Festival Bantengan Ansor Siap Digelar, Ini Restu dan Landasan PCNU Kabupaten Malang

TIMESINDONESIA, MALANG – Festival Kesenian 1.000 Bantengan dalam rangka memperingati Hari Lahir ke-90 Ansor yang akan digelar PC GP Ansor Kabupaten Malang siap digelar. Secara resmi PCNU Kabupaten Malang memberikan restu dan landasan pelaksanaan yang harus diterapkan dalam acara Festival Kesenian 1.000 Bantengan.
Restu dan Keputusan landasan PCNU Kabupaten Malang untuk pelaksanaan Festival Kesenian 1.000 Bantengan tersebut setelah digelar rapat bersama antara jajaran Pengurus Syuriah dan Tanfidziyah PCNU Kabupaten Malang diikuti oleh perwakilan PC GP Ansor Kabupaten Malang dan pihak panitia.
Advertisement
Rapat bersama tersebut digelar pada Selasa (21/5/2024) siang, di kediaman Ketua PCNU Kabupaten Malang, KH Hamim Kholili. Rapat tersebut dipimpin langsung oleh Ketua PCNU Kabupaten Malang, KH Hamim Kholili.
Jajaran Syuriah hadir, Katib Syuriah, KH Hafidz Fanani, dr Umar Usman, KH Fadhil Khozien, KH Dr Muhammad Hanif, KH Turmudzi dan jajaran Syuriah lainnya. Sementara, Rais Syuriah, mengikuti secara online, via Zoom, dari Madinah.
Dalam rapat itu, perwakilan dari PC GP Ansor Kabupaten Malang, sekaligus Ketua Panitia acara Apel 10.000 kader Ansor Banser dan Festival Kesenian 1.000 Bantengan, Gus Mihron Zubaidi, menyampaikan dasar mengapa Ansor menggelar Festival Kesenian 1.000 Bantengan di Balekambang.
"Hal itu yang harus disampaikan oleh GP Ansor sebagai penyelenggara acara. Biar tidak ada salah paham dan salah tafsir di mata publik. Mengapa harus gelar acara Festival Kesenian Bantengan," jelas KH Hamim Kholili, memberi pengantar dalam rapat tersebut.
Selanjutnya, Gus Ubed, begitu Gus Mihron Zubaidi akrab dipanggil, menyampaikan secara utuh didepan jajaran Syuriah dan Tanfidziyah PCNU Kabupaten Malang.
Sebagai dasar, Gus Ubed menjabarkan, bahwa PC GP Ansor Kabupaten Malang menggelar Festival Kesenian Bantengan dan Apel 10.000 kader Ansor Banser, dalam Harlah ke-90 GP Ansor adalah momen yang istimewa bagi seluruh kader Gerakan Pemuda Ansor terkhusus bagi para sahabat-sahabat Ansor di Kabupaten Malang.
Dalam rangka memeriahkan Harlah ke-90 ini, selain menggelar Apel 10.000 kader Ansor-Banser se Kabupaten Malang, juga ada beberapa rentetan kegiatan yang melibatkan masyarakat secara luas yakni Festival Kesenian 1.000 Bantengan.
Berbicara "Bantengan" memang masih pro dan kontra, bahkan tidak sedikit yang memahami Bantengan termasuk salah satu hal munkar yang harus dihindari.
"Namun, GP Ansor Kabupaten Malang mantab untuk masuk dalam ruang pro dan kontra ini bukan tanpa pertimbangan dan landasan. Kajian demi kajian sudah dilakukan dalam rangka menemukan secercah manfaat yang kembali kepada masyarakat secara luas," jelas Gus Ubed.
Berbagai kajian mulai dari kajian dasar hukum syar'i, Budaya dan kesenian sampai kajian dampak ekonomi terhadap Kabupaten Malang telah dilakukan dalam internal kepengurusan PC GP Ansor sebelum hal ini diputuskan. Lantas seperti apa kajiannya?
Bantengan atau dalam bahasa lainnya dibahasakan dengan sendratari sigunggung, sebenarnya merupakan sebuah tradisi kesenian yang pada mulanya mencerminkan rasa syukur atas pencapaian hasil panen saat itu. Dalam kesenian tersebut, menampilkan tarian dengan atribut kepala Banteng yang dimainkan dua orang.
Namun, di era modern saat ini, kesenian tersebut berubah dengan berbagai macam tambahan-tambahan yang dipandang negatif seperti munculnya sexy dancer dan sejenisnya. Hal inilah yang kemudian menyebabkan Bantengan keluar dari jalur dan pakem aslinya.
Dalam menyikapi hal ini jelas Gus Ubed, yang juga Ketua Lembaga Bahtsul Masail Nahdlatul Ulama (LBM NU) PCNU Kabupaten Malang, maka harus dipilah antara Bantengan dengan unsur-unsur tambahan yang ada di dalamnya.
"Lantas hukumnya bagaimana?
Logika sederhana untuk menghukumi sesuatu adalah dengan mengetahui definisi dan rukunnya. Rukun atau komponen inti bisa disebut Bantengan sebenarnya sederhana: Diantaranya, dua orang yang bermain, kepala Banteng dan kain penutup. Ada musik pengiring. Demikian itu sudah dinamakan bantengan, walau tidak kesurupan atau kalap (Mberot)," bebernya.
Dari komponen pokok tersebut, jelas bahwa tidak ada unsur muharromat di dalamnya. "Maka bisa disimpulkan bahwa hukum asal Bantengan diperbolehkan. Sesuai dengan kaidah:
الاصل في الاشياء الاباحة
Artinya: Hukum asal dari segala sesuatu adalah mubah”. Kaidah fiqih ini, yang dipegang oleh jumhur ulama, termasuk kalangan Syafi'iyyah.
Sedang unsur tambahan di dalamnya, sudah tentu tidak akan berpengaruh pada hukum asal.
"Event ini berawal dari sebuah kegelisahan yang sekarang marak Bantengan yang berdampak negatif. Ini tentu harus menjadi perhatian kita bersama, menjadi tugas kita, untuk masuk di kalangan mereka, sehingga mereka bisa memiliki teman diskusi untuk bersama-sama memunculkan nilai positif dalam kesenian Bantengan," katanya.
Memang ada kaidah:
درء المفاسد مقدم علي جلب المصالح
"Upaya menolak kerusakan harus didahulukan daripada upaya mengambil kemaslahatan".
Akan tetapi kaidah diatas terjadi jika memang posisi mafasid menjadi غالب (sulit diantisipasi). Namun jika mafasid yang ada مغلوبة (bisa diantisipasi), dan peluang manfaat lebih besar, maka kaidah tersebut tidak terpakai.
Justru yang paling tepat dalam konteks ini adalah
ما لا يدرك كله لا يترك كله
(Apa yang tidak bisa kita dapat secara utuh bukan berarti harus kita tinggalkan secara menyeluruh).
"Pemikiran ini sangat tepat jika diterapkan dalam skala luas seperti skala Kabupaten Malang, karena akulturasi budaya perlu kita selami bersama. Sehingga jika diistilahkan lain, tidak perlu membakar lumbungnya untuk menghilangkan tikusnya," tegas Gus Ubed.
Sementara itu, setelah mendapatkan penjabaran dari pihak PC GP Ansor Kabupaten Malang, PCNU Kabupaten Malang menyepakati dan memutuskan, bahwa pelaksanaan Festival Bantengan tetap dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang sudah ditetapkan panitia.
Kepada TIMES Indonesia, Katib Syuriah PCNU Kabupaten Malang, KH Hafidzah Fanani, menyampaikan bahwa PCNU sudah memutuskan, acara Bantengan tetap dilaksanakan. "Semoga acara lancar dan sukses, sesuai dengan ketentuan yang sudah disepakati. Memang ada beberapa landasan yang harus dijalankan seperti yang dibahas oleh para pengurus PCNU Kabupaten Malang," katanya.
Dalam Festival Bantengan itu, memang tidak semua grup Bantengan diterima menjadi peserta. Hanya grup Bantengan yang mau mengikuti aturan saja yg diterima menjadi peserta. Seperti syarat-syarat peserta. Misalnya, tidak boleh kalap (mberot). Tidak ada yang mabuk atau tidak ada minuman keras, tidak boleh membawa sajam, tidak mengarah pada kekerasan, serta tidak ada porno aksi.
"Lagu yang dibawakan adalah lagu yang sudah ditentukan oleh panitia. Panitia siap menjaga kondusifitas dan menjaga ketertiban. Yang utama adalah GP Ansor ingin mengembalikan kesenian Bantengan pada pakem aslinya. Yang murni kegiatan kesenian," katanya.
Apalagi tambah Kiai Hafidz, malam harinya diawali dengan pembacaan shalawat dan penampilan kolosal asal usul Bantengan yang berasal dari kesenian pencak silat, yang akan dipandu oleh pengurus Lesbumi dan Pagar Nusa Kabupaten Malang.
"Kedepannya, setelah acara ini, PCNU akan mengundang para pelaku seni untuk diajak musyawarah tentang masalah kesenian di Kabupaten Malang. Hasil musyawarah itu, akan diplenokan dan hasilnya akan dibawa dan diusulkan kepada pemerintah Kabupaten Malang untuk menjadi Peraturan Daerah (Perda) Kesenian. Dalam usulan Perda itu akan diatur secara detail soal Kesenian di Kabupaten Malang," jelasnya.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Yatimul Ainun |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |