Sekilas Jejak Sejarah Kali Kotak di Kota Magelang

TIMESINDONESIA, MAGELANG – Di balik panjangnya irigasi air yang melintasi Kota Magelang, tersembunyi sebuah kisah yang patut disibak. Pembangunan saluran irigasi Manggis, yang kini terkenal disebut Kali Kotak, menjadi salah satu saksi bisu perkembangan Kota Magelang.
Lebih dari dua abad, proyek monumental yang menjadi simbol kegigihan warga Magelang kala itu, menjadikannya salah satu peninggalan penting dalam sejarah Magelang.
Advertisement
Bagus Priyatna, pegiat Kota Toea Magelang, mengisahkan sejarah saluran irigasi Manggis itu. Awal mula irigasi di Magelang dimulai dengan saluran Soemberan yang dibangun masyarakat pada tahun 1780.
Namun, saluran ini kerap rusak dan tidak terawat. Baru pada tahun 1828, saluran ini diperbaiki dan dijaga keberadaannya. “Seiring perkembangan kota, kebutuhan air semakin meningkat, mendorong pemerintah Hindia Belanda untuk turun tangan," paparnya kepada TIMES Indonesia.
Bendung Badran (1887) di Kranggan, Temanggung, yang menjadi hulu dari Kali Manggis, yang sekarang disebut dengan Kali Kotak (Foto: Dok. Kota Toea Magelang)
Tahun 1856, bendungan dan pintu air Manggis dibangun, menandai dimulainya proyek irigasi Manggis. Bahkan, sebenarnya tahun 1848 bendungan itu sudah mulai dibangun, tetapi karena pemerintah kekurangan dana, akhirnya proyek tersebut dihentikan.
"Proyek ini memakan waktu 14 tahun dan selesai pada tahun 1870. Namun, volume air dari bendungan Manggis tidak mencukupi untuk kebutuhan sawah baru di selatan Magelang," lanjut Bagus.
Para insinyur kemudian mengusulkan pembangunan bendungan di kali Progo dan kanal sekunder dari kali Elo dan kali Progo. Usulan ini disetujui pada tahun 1873, menandai dimulainya babak baru dalam proyek irigasi Manggis.
Pembangunan saluran kali Progo penuh dengan tantangan. Para pekerja harus membangun talang air di atas empat kali besar, sebuah pekerjaan yang berat dan memakan biaya besar. Akhirnya, pada tahun 1879, saluran dari bendung Badran di kali Progo terhubung dengan saluran Soemberan.
Di sisi lain, perkembangan Magelang sebagai pusat militer juga mendorong kebutuhan air. Tahun 1874, Magelang ditetapkan sebagai Maskas Pusat Distrik Militer II. Pasokan air untuk tangsi militer diambil dari saluran Soemberan, mendorong pembangunan kanal baru dari desa Bodjong ke arah tangsi.
Pembangunan Terus dikembangkan
Bagus Priyatna, pegiat sejarah Kota Magelang yang juga menjadi aktivis di Komunitas Kota Toea. (Foto: Dok Kota Toea Magelang)
Tahun 1883, saluran dari Tangsi Militer diteruskan ke selatan, membuka jalan bagi pencetakan sawah baru. Saluran terakhir yang dibangun adalah saluran sekunder dari belakang pasar Redjowinangun ke arah Tidar Krajan.
"Pembangunan saluran irigasi Manggis bukan hanya tentang air, tetapi juga tentang perjuangan, kegigihan, dan ambisi manusia untuk menaklukkan alam dan membangun peradaban. Irigasi Manggis menjadi simbol kemajuan Magelang dan warisan sejarah yang tak ternilai," jelas Bagus.
Tidak hanya sekadar saluran air, irigasi Manggis adalah sebuah kisah tentang dedikasi, kerja keras, dan tekad untuk membangun masa depan yang lebih sejahtera.
"Irigasi Manggis bukan hanya milik masa lampau, tetapi juga warisan yang akan terus mengalirkan kehidupan bagi generasi mendatang," pungkas Bagus Priyatna menutup kisah tentang sejarah Kali Kotak di Kota Magelang. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Sholihin Nur |