Borong Emas Jelang Lebaran Masuk Tradisi atau Gengsi?

TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Menjelang Lebaran, tradisi borong emas menjadi hal yang umum di masyarakat. Meskipun harga emas cenderung naik, banyak yang tetap membelinya, apakah sebagai tradisi atau sekadar untuk gengsi?
Di salah satu toko emas di Kota Probolinggo, masyarakat sudah mulai membeli emas menjelang Idul Fitri. Mereka akan menggunakan emas tersebut saat silahturahmi nantinya.
Advertisement
Bahkan dari pantauan TIMES Indonesia, hampir semua toko emas di Jalan Panglima Sudirman, Kota Probolinggo, sejak pagi dipadati oleh masyarakat yang hendak membeli emas.
Salah satu pembeli emas asal Kelurahan Kanigaran, Munawaroh (44), mengatakan sengaja membeli emas karena tabungannya sudah cair. Sehingga uangnya digunakan untuk membeli keperluan sehari-hari, termasuk salah satunya emas.
"Saya bersyukur tabungan saya cair, sehingga selain untuk membeli kebutuhan hari raya, juga bisa membeli emas. Hitung-hitung untuk tabungan," katanya.
Pasutri asal Desa Pajarakan Kulon, Kecamatan Pajarakan, Hilmi (33) dan Wulan (33), sengaja datang pagi untuk membeli emas serta kebutuhan pokok lainnya.
Menurut Hilmi, pembelian emas menjelang Idul Fitri adalah salah satu upaya untuk menyenangkan istrinya. Meski harga emas terbilang naik, Hilmi tidak mempersoalkannya.
Zairoton (56), dari Kelurahan Jati, Kecamatan Mayangan, Kota Probolinggo, juga memiliki pandangan yang sama.
Bahkan, dia dengan terbuka menyatakan bahwa pembelian emas bukan hanya bagian dari tradisi tetapi juga sebagai simbol kesejahteraan.
Pasalnya, emas tersebut akan digunakan saat bersilaturahmi dengan sanak saudara. Bahkan, secara tidak langsung ia menyebutkan jika di dalamnya juga terdapat unsur adu gengsi.
"Ajang berkumpul setahun sekali ini juga sebagai ajang adu gengsi. Makanya, meskipun harganya mahal, tetap banyak peminatnya. Atau istilahnya, nas-panasan," kata Zairoton dengan logat Madura.
Bahkan, katanya, jika punya uang banyak, dia akan beli gelang rantai sebesar tali tambang kapal. Ia yakin semua berpikir begitu. Hanya saja, ada yang blak-blakan seperti dia dan ada yang malu untuk mengakuinya.
"Jika tidak, kenapa tidak membeli emas setelah Lebaran saat harga turun saja? Berarti kan sama saja. Sebenarnya, untuk gengsi-gengsian, tetapi masih dalam batas yang terjangkau dan agar tidak terlihat mencolok maka menggunakan istilah 'tradisi'," ungkapnya
Manajemen Toko Emas Nawawi, Nunuk Qudratillah, mengatakan bahwa pembelian emas oleh warga sudah dimulai sejak H-7. Rata-rata, masyarakat paling banyak membeli cincin dan gelang.
"Rata-rata yang membeli emas ini untuk penampilan, atau dipakai saat bersilaturahmi. Tapi biasanya, seminggu setelah Lebaran, emas yang dibeli kembali dijual. Namun, ada juga masyarakat yang membeli untuk disimpan," katanya.
Dengan banyaknya masyarakat yang membeli emas, penjualan emas meningkat hingga 60 persen dibanding hari biasa. Saat ini, harga emas dengan kadar 70 persen mencapai 800 ribu rupiah.
"Fenomena tingginya pembelian emas oleh masyarakat terjadi mulai H-7 hingga H-1 Lebaran. Habis itu, normal lagi dah mas. Rata-rata pembeli emas ini berasal dari warga Kabupaten Probolinggo," imbuhnya.
Menurut Kabid Kebudayaan pada Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kota Probolinggo, Sardi, pembelian emas jelang lebaran bisa jadi bagian dari tradisi. Mereka berpikir jika saat hari raya, segala barang harus baru, dan bisa tampil lebih menarik saat bersilaturahmi bagi yang mampu.
"Bagi yang tidak berpendapat begitu, mungkin anggapannya biasa saja. Artinya, barang lama yang masih bagus tidak masalah, mungkin begitu," katanya saat ditanya tentang budaya pembelian emas jelang lebaran. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ryan Haryanto |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |