Tunda Tender Proyek, Unit Layanan Pengadaan Kabupaten Bantul Digeruduk Ratusan Pekerja
TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Ratusan pekerja konstruksi yang tergabung dalam Aliansi Paguyuban Pekerja Bantul (AP2B) menggelar aksi demontrasi di depan kantor PT Merak Beton dan Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Bantul, Rabu (21/8/2024).
Koordinator Lapangan (Korlap) Aksi, Edik Widodo, mengatakan, setidaknya 500 pekerja mengikuti aksi protes ini.
Advertisement
Hal ini terpaksa dilakukan karena pihak ULP Kabupaten Bantul melakukan penundaan jadwal tender yang mengakibatkan menumpuknya pekerjaan dan penyerapan tenaga kerja tidak maksimal.
"Penundaan tender yang tidak sesuai jadwal dinilai berdampak negatif terhadap penyerapan tenaga kerja. Akibatnya, banyak pekerjaan yang harus diselesaikan secara tergesa-gesa dan hasilnya tidak maksimal," ujar Endik.
Kondisi ini membuat para pekerja khawatir akan kualitas hasil akhir proyek dan kesejahteraan keluarga mereka menjadi terganggu karena sangat bertentangan degan nilai-nilai kearifan lokal warga Bantul
Lebih lanjut hal ini terjadi disinyalir karena ada dugaan “cawe-cawe” PT merak terkait tender pengadaan barang dan jasa di Kabupaten Bantul sehingga membuat situasi dikalangan para pekerja dan masyarakat Bantul menjadi berantakan.
"Kami terpaksa bekerja dengan waktu yang sangat terbatas dan ini mempengaruhi kualitas pekerjaan kami. Kami ingin pihak terkait ULP segera menuntaskan masalah ini agar kami bisa bekerja dengan lebih baik," tandasnya.
Selain itu, endik juga mempertanyakan legalitas material yang digunakan oleh PT Merak Beton. “Kami menduga bahwa beberapa material yang digunakan tidak memiliki izin resmi, yang semakin menambah kekhawatiran mengenai kualitas dan keselamatan para pekerja,” tegasnya.
"Kami juga mempertanyakan mengapa ULP tidak menayangkan paket tender secara teratur seperti tahun-tahun sebelumnya. Ada apa di balik ini semua? Kami berhak mendapatkan informasi yang transparan," sambungnya.
Situasi di lokasi protes sempat memanas ketika massa menuntut penjelasan dari ULP Kabupaten Bantul mengenai ketidakpastian jadwal tender. Mereka mendesak agar pihak ULP segera memperbaiki prosedur dan memastikan tender dilaksanakan tepat waktu guna mencegah terulangnya masalah ini di masa depan.
Tim hukum dan advoksi aliansi pangguyuban pekerja Bantul (AP2B), Musthofa, menyoroti potensi Pelanggaran Hukum Terkait dengan situasi tersebut.
Ia mengungkapkan terdapat beberapa potensi pelanggaran hukum yang dapat diselidiki lebih lanjut oleh aparat penegak hukum.
PT Merak Beton patut diduga melanggar Pasal 263 KUHP jika terbukti tidak ada ijin material. ULP Kabupaten Bantul juga patut diduga melanggar Pasal 7 ayat 1 Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah yaitu ULP bertanggung jawab untuk melaksanakan proses pengadaan barang/jasa sesuai jadwal dan aturan yang berlaku.
"Jika terbukti ada kelalaian atau penyimpangan dalam proses ini, ULP bisa dikenakan sanksi administratif hingga pidana,” tegasnya.
PT MERAK juga patut diduga melanggar Undang-Undang No. 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi dan Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mengatur bahwa seluruh material yang digunakan dalam proyek konstruksi harus memenuhi standar dan peraturan yang berlaku.
Penggunaan material tidak berizin bisa dianggap melanggar ketentuan ini dan dapat mengakibatkan sanksi administratif, denda, hingga pencabutan izin usaha konstruksi yang berdampak pada hilangnya hak perusahaan untuk beroperasi di sektor tersebut.
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yaitu Penggunaan material yang tidak memenuhi standar juga bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap hak-hak konsumen, yang meliputi hak atas keselamatan, keamanan, dan kenyamanan.
Pelanggaran ini dapat menyebabkan perusahaan dikenakan sanksi berupa denda atau tuntutan ganti rugi dari pihak yang dirugikan.
Perihal Unit Layanan Pengadaan (ULP) Kabupaten Bantul tidak menayangkan paket tender secara teratur atau sesuai dengan ketentuan yang berlaku, ada beberapa dampak hukum dan konsekuensi yang dihadapi oleh ULP dan pejabat yang terlibat yaitu Pelanggaran Peraturan Presiden (Perpres) tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah. Peraturan Presiden No. 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang atau Jasa Pemerintah mengatur bahwa proses pengadaan harus dilakukan secara terbuka, transparan, adil, dan tepat waktu.
Jika ULP tidak menayangkan paket tender secara teratur, ini bisa dianggap sebagai pelanggaran terhadap prinsip transparansi dan akuntabilitas. Kami juga melihat Potensi Tindak Pidana Korupsi yaitu Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Penundaan atau tidak ditayangkannya paket tender secara teratur diduga disengaja untuk menguntungkan pihak tertentu atau merugikan negara, ini bisa masuk dalam kategori tindak pidana korupsi, khususnya jika terbukti ada penyalahgunaan wewenang atau penggelapan dana. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sholihin Nur |