Indonesia Darurat Pornografi Anak, HNW Minta Kementerian PPPA Fokus Atasi

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Hidayat Nur Wahid, Wakil Ketua MPR RI dan Anggota DPR-RI Komisi VIII yang menangani isu perempuan dan anak, meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) untuk menyiapkan strategi khusus dalam mengatasi masalah pornografi anak.
Hidayat, yang akrab disapa HNW, mengingatkan bahwa berdasarkan PP Nomor 78 Tahun 2021 tentang Perlindungan Khusus Bagi Anak, anak yang dieksploitasi secara seksual dan/atau menjadi korban pornografi termasuk dalam kategori Anak Yang Memerlukan Perlindungan Khusus, sehingga pemerintah wajib melindungi mereka.
Advertisement
"Dalam FGD terbaru bersama Kementerian PPPA, saya telah menyampaikan agar memprioritaskan program perlindungan anak dari bahaya laten pornografi. Dalam konteks tugas dan fungsi KemenPPPA, perlu disusun peta jalan pemberantasan pornografi anak serta skema sinergi lintas Kementerian, Lembaga, dan organisasi non pemerintah untuk menyelesaikan masalah ini," kata Hidayat dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Menurut data KPAI, Indonesia telah mengalami darurat pornografi anak selama tiga tahun terakhir, dengan banyaknya produksi video asusila yang melibatkan anak-anak sebagai subjek.
Baru-baru ini (31/5), polisi menangkap pelaku penyebaran konten pornografi anak yang sejak akhir 2022 telah mendistribusikan lebih dari 2000 konten tersebut.
Hidayat, yang juga merupakan anggota DPR-RI dari Fraksi PKS, menegaskan bahwa berdasarkan UU Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual, pornografi yang melibatkan anak termasuk dalam tindak pidana kekerasan seksual.
"Dalam konteks pidana, tindakan tegas dari kepolisian sudah tepat. Namun, dalam hal pencegahan, seharusnya menjadi fokus utama Kementerian PPPA sebagai lembaga yang bertanggung jawab atas perlindungan anak," lanjutnya.
Menurut Hidayat, untuk mengatasi masalah pornografi anak, diperlukan strategi preventif yang efektif dan komprehensif, seperti penyusunan dokumen Rencana Aksi Nasional.
Dia menjelaskan bahwa Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Pornografi (P3) sebenarnya sudah dibentuk pada tahun 2012 melalui Perpres Nomor 25/2012. Saat itu, Kemenko Kesra menjadi ketua, dengan Menteri Agama sebagai Ketua Harian, dan Menteri PPPA sebagai salah satu anggotanya.
Salah satu hasil dari Gugus Tugas tersebut adalah terbitnya Permenko Kesra No.6 Tahun 2013 tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Pornografi Tahun 2013-2017, yang mengoordinasikan program lintas Kementerian dan Pemerintah Daerah untuk pencegahan dan penanganan pornografi.
"Sayangnya, setelah itu pemerintah seolah-olah mengabaikan Gugus Tugas P3 dan tampaknya tidak melanjutkan pembaruan Rencana Aksi Nasional P3 setelah 2017. Di sini, Kementerian PPPA seharusnya berperan lebih aktif dengan memaksimalkan fungsi koordinasinya," tambah Hidayat.
Wakil Ketua Majelis Syura PKS ini juga mencontohkan keberhasilan Kementerian PPPA dalam mengoordinasikan isu perempuan dan anak, seperti pengarusutamaan gender (PUG). KemenPPPA menjadikan isu ini sebagai program prioritas melalui penyusunan dan internalisasi materi PUG serta sosialisasi lintas Kementerian, Lembaga, dan Pemerintah Daerah, sehingga terjadi pengarusutamaan gender di semua instansi tersebut.
Oleh karena itu, Hidayat menyarankan agar Kementerian PPPA segera menyiapkan dokumen rancangan strategi nasional terkait pencegahan dan penanganan pornografi, khususnya pada anak.
"Strategi tersebut kemudian perlu dibahas di Komisi VIII DPR-RI sebagai mitra KemenPPPA dan KPAI, bersama para pakar dan NGO terkait, agar penanganan dan solusi yang dirumuskan bisa komprehensif dan efektif. Dengan demikian, Indonesia dapat terlepas dari kondisi darurat pornografi anak di masa depan," ucapnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sholihin Nur |