Hari Santri Nasional: Ghofur-Firosya, Komitmen Santri untuk Transformasi Lamongan
TIMESINDONESIA, LAMONGAN – Calon Bupati dan Wakil Bupati Lamongan nomor urut 1, Abdul Ghofur dan Firosya Shalati (Ghofur-Firosya) mencuri perhatian publik sebagai sosok santri yang memiliki visi besar untuk membawa perubahan signifikan di Kabupaten Lamongan.
Cabup Lamongan Ghofur berlatar belakang pendidikan agama bertekad untuk menjadikan Koto Soto lebih maju dan berdaya saing tanpa melupakan akar religius serta budaya yang kuat.
Advertisement
Ghofur merupakan alumni dari Yayasan Pesantren Islam (YAPI) Bangil, Pasuruan, yang telah lama dikenal sebagai salah satu lembaga pendidikan terkemuka di Jawa Timur.
Yayasan ini diasuh oleh Habib Husein Al Habsyi dan Ustadz dari Ponpes Langitan Tuban, yakni Ustadz Qosim, Ustadz Abdul Rohim dan Gus Abdullah Faqih.
Yayasan yang berdiri sejak 21 Juni 1976 ini telah melahirkan banyak ulama dan tokoh penting di negeri ini, dan Ghofur adalah salah satu di antaranya.
Dalam visinya, Ghofur mengusung perpaduan antara semangat religius dan modernitas untuk kemajuan berbagai sektor di Lamongan, mulai dari pendidikan, ekonomi, hingga sosial.
Menurutnya, perubahan besar harus dimulai dari hal-hal kecil dengan tetap memegang teguh prinsip-prinsip agama. "Kami ingin membangun Lamongan yang lebih baik, lebih maju dan lebih bagus," ujar Ghofur.
Pengalaman Ghofur selama di Pesantren YAPI, yang memiliki lembaga pendidikan formal mulai dari MTS/SMP hingga MA/SMA, telah memupuk pandangannya tentang pentingnya pendidikan yang terintegrasi antara kurikulum umum dan agama.
Rekam jejaknya sebagai seorang santri dan pemimpin yang berkomitmen menjadikan nilai-nilai religius sebagai landasan utama, membuatnya menjadi figur yang dipercaya dapat menyalakan asa perubahan di Lamongan.
Sebagai santri, Ghofur memberikan perhatian besar pada pondok pesantren di Kabupaten Lamongan. Ia berjanji, jika terpilih sebagai Bupati, akan segera mengeluarkan Peraturan Bupati (Perbup) terkait pondok pesantren.
"Pemerintah perlu memperhatikan pesantren-pesantren di Lamongan. Program-program terkait santri harus diakomodir, termasuk tunjangan bagi guru ngaji dan guru Madrasah Diniyah (Madin)," tuturnya.
Pada momen Hari Santri Nasional 2024 yang mengusung tema "Menyambung Juang, Merengkuh Masa Depan," Ghofur menyatakan komitmennya untuk lebih memperhatikan pondok pesantren dan santri di Lamongan.
"Bila nanti terpilih sebagai Bupati Lamongan, saya akan mengadakan lomba membaca kitab kuning antar pondok pesantren, guna menggairahkan semangat santri untuk belajar," katanya.
Ghofur, yang memiliki pengalaman panjang sebagai santri dan politisi, menceritakan bagaimana ia menjalani kehidupan di pesantren dan kuliah di luar negeri.
"Setelah nyantri di YAPI Bangil selama enam tahun, saya melanjutkan pendidikan di Pakistan, belajar di Panjab University, dan bekerja untuk menopang biaya kuliah," ucapnya.
Pengalaman hidupnya yang keras namun penuh pembelajaran, seperti bekerja sebagai tenaga musiman (temus) haji, mencerminkan semangat pantang menyerah Ghofur.
"Saya pernah bekerja di hotel selama musim haji, mencuci piring dan melayani jamaah Indonesia. Pengalaman ini mengajarkan saya tentang arti perjuangan dan kerja keras," tuturnya.
Gagasan Presiden dan Wakil Presiden RI Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka yang memberikan perhatian khusus terhadap pengembangan santri disambut positif oleh Calon Wakil Bupati (Cawabup) Lamongan nomor urut 1, Firosya Shalati yang akrab disapa Firosya.
"Program santri mendunia dan dana abadi untuk pondok pesantren adalah langkah penting yang harus kami sinkronkan di Lamongan. Santri tidak hanya dipersiapkan secara akhlak dan pengetahuan agama, tapi juga harus mampu bersaing dalam dunia industri yang semakin kompleks," kata Firosya.
Dalam pandangannya, santri memiliki bekal akhlak dan ilmu agama yang kuat, yang diperlukan untuk menghadapi tantangan masa depan.
"Sekarang saatnya santri mengambil peran lebih besar," ujarnya.
Bersama Ghofur, Firosya juga berharap bisa menyemarakkan Hari Santri Nasional di Lamongan, mengingat 90% penduduk kabupaten ini beragama Islam dan memiliki banyak pondok pesantren.
"Momentum Hari Santri harus dimanfaatkan untuk menguatkan peran santri, agar mereka tidak hanya fokus pada karir keagamaan, tapi juga mampu bersaing di industri," tuturnya.
Sebagai sosok yang meski tidak formal menempuh pendidikan pesantren, Firosya mengaku selalu dekat dengan lingkungan santri. Dari kecil hingga saat ini, ia sering terlibat dalam aktivitas pesantren dan majelis taklim, baik di Gresik maupun Jakarta.
"Santri adalah bagian integral dari kehidupan saya, dan saya ingin berkontribusi lebih untuk mereka," ujar Firosya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sholihin Nur |