Peristiwa Daerah

Sarat Sejarah, Pulau Morotai Menanti Sekutu AS dan Jepang Melirik Potensi Wisatanya

Minggu, 07 Januari 2024 - 16:32 | 62.84k
Landasan pacu bandara udara Leo Watimena Morotai yang dibangun Amerika Serikat dan sekutunya. (Foto: Sherly Tjoanda).
Landasan pacu bandara udara Leo Watimena Morotai yang dibangun Amerika Serikat dan sekutunya. (Foto: Sherly Tjoanda).
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MOROTAI – Tentara sekutu Amerika Serikat dan tentara Dai Nipon Jepang bertempur habis-habisan selama Perang Pasifik atau Perang Dunia II pada 15 September 1944 di Pulau Morotai.

Panglima Dai Nippon kawasan Pasifik, Laksmana Yamamoto menyadari posisi Morotai sangat strategis untuk mempertahankan daerah jajahan mereka, Mindanao Filipina. Tentara kekaisaran Jepang pun memilih Halmahera Utara dan Morotai sebagai salah satu basis untama militer mereka.

Advertisement

Sejarah AS vs Jepang di Pulau Morotai

Setelah Angkatan Darat (AD) tentara kekaisaran Jepang mendarat di Halmahera pada Mei 1944, Jepang menempatkan dua batalion Resimen Infanteri 211 Divisi 32 di Morotai. Tugasnya untuk membangun landasan pacu di wilayah Desa Pilowo (Transmigrasi SP II) yang sekarang ini menjadi Desa Nakamura.

Bukan hanya itu, komandan tentara kekaisaran Jepang Laksmana Yamamoto juga sambil membentuk provinsi militer yang meliputi Maluku, Irian Barat, Papua Nugini, Talaud hingga Kepulauan Solomon di selatan Pasifik dengan ibukota provinsi Kao di Halmahera Utara.

Selain itu, Dai Nippon Jepang juga membangun landasan pacu di Daruba Morotai Selatan yang saat ini berdekatan dengan kompleks MTQ Desa Darame.

Namun pembangunan landasan pacu ini gagal dilanjutkan karena bermasalah, setelah pemecah kode tentara sekutu mendeteksinya. Penarikan 2 batalion tentara Jepang pun dilakukan dari Morotai ke Halmahera.

Pimpinan tentara sekutu Jendral Douglas Mc Arthur selaku komandan wilayah Pasifik barat daya segera menyusun rencana merebut Morotai. Pendaratan pasukan pun dilakukan dan merebut landasan pacu serta melanjutkan pembangunan sejumlah fasilitas militer.

Tentara sekutu kembali melakukan pendaratan pasukannya di Daruba, Gotalamo dan tanjung Dehegila. Terjadi pertempuran sengit pada 15 September 1944, karena kalah jumlah dan persenjataan serta persediaan lainnya membuat sekitar 500 tentara Jepang terus terdesak mundur ke hutan dan memilih  perang gerilya.

Menggunakan strategi perang gerilya membuat para pasukan kaisar Jepang ini sering melakukan serangan terhadap pos pos militer tentara sekutu secara sporadis.

Namun lagi lagi para tentara Nippon Jepang tidak sanggup untuk bertahan dari serangan balasan tentara sekutu yang jumlahnya jauh lebih banyak dan dibekali dengan peralatan militer yang lebih baik dengan serangan darat maupun udara.

Tapi sebelumnya tentara sekutu kalah perang dengan pasukan Dai Nippon di Manila Filipina. Jendral Douglas Mc Arthur pun berjanji akan merebut Filipina kembali dari Morotai.

Hal itu dibuktikan setelah tentara Amerika Serikat dan sekutunya (Australia dan Inggris) menguasai dan mengalahkan tentara Jepang di Morotai dan Halmahera mereka kembali merebut Filipina dari Jepang.

Setelah tentara Jepang semakin terdesak dan tak berdaya, markas besar Amerika Serikat dan sekutunya di Morotai mengeluarkan perintah agar seluruh tentara kekaisaran Jepang meletakkan senjata dan menyerah.

Para tentara Jepang pun memilih meletakkan senjatanya dan menyerah, mereka seluruhnya kemudian berkumpul di Kao, Halmahera Utara menunggu kapal siap untuk dipulangkan ke Jepang.

Setelah melakukan penyerahan sekitar 40 ribu tentara Jepang di Halmahera, Amerika dan sekutunya kemudian meninggalkan Morotai. Namun pihak Jepang sempat mengkonfirmasi adanya prajurit sukarela, Teuro Nakamura yang lari dari kesatuannya dan masuk kedalam hutan di Morotai.

Menengok Pulau Morotai Kini

Morotai saat itu menjadi lautan api dari bom dan peluru. AS dan sekutunya serta Jepang ini telah merusak tatanan kehidupan di Morotai. Terutama laut Morotai di mana terumbu karangnya hancur dan sulit tumbuh lagi hingga saat ini karena banyak bom berkekuatan dahsyat menghantamnya.

Dapat dikatakan Morotai terlupakan, karena hingga saat ini tidak ada kegiatan nostalgia yang digelar dari Amerika dan sekutunya serta Jepang di Morotai untuk mengenang bahwa mereka pernah berperang hebat di gerbang Pasifik sehingga memporak-porandakan Morotai.

Morotai seolah hanya sekadar menjadi catatan sejarah untuk dikenang. Padahal seluruh dunia tahu, dari Morotai Jepang dapat menguasai Pasifik, demikian sebaliknya, dari Morotai Amerika dan sekutunya mengalahkan Jepang serta merebut kembali Filipina.

Tentara sekutu yang terdiri dari Amerika Serikat, Australia dan Inggris, serta tentara Dai Nippon Jepang bisa melupakan medan pertempurannya saat perang Dunia II atau perang Pasifik, tapi tidak untuk rakyat Morotai.

Untuk mengingat kembali sejarah masa silam yang sangat jarang dibukukan ini, pada September 2016 silam Pemkab Morotai menggelar Festival Jejak Perang Dunia II sebagai bagian dari wonderful Morotai.

Hal ini sangat penting guna memperkenalkan Kabupaten Morotai sebagai Museum Perang Dunia II atau Perang Pasifik terbesar yang pernah ada di dunia untuk dikembangkan.

Terlepas dari itu, Morotai yang berada di bibir Pasifik ini posisinya sangat strategis secara militer sebagaimana dimanfaatkan Amerika Serikat dan sekutunya serta Jepang sebagai pertahanan militer mereka. Namun semua itu tinggal kenangan, kini Morotai begitu strategis untuk destinasi wisata dunia.

Selain pemerintah Indonesia, maukah Amerika Serikat dan sekutunya serta Jepang bernostalgia untuk berinvestasi memajukan pariwisata Pulau Morotai? Yup, ditunggu dan semoga terwujud!. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES