Dari Malang Jejak Pembunuhan Letkol (Mar) Purwanto Terungkap (5)

TIMESINDONESIA, MALANG – Dari Malang Jejak Pembunuhan Letkol (Mar) Purwanto Terungkap (5)
Sumiarsih Minta Maaf Kepada Anaknya Sebelum Dieksekusi
***
Advertisement
Kasus "kecelakaan" itu akhirnya terungkap bahwa itu adalah pembunuhan terhadap Letkol (mar) Purwanto yang direncanakan. Pasal yang diterapkan dan kemudian benar-benar terbukti adalah pasal 340 KUHP.
Selama konferensi di PN Surabaya, kasus ini mendapat perhatian masyarakat, karena sangat menonjol saat itu..Selama konferensi di PN Surabaya, Jaksa Penuntut Umum berhasil membuktikan dakwaannya.
Diantara enam pelaku pembunuhan, empat orang di antaranya, yakni Sumiarsih, Djais Adi Prayitno, Sugeng, dan Adi Saputro dijatuhi hukuman mati.
Adi Saputro bahkan yang pertama dieksekusi di hadapan regu tembak Kodam V/Brawijaya menjalani hukuman penjara selama 4 tahun, tepatnya pada 1 Desember 1992.
Djais Adi Prayitno, suami Sumiarsih, saat masih menjalani hukuman di Lapas Porong, meninggal dunia pada tahun 2001 di RSUD Sidoarjo karena serangan jantung.
Sebelum eksekusi mati, ibu dan anak, Sumiarsih dan Sugeng oleh petugas kejaksaan dipertemukan di Rutan Medaeng, Sidoarjo pada Rabu, 16 Juli 2008 sekitar pukul 03.00 WIB.
Sumiarsih begitu sedih dan meminta maaf berkali-kali kepada anak bungsunya itu, karena dilibatkan dalam pembunuhan ini. Kedua terpidana mati itu kemudian berpelukan penuh haru menjelang hari-hari eksekusi mati.
"Dia (Sumiarsih) merasa Sugeng hanya ikut saja. Berulang kali mantan mucikari Gang Dolly itu mengungkapkan kata permintaan minta maaf pada Sugeng," ungkap salah seorang petugas.
Keesokan harinya, 17 Juli 2008, sekitar pukul 10.00 WIB, Sumiarsih menerima kunjungan dua pendamping rohani, yakni Pendeta Andreas Nurmandala dan Jonathan Gie. Kemudian Andreas mengurus proses izin kunjungan keluarga Sumiarsih.
Kemudian sekitar pukul 09.30 WIB, giliran Sugeng dikunjungi pendamping rohaninya, Ustaz Nur Waliyin. Sugeng sempat ikut shalat dhuha berjamaah. Pertemuan tersebut berlangsung hingga pukul 11.15 WIB.
Kemudian pada hari Jumat, 19 Juli 2008, Sumiarsih dan Sugeng dieksekusi mati pukul 00.20 di lapangan Mapolda Jatim setelah menjalani hukuman penjara selama 20 tahun.
Sebelum dibawa ke tempat eksekusi, Sumiarsih dan Sugeng diberi pakaian bersih dan sederhana serta didampingi seorang rohaniwan. Dua regu tembak yang siap sejak satu jam sebelumnya, menunggu mereka.
Setelah semua persiapan selesai, jaksa menyaksikan memerintahkan regu mengisi 12 pucuk senjata laras panjang dengan amunisi.
Pelurunya terdiri atas enam peluru tajam dan enam peluru hampa. Anggota regu tembak itu saling tidak mengetahui senjata siapa yang mengeluarkan peluru tajam yang akan menjatuhkan kedua terpidana.
Kemudian jaksa memerintahkan regu pengawal membawa terpidana ke posisi penembakan.
Borgol terpidana dibebaskan dan diberi kesempatan menenangkan diri selama tiga menit dengan didampingi rohaniwan.
Setelah semua siap, pasukan menutup mata Sumiarsih dan Sugeng dengan kain hitam. Tubuh Sumiarsih dan Sugeng diikat pada tiang penyangga dalam posisi berdiri.
Sebelum pelaksanaannya, dokter memberi tanda hitam pada baju yang dikenakan Sumiarsih dan Sugeng. Tanda tersebut bertahan pada posisi jantung. Itulah yang menjadi sasaran penembakan.
Kemudian jaksa memerintahkan regu tembak mengambil posisi menghadap ke terpidana dengan jarak 5-10 meter.
Jaksa memerintahkan eksekusi kepada komandan regu. Sebagai tanda kepada anggota, memerintahkan regu mengacungkan pedang ke depan sebagai isyarat siap.
Pedang diangkat ke atas untuk isyarat bidik dan pedang disentakkan ke bawah secara cepat untuk perintah menembak. Pelurupun melesat ke tubuh ibu dan anak itu.
Beberapa waktu kemudian dokter memeriksa tanda-tanda vital terpidana itu. Setelah keduanya dipastikan meninggal, pasukan pengawal melepaskan ikatan, lalu dokter membuat visum dan repertum.
Jenazah ibu dan anak ini kemudian dikembalikan ke keluarganya di Malang dan dikuburkan di TPU Samaan.
Sementara itu Daim yang membunuh Sumaryatun divonis 15 tahun penjara.
Sedangkan Nano, 27, oleh PN Surabaya dijatuhi hukuman 12 tahun penjara. Meskipun ia tidak ikut membunuh tetapi ia dinyatakan terbukti ikut serta dalam perencanaan dan melancarkan pembunuhan tersebut seperti dijelaskan pada pasal 57 KUHP.
Sumiarsih juga sempat mengajukan banding, namun Pengadilan Tinggi Jatim justru memperkuat vonis PN Surabaya.
Setelah itu mereka mengajukan kasasi ke MA dan ditolak. Grasi I memberikan nasihat hukum tetapi menolak Presiden Soeharto (28 Juni 1995). Kemudian PK juga ditolak, sehingga grasi II dibebaskan dari penasehat hukumnya tetapi ditolak Presiden Megawati. (habis)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sholihin Nur |