Peristiwa Daerah

Momentum Hari Lahir Pancasila, Lia Istifhama: Lima Sila Diksi Kenegaraan

Sabtu, 01 Juni 2024 - 14:04 | 35.28k
Dr. Lia Istifhama M.E.I
Dr. Lia Istifhama M.E.I
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, SURABAYA – Tepat pada 1 Juni 2024 kali ini adalah momentum peringatan Hari Lahir Pancasila yang memiliki makna tersendiri bagi banyak pihak, tak terkecuali Anggota DPD RI Terpilih Jatim 2024-2029, Dr. Lia Istifhama M.E.I.

“Hari Lahir Pancasila merupakan momentum bagaimana kita generasi bangsa senantiasa menjunjung tinggi nilai-nilai Bhinneka Tunggal Ika. Menjadikan persatuan bangsa sebagai kewajiban yang kita pikul selamanya, bahkan sebagai salah satu bagian penguat terwujudnya Indonesia Emas Tahun 2045,” terang politisi yang pernah meraih Woman of The Year Jatim 2023 Tokoh Peduli Pertanian dan Perhutanan Sosial dalam ajang Times Indonesia Award ini, Sabtu (1/6/2024)

Advertisement

Ning Lia, sapaan akrab keponakan Khofifah Indar Parawansa ini mengungkapkan jika makna deduksi kenegaraan yang muncul dalam setiap diksi Pancasila, yaitu 1) Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.

“Kelima diksi Pancasila tersebut menjadi sebuah deduksi atas diksi kenegaraan yang melambangkan kekokohan suatu bangsa dengan lima pilar yang saling mengaitkan dan menguatkan," ungkapnya.

“Dimulai dari sila pertama, adalah asal muasal manusia yang mana diciptakan sebagai khalifah, pemimpin atau penjaga negeri, dengan kewajiban mengaplikasikan ibadah atau penghambaan. Ibadah yang dimaksud bukan hanya bersifat vertikal penghambaan kepada sang Pencipta, melainkan juga ibadah yang bersifat horizontal berbentuk kebaikan sesama manusia. Ini menunjukkan deduksi kewajiban luhur manusia, yaitu menjalankan fungsi sebagai makhluk religius dan sekaligus makhluk sosial," sambung Ning Lia.

Ning Lia melanjutkan jika setelah pembentukan mental yang baik dalam diri manusia sesuai tuntuan agama dan tuntutan sosial, ia pun menerangkan kebutuhan manusia atas situasi yang menjamin kedamaian, keamanan, dan kenyamanan. 

“Ketika kita berhasil memenuhi kesadaran diri atas manusia yang bermoral sesuai pondasi agama dan nilai-nilai humanis, maka step berikutnya adalah kesadaran kita atas pentingnya kedamaian, keamanan, dan harmonisasi yang mana itu terangkai dalam sila ketiga, persatuan. Dengan adanya internalisasi atas kewajiban menjaga persatuan, menjadi pondasi menolak disintegrasi bangsa," tegasnya.

Aktivis Perempuan Nahdlatul Ulama Jatim ini juga menyinggung siklus sosial sebuah bangsa menurut Ibnu Khaldun. Bahwa situasi sosial pertama adalah masyarakat dengan segala kesederhanaan dan solidaritas di bawah otoritas kekuasaan yang didukungnya. Kedua adalah masyarakat yang diuntungkan secara ekonomi dan politik dalam sistem kekuasaan menjadi tidak peka lagi terhadap kepentingan bangsa dan negara. Dan ketiga, masyarakat yang tidak lagi memiliki hubungan emosional dengan negara maupun sesamanya.

“Cikal bakal siklus ketiga atau potret disintegrasi bangsa akibat tidak adanya persatuan antar sesama. Sedangkan jika dicermati kembali sila pertama dan kedua, seyogyanya generasi bangsa akan terbentuk menjadi pribadi khoirunnas anfauhum linnas, manusia bermanfaat bagi sesama yang mengedepankan kebaikan dan bertanggung jawab sebagaimana prinsip syubbanul yaum rijalul ghod,” terangnya.

Senator cantik dengan perolehan terbanyak non petahana perempuan di kursi DPD RI itu pun menerangkan diksi berikutnya, yaitu realita yang harus disadari generasi bangsa, bahwa harus ada upaya mempertahankan persatuan di tengah berbagai dinamika interaksi sosial manusia. 

“Dalam hubungan manusia, menjadi sebuah keniscayaan adanya perselisihan atau perbedaan. Inilah yang harus diselesaikan secara bijak, salah satunya melalui musyawarah menemukan solusi terbaik," paparnya.

Ning Lia yang juga dikenal sebagai skademisi ini menegaskan jika Diksi terakhir menurutnya adalah berjalannya sikap adil kepada sesama yang bermuara tercapainya rasa bahagia sesama generasi bangsa, yaitu sebagaimana termaktub dalam sila kelima Pancasila. 

“Adil dan bahagia, tentu dapat terwujud ketika moral kebaikan terbentuk dan dimiliki oleh generasi bangsa, sesuai diksi pertama sila Pancasila hingga sila-sila berikutnya. Dalam hal ini, terbentuk secara nyata tindakan kebaikan yang saling berbalas satu sama lain atau credit slip, yang dalam Islam disebut at-ta’awun," jelasnya.

“Dari kesemua sila luhur yang tersistematis secara deduksi tersebut, maka kita pun disadarkan atas diksi kenegaraan yang seyogyanya kita patri dan kita pahami secara utuh sebagai anak bangsa Indonesia. Hal ini disebabkan Pancasila seyogyanya bukan semata kepentingan sebuah bangsa, melainkan kepentingan setiap individu untuk memuliakan dirinya sendiri. Jaga Pancasila Untuk Hidup Mulia,” pungkas Dr. Lia Istifhama. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ferry Agusta Satrio
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES