Peristiwa Daerah

Shalawat Jawa Jolotundo Tetap Eksis Lestarikan Dakwah Walisongo di Era Modern

Minggu, 12 Mei 2024 - 15:03 | 31.85k
Grup shalawat Jolotundo asal Desa Ploso, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
Grup shalawat Jolotundo asal Desa Ploso, Kecamatan Punung, Kabupaten Pacitan. (FOTO: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PACITAN – Di tengah gempuran modernisasi zaman, Shalawat Jawa Jolotundo dari Kabupaten Pacitan teguh mempertahankan eksistensinya. Kelompok shalawat ini mengemban misi mulia untuk mengenalkan dakwah ala Walisongo kepada generasi muda.

Shalawat Jawa Jolotundo dirintis pada tahun 1999 oleh Ustadz Nasikin, seorang dai muda asal Desa Ploso, Kecamatan Punung. Ciri khasnya terletak pada irama gamelan lengkap yang dipadukan dengan duror. Lagu dan syair yang dibawakan pun tak lepas dari tuntunan dan ajaran para Wali Songo.

Advertisement

"Awal merintis sekitar 1999, saat ini masih sangat sederhana," ungkap Nasikin menceritakan kisahnya, Minggu (12/5/2024).

Grup-shalawat-Jolotundo-2.jpg

Nasikin mengakui bahwa dakwah di tengah masyarakat awam tidaklah mudah. Ia kerap menemui berbagai tantangan, termasuk harus menempuh perjalanan jauh dengan berjalan kaki sambil memikul alat musik.

"Dulu sering jalan kaki sambil memikul alat puluhan kilometer melewati jalan terjal hingga pelosok kampung lintas kabupaten," kenangnya.

Meskipun penuh rintangan, Nasikin tetap teguh dengan prinsipnya. Ia meyakini bahwa melestarikan tradisi seni adalah nafas hidupnya.

Kini, Shalawat Jolotundo telah mengalami pergantian personel tiga kali generasi. Para penerusnya terdiri dari para seniman, musisi, dan dalang yang berbakat.

Bagi masyarakat Pacitan, grup shalawat ini sudah tidak asing lagi dan selalu dinanti kehadirannya di berbagai acara. Mulai sunatan, walimah nikah, akikah hingga pengajian umum. 

Salah satu ciri khas grup ini adalah Syiir Jolotundo yang selalu dinyanyikan saat manggung. Syiir ini memiliki makna mendalam tentang pentingnya melestarikan budaya dan nilai-nilai agama.

Amiwiti klawan muji kang Kuwoso 

Soho nderek coro dakwah Walisongo Kabudayan... ben lestari, lan agomo trus ngremboko Jolotundo pinongko dadi pangarso

Artinya:

Marilah bersama-sama memuji Allah Yang Maha Kuasa

Serta mengikuti cara dakwah para Walisongo

Kebudayaan... agar lestari, dan agama terus berkembang

Jolo tundo menjadi panutan

Jolotundo mijil songko Deso Ploso dadi sı ono nyedak marang kang kuwoso wajibe, dilakoni lan sunahe diamalno Jolotundo mugi lestari widodo

Artinya:

Jolotundo muncul dari Desa Ploso

Menjadi contoh bagi yang lain untuk mendekati Allah

Kewajiban, dikerjakan dan diajarkan serta diamalkan

Jolotundo semoga lestari dan berkembang

Nasikin menambahkan, nama Jolotundo spontan dia lontarkan saat kali pertama diundang oleh seseorang yang punya hajat pernikahan. 

"Spontan saja, waktu itu ada yang nanya nama, saya langsung bilang Jolotundo begitu," jelasnya sambil tersenyum lebar. 

Selain shalawat langgam Jawa, anggota grup Jolotundo juga kerap membacakan Dziba' Albarzanji untuk akikah jabang bayi baru lahir. Adat ini umum dinamakan Asyraqalan. 

"Tergantung permintaan masyarakat dan juga momentum. Saya kerap diundang mengisi pengajian," pungkas Nasikin. 

Dia pun mengajak generasi muda untuk cinta terhadap seni dan budaya yang telah diwariskan para pendahulu sebagai jati diri bangsa. 

Shalawat Jawa Jolotundo merupakan bukti nyata bahwa dakwah ala Walisongo masih relevan di era modern. Kelompok shalawat ini menjadi inspirasi bagi generasi muda untuk terus melestarikan budaya dan nilai-nilai agama di Kabupaten Pacitan. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES