di bawah lampu untuk menangkap serangga dan hama. Bisnis bawang ini untungnya besar, tapi modalnya juga besar, jadi kalau sudah kena penyakit atau hama pusingnya luar biasa,” imbuh petani muda Bawang Merah itu sembari tertawa.
Melansir publikasi resmi Badan Pusat Statistik (BPS) Jawa Timur, Petani bawang merah setiap panen dapat menghasilkan produksi rata-rata Rp 118,50 juta/hektare. Menawarkan profit yang besar, bawang juga membutuhkan biaya operasional tidak sedikit.
BPS Jawa Timur mencatat, biaya operasional yang dibutuhkan setiap musim tanam bawang merah rata-rata Rp 68,70 juta/hektar.
Biaya operasional terbesar digunakan untuk pengadaan benih dengan rata-rata biaya 44,64 persen dari total keseluruhan.
Biaya operasional lainnya adalah perawatan dan penanganan hama yang bisa mencapai 27,06 persen dari total keseluruhan.
Dengan pemanfaatan alsintan listrik dan modernifikasi pertanian melalui Electrifying agriculture, efisiensi biaya operasional dapat ditekan hingga 60 persen dan produktivitas meningkatkan 3 kali lipat.
Electrifying Agriculture: Pertanian Modern di Era Digital
Program Electrifying Agriculture merupakan terobosan yang digagas PLN bagi sektor pertanian Indonesia.
Konsep Electrifying Agriculture adalah perubahan gaya hidup para petani untuk berorientasi ke depan. Sehingga sektor pertanian akan lebih maju, ekonomis dan lebih ramah lingkungan.
Sementara itu, perwakilan manajemen PT PLN (Persero) wilayah kerja (Wilker) Pasuruan, Ayunda mengungkapkan, program electrifying agriculture petani bawang merah Probolinggo adalah bagian dari komitmen PLN untuk petani lokal.
“Populasi petani bawang merah di daerah Kabupaten Probolinggo mulai tumbuh dan berkembang. Namun masih menggunakan teknologi konvensional (jaring),” jelasnya.
Kondisi tersebut, lanjut Ayunda, masih dapat dikembangkan dan ditingkatkan. Baik dari efisiensi operasional maupun produktivitas panen. PLN melihat bahwa pertanian bawang merah di Probolinggo masih bisa ditingkatkan dan dikembangkan dengan elektrifikasi dan modernisasi.
“PLN melihat adanya peluang untuk mengakomodir kebutuhan para petani dengan menggunakan teknologi yang lebih modern dan efisien yang menguntungkan bagi PLN dan petani,” imbuh Ayunda.
Menurut Ayunda, penggunaan lampu listrik dalam budidaya bawang merah sangat bermanfaat bagi petani. Dalam 1 iring membutuhkan 50 lampu dengan per bulan estimasi biaya listriknya dengan daya 1300 tarif industri sebesar Rp 251.100/bulan. Hasil bawang lebih maksimal dan dapat bekerja malam hari.
“Kalau memakai jaring, 1 iring membutuhkan biaya sebesar Rp 6.000.000/musim,” pungkas perwakilan PLN Pasuruan itu. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Muhammad Iqbal |
Publisher | : Rizal Dani |