Peristiwa Daerah

Wayang Tampil Memukau di Aceh, Lakon Sejarah Pohon Hayat Malahayati

Senin, 25 Desember 2023 - 10:22 | 65.11k
Pagelaran wayang bersama Seni Budaya Aceh untuk yang pertama kalinya dalam sejarah, Jumat (24/12/2023) malam. (FOTO: Dok.Daulat Budaya Nusantara)
Pagelaran wayang bersama Seni Budaya Aceh untuk yang pertama kalinya dalam sejarah, Jumat (24/12/2023) malam. (FOTO: Dok.Daulat Budaya Nusantara)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Siapa sangka, seni tradisi dan budaya masyarakat Aceh bisa tampil bersama dengan wayang ruwatan Nusantara di Sigli, Ibu Kota Kabupaten Pidie.

Masyarakat mendadak kaget, ada pagelaran seni budaya Nusantara ditampilkan di halaman Gedung Pidie Convention Centre sebagai upaya mempertahankan Daulat Budaya Nusantara.

Advertisement

Sebuah pertunjukan yang mengolaborasikan antara seni Tari Saman, Ratoeh Jaroe, Sedati, Sholawat, Seni Tutur Aceh, PMTOH, Gucheng dan Serunai Kali.

Ribuan orang datang berbondong-bondong untuk melihat pagelaran wayang bersama Seni Budaya Aceh untuk yang pertama kalinya dalam sejarah.

“Seni budaya adalah ruh dari Bangsa Indonesia, kami di Aceh sangat menjunjung tinggi warisan para leluhur ini. Sebagai putra daerah, saya sangat senang sekali dengan pagelaran budaya, apalagi dalang wayangnya Mbah Tejo dengan lakon sejarah Pohon Hayat Malahayati. Atas nama masyarakat Aceh, kami merasa sangat terhormat bisa tampil bersama wayang. Tidak hanya asa, tapi juga rasa yang membentuk budaya, tanpa asa, rasa hanya masa lalu," ujar Bustami, tokoh budaya masyarakat Aceh, Jumat (24/12/2023) malam.

Di Negeri Serambi Mekah, setelah pembacaan ayat-ayat suci Al Quran dan menyanyi Indonesia Raya, suguhan pembukanya adalah sholawat hadroh, lantas Tari Sedate, baru wayang dengan lakon Pohon Hayat Malahati.

Berikutnya adalah Tari Saman dan PMTOH, lanjut lagi dengan wayang. Kemudian tari Ratoeh Jaroe dan Seni Tutur Aceh, lanjut lagi wayangan dengan iringan kecapi gucheng, begitu dan seterusnya.

Masyarakat sangat antusias dan terheran-heran dengan penampilan Mbah Tejo (Sudjiwo Tedjo) dan para seniman Pidie.

“Sejarah ini bang, baru pertama kalinya kami liat di Pidie ada seni budaya bisa kolaborasi sama wayang. Keren, kami suka, ini saya ajak anak saya nonton biar terasa di Jawa. Karena biasanya dahulu tahun 80-an kami liat wayang hanya di televisi," tegas Amiruddin berseri-seri saat melihat pagelaran bersama dengan keluarganya.

Pagelaran wayang di Pidie Aceh ini adalah rangkaian dari ruwatan yang digelar oleh gerakan Daulat Budaya Nusantara. Pidie menjadi lokasi kelima dari rencana Ruwatan Nusantara di sembilan titik.

Antara lain Kediri Jawa Timur, Jepara Jawa Tengah, Purwakarta Jawa Barat, Pulau Alor NTT, Pidie Nangroe Aceh Darussalam, IKN Kalimantan Timur, Ternate Maluku dan terakhir Jayapura Papua.

“Dari titik pertama Daulat Budaya Nusantara sampai dengan di titik ke lima ini, saya tambah yakin bahwa pertahanan terbaik dari Bangsa Indonesia adalah kebudayaannya. Saya sempat khawatir ketika di titik ke lima ini, di Pidie menggelar wayangan, karena negeri Serambi Mekah punya Perda Syariat yang ketat, tapi ternyata soal seni budaya tidak melanggar syariat. Alhamdulillah kami diterima. Pertahanan kebudayaan adalah kunci keberagaman dan saya kagum dengan jamuan kuliner khas Aceh yang sangat kaya rasa. Ini bukti kedaulatan pangan berangkat dari meja makan," tegas Teguh Haryono, doktor ilmu pertahanan dari Universutas Pertahanan.

Pagelaran ini terselanggara berkat kerja sama antara panitia Daulat Budaya Nusantara dengan panitia lokal dari Aceh. Tanpa kerja sama, pagelaran budaya ini tidak akan terselenggara dengan penuh kebahagiaan.

Menariknya, di sela pertunjukan wayang, Ki Dalang Sujiwo Tejo berinteraksi dengan penonton dan menanyakan “Apa ciri khas Aceh..?” kepada para penonton, banyak yang menjawab “Perempuannya cantik cantik”, “Makanannya enak”, “Rencong” dan lain sebagainya.

Mbah tejo kemudian menjawabnya “Semuanya benar, tapi yang yang paling tepat untuk ciri khas Aceh adalah mengusir penjajah," sontak tepuk tangan penonton bergemuruh menyambut jawaban Mbah Tejo.

“Begitu tiba di Aceh, kami langsung ziarah ke Makam Sultan Iskandar Muda, lanjut ke makam Sultan Mughayatsyah dan pada Hari Ibu kami ke makam Laksamana Keumalahayati, merajut sejarah nusantara dan alhamdulillah kami pulang kampung," sambut Gus Hamid Abdulloh, pendiri Dunia Santri Community. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES