Kisah Pilu Dua Lansia Difabel Asal Pacitan, Kehilangan Rumah Usai Disambar Petir

TIMESINDONESIA, PACITAN – Sabtu (9/11/2024) malam, kala hujan deras mengguyur Desa Sanggrahan, Kecamatan Kebonagung, Kabupaten Pacitan, tiba-tiba langit meluapkan amarah.
Petir menyambar dengan kilatnya yang menyilaukan, dan tak lama terdengar kabar getir. Rumah Tuginem (80) dan Tugimah (75) ludes terbakar.
Advertisement
Bagi dua perempuan sepuh penyandang disabilitas ini, tak ada yang lebih mengejutkan dari musibah yang menimpa di senja hidup.
Kini, keduanya bernaung di rumah Supatmi (51), saudara yang tak jauh dari sana. Namun, betapapun dekat, tetap saja hati mereka tersayat, bak badai yang merampas segala kehangatan.
“Rumah saya hangus dalam sekejap,” begitu kira-kira tangis lirih yang tak terdengar dari wajah keduanya.
Menurut cerita keponakan ipar mereka, Suparwoto (54), Tuginem sedari lahir sudah disertai disabilitas mental. Sementara Tugimah, meski kakinya bengkok dan tak lagi mampu bicara, tetap sabar menemani kakaknya dalam keheningan.
Keduanya tidak pernah menikah, melajang hingga usia senja, terikat oleh nasib dan kebutuhan hidup bersama.
"Sebenarnya kami tinggal serumah, tapi karena istri saya sakit stroke, saya sering bolak-balik ke rumah anak,” tutur Suparwoto dengan nada getir.
Saat musibah itu terjadi, Suparwoto sedang di rumah anaknya. Ia pun tergopoh-gopoh kembali begitu mendengar kabar dari Ketua RT bahwa api melahap rumah mereka.
Petang itu, warga berlari ke lokasi. Di bawah guyuran hujan, mereka menemukan Mbah Tuginem terduduk di bawah pohon mlinjo, menggigil.
Sementara itu, Mbah Tugimah sudah berjalan tertatih ke jalanan. Wajah mereka pucat, shock. Betapa tidak, sambaran petir dan api yang membara seolah menjadi ingatan yang akan terus membekas.
Dibantu warga, kedua lansia itu segera dievakuasi ke rumah saudara terdekat. “Bangunan itu separuhnya kayu, atapnya asbes, jadi api menjalar dengan cepat. Warga sudah berusaha memadamkan api, tapi alat seadanya tak mampu melawan kobaran,” kenang Suparwoto yang menjadi saksi malam itu.
Kini, dalam kehangatan rumah yang dipinjamkan saudara, ada secercah harapan agar uluran tangan datang dari pihak terkait.
Bukan hanya untuk kembali memiliki tempat berteduh, tetapi juga untuk bantuan psikologis bagi Tuginem dan Tugimah, agar hati mereka yang rapuh tetap kuat di masa-masa mendatang.
"Kami berharap ada bantuan, baik dari pemerintah atau masyarakat sekitar, supaya Mbah Tuginem dan Mbah Tugimah bisa kembali punya tempat tinggal yang layak," ungkap Suparwoto dengan nada penuh harap.
Keluarga juga berharap ada perhatian lebih bagi lansia penyandang disabilitas di Kabupaten Pacitan seperti mereka. Di usia senja, hidup sudah cukup berat; semoga tangan-tangan baik segera menghampiri, membawa cahaya baru di sisa usia yang sudah redup. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |