Mengintip Produksi Tusuk Sate Jelang Idul Adha di Kota Tasikmalaya

TIMESINDONESIA, TASIKMALAYA – Menjelang Hari Raya Idul Adha, produsen tusuk sate di Kota Tasikmalaya terus memaksimalkan produksi untuk memenuhi lonjakan permintaan pasar.
Belasan pekerja nampak sibuk di rumah produksi perajin tusuk sate yang berada di Kampung Panunggalan, Kelurahan Sukahurip, Kecamatan Tamansari, Kita Tasikmalaya, Jawa Barat. Kamis (13/6/2024).
Advertisement
Kenaikan permintaan ini terjadi karena banyak masyarakat yang akan memanggang daging kurban selama perayaan Idul Adha. Pemilik pabrik, Karto Widodo, mengungkapkan bahwa permintaan tusuk sate meningkat tajam menjelang Idul Adha.
"Ya mamang permintaan tusuk sate menjelang Idul Adha terus meningkat, order pun terus berdatangan bahkan nggak ketahan. Naiknya tinggi sekali," kata Karto, Kamis (13/6/2024).
Namun, meski permintaan meningkat, Karto tidak bisa sepenuhnya memanfaatkan momentum ini karena keterbatasan kapasitas produksi pabriknya yang berskala UMKM. Kapasitas produksinya mentok di angka 6 ton per bulan.
Ratusan tusuk sate siap dikemas di rumah produksi di Kampung Panunggalan, Kelurahan Sukahurip, Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Kamis (13/6/2024). (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)
"Namun yang jadi masalah produksi kita terbatas, rata-rata produksi tusuk sate sehari 2 kuintal atau sekitar 6 ton per bulan. Setiap hari pun segitu," tambah Karto.
Masalah keterbatasan ini dipicu oleh kapasitas kerja peralatan atau mesin yang dimiliki Karto. Meskipun dia memproduksi tusuk sate dengan kualitas baik, berbentuk bulat, licin, dan ukuran yang seragam, mesin-mesin yang digunakan memang tergolong mahal.
"Mesin-mesin ini memang tergolong mahal bagi kami, butuh investasi ratusan juta rupiah kalau mau menambah kapasitas produksi. Semua tahapan produksi memang kita sudah menggunakan mesin. Selain cepat juga agar kualitasnya bagus," jelas Karto.
Meskipun permintaan pasar melonjak, harga jual tusuk sate tetap stabil. Satu kilogram tusuk sate dijual ke distributor seharga Rp15 ribu. "Kalau di tingkat produsen seperti saya tak ada kenaikan harga, tetap Rp15 ribu per kilo dijual ke distributor. Kemudian oleh mereka dikemas dan diberi label brand sendiri," kata Karto.
Karto menjelaskan bahwa pasokan bahan baku tidak menjadi masalah karena bambu sangat melimpah di Tasikmalaya dan wilayah Priangan Timur lainnya. Untuk mendukung produksi, Karto memiliki empat mitra usaha di wilayah Tasikmalaya Selatan dan Pangandaran yang mengolah batang bambu menjadi tusuk sate setengah jadi.
"Jadi saya memang punya 4 mitra di wilayah Tasikmalaya Selatan dan Pangandaran, mitra itu lokasinya dekat dengan sumber bahan baku. Mereka mengolah dari batang bambu sampai setengah jadi, lalu saya tampung di sini untuk finishing," ujar Karto.
Pola kemitraan ini selain memberdayakan masyarakat lokal, juga membuat proses pengiriman dan pola kerja Karto menjadi lebih efisien.
Inspirasi dari Tukang Sate Depan Rumah
Sejumlah karyawati beraktivitas rumah produksi tusuk sate di Kampung Panunggalan, Kelurahan Sukahurip, Kecamatan Tamansari, Kota Tasikmalaya, Jawa Barat. Kamis (13/6/2024). (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)
Karto kepada TIMES Indonesia mengisahkan memulai bisnis produksi tusuk sate ini sejak tahun 2011. Saat itu, dia terinspirasi oleh penjual sate ayam di depan rumahnya yang kerap membuang tusuk sate bekas.
"Ya sebelumnya bidang usaha yang saya geluti adalah dunia konveksi dan percetakan, namun awalnya iseng mengamati tusuk sate dari penjual sate di depan toko. Nah dari situ mulai saya mencari tahu dan mencoba memproduksi tusuk sate," kenang Karto.
Langkah yang diambil Karto ternyata membuahkan hasil. Usaha produksi tusuk sate ini tumbuh dan menjadi sumber utama penghasilan keluarganya.
"Ya Alhamdulillah berkat usaha ini bisa membebaskan saya dari hutang riba, menyekolahkan anak. Walaupun kecil-kecilan tapi berkelanjutan," pungkas Karto.
Dengan lonjakan permintaan yang tinggi menjelang Hari Raya Idul Adha, produsen tusuk sate di Kota Tasikmalaya seperti Karto tetap berusaha memenuhi kebutuhan pasar meskipun terkendala kapasitas produksi. Upaya ini tidak hanya menggerakkan roda ekonomi lokal tetapi juga memberdayakan masyarakat setempat melalui pola kemitraan yang dijalankan. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sholihin Nur |