Ricuh Aksi PMII di Pelantikan DPRD Kota Tasikmalaya Ricuh, Ini Kata Ketua LBH PMII
TIMESINDONESIA, TASIKMALAYA – Aksi anggota Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kota Tasikmalaya dalam mengawal pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah atau DPRD Kota Tasikmalaya pada Selasa (3/9/2024) diwarnai kericuhan yang mengejutkan.
Aksi damai yang awalnya bertujuan untuk menyuarakan aspirasi masyarakat berubah menjadi kericuhan yang mengarah pada dugaan tindakan persekusi. Beberapa kader PMII mengalami luka lebam hingga berdarah, sebuah situasi yang kemudian menuai kecaman dari berbagai pihak.
Advertisement
Kronologi Kejadian
Aksi tersebut dimulai pada pagi hari dengan ratusan mahasiswa PMII yang berkumpul di depan gedung DPRD Kota Tasikmalaya. Mereka membawa spanduk, poster dan meneriakkan berbagai tuntutan yang menyoroti kinerja anggota dewan yang baru dilantik.
Suasana semula kondusif, namun mulai memanas ketika pihak keamanan mencoba membubarkan massa dengan cara yang dinilai terlalu keras.
Sejumlah kader PMII dilaporkan mengalami kekerasan fisik, mulai dari pemukulan hingga pengejaran oleh aparat keamanan. Beberapa di antaranya bahkan harus dilarikan ke rumah sakit akibat luka-luka yang diderita. Kejadian ini dengan cepat menyebar di media sosial, memicu reaksi keras dari publik.
Tanggapan Ketua LBH PMII Kota Tasikmalaya
Menanggapi insiden ini, Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) PMII Kota Tasikmalaya, Milki Muhammad Sidiq, mengecam keras tindakan represif yang dilakukan oleh aparat kepolisian.
Menurutnya, tindakan tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 9 Tahun 2008 yang mengatur tata cara pengendalian massa.
“Pengendalian massa aksi oleh kepolisian sudah diatur berdasarkan Perkapolri Nomor 9 Tahun 2008 pada Pasal 13 yang menyebutkan bahwa dasar penanganan massa aksi bagi aparat keamanan harus melindungi hak asasi manusia, menghargai asas legalitas, menghargai prinsip praduga tidak bersalah dan menyelenggarakan pengamanan,” ujar Milki, Rabu (4/9/2024)
Ia menambahkan bahwa dalam protap (prosedur tetap) tersebut, tidak ada kondisi khusus yang dapat dijadikan alasan bagi aparat kepolisian untuk melakukan tindakan represif.
“Dalam kondisi apapun, protap justru menegaskan bahwa anggota satuan Dalmas dilarang bersikap arogan dan terpancing oleh perilaku massa,” tegasnya.
Milki juga menyoroti bahwa dalam situasi apapun, upaya paksa oleh kepolisian seharusnya dilakukan dengan menghindari hal-hal yang kontra produktif.
“Seharusnya kalaupun kepolisian mau menerapkan upaya paksa, mereka harus menghindari tindakan yang bisa memicu kerusakan lebih lanjut. Mengejar, melempar balik, menangkap dengan kasar, atau bahkan memukul adalah tindakan yang jelas melanggar prinsip hak asasi manusia,” katanya.
Menurut Milki, tindakan yang dilakukan oleh aparat keamanan pada saat itu tidak hanya melanggar protap yang telah diatur, tetapi juga mencederai nilai-nilai kemanusiaan yang seharusnya dijunjung tinggi oleh setiap anggota kepolisian.
Sebagai bentuk protes dan upaya penegakan keadilan, LBH PMII Kota Tasikmalaya berencana untuk melaporkan kejadian ini kepada sejumlah lembaga terkait.
“Kami dari LBH PMII akan melaporkan hal ini kepada Komnas HAM, Paminal, Provost, dan Irwasum Polri. Kami juga sudah memiliki beberapa bukti video atas tindakan represif oleh anggota kepolisian tersebut,” pungkas Milki.
Respons Publik dan Dampaknya
Insiden ini segera memicu gelombang protes dari berbagai elemen masyarakat. Banyak yang menyayangkan sikap aparat keamanan yang dianggap tidak proporsional dalam menghadapi aksi damai mahasiswa.
Media sosial dipenuhi dengan kecaman dan seruan untuk mengusut tuntas kasus di Kota Tasikmalaya ini, sehingga menambah tekanan kepada pihak kepolisian untuk segera memberikan klarifikasi dan tindakan yang tepat. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |