Peristiwa Daerah

Jaringan Aksi Brantas: Perempuan dan Anak Miliki Peran dalam Pemulihan Kerusakan Sungai  

Minggu, 26 Mei 2024 - 21:14 | 32.64k
Thara bening berjilbab coklat saat sharing experience di World Water Forum (WWF) ke-10 Bali. Minggu (26/5/2024) (FOTO: Ecoton)
Thara bening berjilbab coklat saat sharing experience di World Water Forum (WWF) ke-10 Bali. Minggu (26/5/2024) (FOTO: Ecoton)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, TASIKMALAYA – Perempuan dan anak merupakan elemen kunci dalam upaya pemulihan kerusakan sungai di Indonesia. Menurut Thara Bening Sandrina, Koordinator River Warrior dari Jaringan Aksi Brantas, perempuan memegang peranan penting dalam pengelolaan sampah, yang menjadi masalah utama polusi plastik di sungai-sungai Indonesia. 

Thara, mahasiswa semester 8 jurusan Kelautan dan Perikanan Universitas Airlangga ini juga menegaskan bahwa generasi muda, khususnya Gen Z, memiliki pengaruh besar untuk menginspirasi perubahan kebijakan.

Advertisement

Thara menggarisbawahi pentingnya gerakan pemuda dalam mendorong perubahan. Contohnya, gerakan Pandawara dan aksi Aeshnina "Gretta Indonesia" yang aktif menolak sampah impor telah memicu sentimen publik dan menarik perhatian pembuat kebijakan.

Thara-bening-berjilbab-coklat-b.jpgPatroli sungai Relawan gen Z ECOTON, saat menemukan pabrik -pabrik kertas yang mencemari sungai beberapa waktu yang lalu, (FOTO: Ecoton)

Namun, pelibatan masyarakat dalam pengelolaan sumber daya air masih terbatas. Saat ini, masyarakat sering kali tidak diberi ruang cukup dalam lembaga koordinasi formal, yang mengurangi akses informasi dan partisipasi publik. Perwakilan dari kelompok perempuan dan anak dalam forum-forum koordinasi juga sering kali tidak memadai.

Pengelolaan sumber daya air di Indonesia masih didominasi oleh kepentingan korporasi dan pembangunan infrastruktur pengairan, yang sering kali mengabaikan pelibatan masyarakat dalam seluruh tahapan pelaksanaan program. 

Hal ini menimbulkan ketidakadilan, pelanggaran hak asasi manusia, serta dampak kerusakan lingkungan yang merugikan masyarakat lokal. Dalam sesi tematik T1E2 tentang penanganan pencemaran air dengan perencanaan berbasis sains dan pelibatan semua pemangku kepentingan. 

Dalam rilis yang disampaikan kepada TIMES Indonesia pada Minggu (26/5/2024)  Direktur ECOTON, Dr. Daru Setyorini, menekankan pentingnya meningkatkan kapasitas komunitas peduli lingkungan agar dapat berpartisipasi aktif dalam pengelolaan sumber daya air dan pemulihan kerusakan sungai.

Menurut Daru, perempuan dan anak merupakan kelompok yang rentan terdampak polusi lingkungan namun masih kurang mendapat akses informasi dan partisipasi.

Untuk meningkatkan pengelolaan sumber daya air terpadu dan partisipatif, ECOTON berkolaborasi dengan lima lembaga dari Belanda dan Indonesia dalam proyek pemulihan kualitas air Sungai Brantas. 

Proyek ini bertujuan meningkatkan partisipasi masyarakat, terutama perempuan dan anak, melalui pelatihan pemantauan pencemaran dan kerusakan sungai dengan program Citizen Science, serta menjalin koordinasi dengan pemerintah, lembaga pendidikan, dan komunitas.

Selain Dr. Daru, panelis lainnya seperti Emily Kroft dari Kanada dan Liu Yang dari Chinese Hydraulic Engineering Society juga menyampaikan laporan mereka. Forum ini menjadi ajang penting untuk membangun jaringan global dalam upaya menanggulangi krisis air.

You Jinjun dari Global Water Partnership China menyatakan kekagumannya terhadap program AKSIBRANTAS, yang dianggap sebagai model efektif dalam meningkatkan partisipasi masyarakat dalam pemulihan kualitas air. 

Tamara Grujic, peneliti dari IHE Delft Belanda, juga mengapresiasi keberhasilan program ini dalam menggerakkan komunitas sungai untuk berkontribusi dalam perlindungan sungai.

Program AKSIBRANTAS, yang berlangsung sejak 2018 hingga 2024, telah memperkuat 15 kelompok komunitas peduli Sungai Brantas. Kelompok-kelompok ini terdiri dari perempuan, mahasiswa, dan pelajar. 

Beberapa di antaranya adalah Komunitas Aliansi Lereng Wilis (ALWI) di Tulungagung dan Hijau Daun di Kediri yang rutin melakukan penghijauan dan membersihkan sampah di Gunung Wilis. Mereka juga mendorong kebijakan pemerintah untuk membatasi penggunaan plastik sekali pakai.

Pelajar dan mahasiswa juga aktif membentuk kelompok pemantau sungai seperti Polisi Air di SMPN 1 Wonosalam Jombang, Trash Control Community di UINSA, dan Envigreen di UIN Malang. Kelompok perempuan diberikan pelatihan untuk mengembangkan bisnis ramah lingkungan guna mengurangi sampah plastik, seperti toko refill dan produk guna ulang. Mereka juga mengembangkan ekowisata konservasi hutan dan kelompok nelayan.

Program ini menghasilkan kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah dalam pengelolaan sungai, melibatkan berbagai dinas seperti BBWS Brantas, Dinas Lingkungan Hidup, dan lainnya.

Kolaborasi semacam ini perlu dikembangkan lebih lanjut agar masyarakat dapat berpartisipasi aktif menjaga sungai, dan pemerintah dapat mencapai target pengelolaan sumber daya air dengan dukungan masyarakat yang berdaya dan peduli akan kelestarian sungainya.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Irfan Anshori
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES