Shalawat Jawa Jolotundo Tetap Eksis Lestarikan Dakwah Walisongo di Era Modern

TIMESINDONESIA, PACITAN – Di tengah gempuran modernisasi zaman, Shalawat Jawa Jolotundo dari Kabupaten Pacitan teguh mempertahankan eksistensinya. Kelompok shalawat ini mengemban misi mulia untuk mengenalkan dakwah ala Walisongo kepada generasi muda.
Shalawat Jawa Jolotundo dirintis pada tahun 1999 oleh Ustadz Nasikin, seorang dai muda asal Desa Ploso, Kecamatan Punung. Ciri khasnya terletak pada irama gamelan lengkap yang dipadukan dengan duror. Lagu dan syair yang dibawakan pun tak lepas dari tuntunan dan ajaran para Wali Songo.
Advertisement
"Awal merintis sekitar 1999, saat ini masih sangat sederhana," ungkap Nasikin menceritakan kisahnya, Minggu (12/5/2024).
Nasikin mengakui bahwa dakwah di tengah masyarakat awam tidaklah mudah. Ia kerap menemui berbagai tantangan, termasuk harus menempuh perjalanan jauh dengan berjalan kaki sambil memikul alat musik.
"Dulu sering jalan kaki sambil memikul alat puluhan kilometer melewati jalan terjal hingga pelosok kampung lintas kabupaten," kenangnya.
Meskipun penuh rintangan, Nasikin tetap teguh dengan prinsipnya. Ia meyakini bahwa melestarikan tradisi seni adalah nafas hidupnya.
Kini, Shalawat Jolotundo telah mengalami pergantian personel tiga kali generasi. Para penerusnya terdiri dari para seniman, musisi, dan dalang yang berbakat.
Bagi masyarakat Pacitan, grup shalawat ini sudah tidak asing lagi dan selalu dinanti kehadirannya di berbagai acara. Mulai sunatan, walimah nikah, akikah hingga pengajian umum.
Salah satu ciri khas grup ini adalah Syiir Jolotundo yang selalu dinyanyikan saat manggung. Syiir ini memiliki makna mendalam tentang pentingnya melestarikan budaya dan nilai-nilai agama.
Amiwiti klawan muji kang Kuwoso
Soho nderek coro dakwah Walisongo Kabudayan... ben lestari, lan agomo trus ngremboko Jolotundo pinongko dadi pangarso
Artinya:
Marilah bersama-sama memuji Allah Yang Maha Kuasa
Serta mengikuti cara dakwah para Walisongo
Kebudayaan... agar lestari, dan agama terus berkembang
Jolo tundo menjadi panutan
Jolotundo mijil songko Deso Ploso dadi sı ono nyedak marang kang kuwoso wajibe, dilakoni lan sunahe diamalno Jolotundo mugi lestari widodo
Artinya:
Jolotundo muncul dari Desa Ploso
Menjadi contoh bagi yang lain untuk mendekati Allah
Kewajiban, dikerjakan dan diajarkan serta diamalkan
Jolotundo semoga lestari dan berkembang
Nasikin menambahkan, nama Jolotundo spontan dia lontarkan saat kali pertama diundang oleh seseorang yang punya hajat pernikahan.
"Spontan saja, waktu itu ada yang nanya nama, saya langsung bilang Jolotundo begitu," jelasnya sambil tersenyum lebar.
Selain shalawat langgam Jawa, anggota grup Jolotundo juga kerap membacakan Dziba' Albarzanji untuk akikah jabang bayi baru lahir. Adat ini umum dinamakan Asyraqalan.
"Tergantung permintaan masyarakat dan juga momentum. Saya kerap diundang mengisi pengajian," pungkas Nasikin.
Dia pun mengajak generasi muda untuk cinta terhadap seni dan budaya yang telah diwariskan para pendahulu sebagai jati diri bangsa.
Shalawat Jawa Jolotundo merupakan bukti nyata bahwa dakwah ala Walisongo masih relevan di era modern. Kelompok shalawat ini menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus melestarikan budaya dan nilai-nilai agama di Kabupaten Pacitan. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |