IPRKB Undang Empat Calon Walkot Berdiskusi Tentang Persoalan Perijinan
TIMESINDONESIA, BANDUNG – Calon Wali Kota Bandung yaitu Dandan Riza Wardana - Arif Wijaya,nHaru Suhandaru - Ridwan Dhani Wiriananta, Muhammad Farhan - H. Erwin, dan Arfi Rafnialdi - Yena Iskandar Masoem, menghadiri diskusi terbuka bersama Ikatan Pengusaha Reklame Kota Bandung (IPRKB).
Mereka berdiskusi membahas pentingnya sinergitas antara estetika reklame iklan luar ruang dengan tata ruang kota, serta peran sektor periklanan dalam peningkatan ekonomi Kota Bandung.
Advertisement
Diskusi yang diadakan IPRKB kali ini bertujuan untuk mencari solusi dan ide-ide inovatif yang dapat memperkuat hubungan antara estetika kota, keberlanjutan ekonomi, dan kesejahteraan masyarakat, khususnya yang menggantungkan hidupnya pada sektor periklanan reklame.
Dalam paparan visi dan misi para Calon Walikota Bandung yang dipaparkan oleh masing-masing calon walikota, menekankan pentingnya keseimbangan antara perkembangan kota yang modern dengan penghormatan terhadap nilai-nilai estetika.
Mereka, para calon walikota Bandung dalam paparannya mengajak para pengusaha reklame untuk berkolaborasi dalam menciptakan lingkungan kota yang tidak hanya indah dipandang, tetapi juga mendukung perekonomian kota yang berkelanjutan.
Reklame luar ruang bukan hanya sarana untuk menyampaikan informasi baik komersial maupun program pemerintah, tetapi juga penyemarak kota Bandung. ”Supaya Bandung teh Caang” serta menjadi bagian dari identitas visual kota demikian para Calon Walikota utarakan.
Para Calon Walikota Bandung meyakini bahwa dengan pendekatan yang tepat, reklame dapat memperindah wajah kota sekaligus memberikan dampak positif bagi perekonomian, baik untuk pengusaha, karyawan, maupun mitra-mitra yang terlibat dalam sektor ini.
Kegiatan bertukar pikiran ini juga menyoroti peran reklame dalam meningkatkan daya tarik ekonomi Kota Bandung. Sektor periklanan luar ruang terbukti mampu membuka lapangan kerja, meningkatkan pendapatan daerah, serta memberikan dampak positif bagi UMKM dan sektor-sektor terkait usaha besar pemasang media iklan lainnya.
Dengan sinergi yang kuat antara pemerintah dan pengusaha reklame, ekonomi Kota Bandung diproyeksikan akan semakin berkembang, menciptakan lapangan pekerjaan baru, menunjang sektor kreatif serta mendukung pembangunan infrastruktur kota yang lebih baik.
Ketua 1 Ikatan Pengusaha Reklame Kota Bandung, Subchan Daragana, menyatakan, sangat mendukung upaya yang dilakukan calon walikota Bandung untuk menyelaraskan estetika dan potensi daerah.
"Kami percaya bahwa melalui kolaborasi ini akan menghasilkan produk regulasi pemerintah kota yang selaras dengan tujuan yang komprehensif sehingga kita bisa menciptakan reklame yang tidak hanya memberikan dampak positif bagi ekonomi, tetapi juga estetika kota. Kami siap mendukung kebijakan yang akan membawa manfaat bagi semua pihak," ujarnya.
Subchan Daragana pun menuturkan bahwa sebagai bentuk komitmen, para pengusaha reklame juga menyampaikan kesiapan mereka untuk bekerja sama dengan pemerintah Kota Bandung dalam menyusun regulasi yang mendorong keberlanjutan sektor periklanan luar ruang, tanpa mengabaikan aspek estetika dan tata ruang kota. Mereka berharap bahwa sinergi ini dapat mendorong Bandung menjadi kota yang lebih cantik, lebih ramah ekonomi, serta lebih inklusif bagi semua lapisan masyarakat.
Diskusi ini diharapkan menjadi langkah awal dalam merumuskan kebijakan yang tepat, yang bisa memberikan jalan keluar bagi para pengusaha reklame terutama perihal perijinan yang dinilai masih jadi pekerjaan rumah.
”Alhamdulilah hari ini kita dapat vibe-nya, bagaimana mengedukasi semua stake holder tentang dunia marketing. Kepentingannya adalah bagaimana tujuan akhir ditaruhnya adalah sejahtera semuanya. Kotanya semakin bagus, pelaku ekonominya meningkat, ekonomi masyarakat bertumbuh. Itu merupakan kata kuncinya,” kata Subchan Daragana, Ketua I IPRKB, Senin (18/11/2024).
”Posisi tawar, bagaimana kita bersiasat untuk berdiplomasi sebagaimana yang disampaikan oleh Kang Farhan tadi. Jadi, kita nya pun harus menempatkan diri, memantaskan diri supaya para stake holder yang melihat, seperti sekarang adanya pansus tadi, hasil ujung akhir berpikirnya sama, yakni, model business akhirnya harus ditemukan,” tuturnya.
Tak jauh berbeda dengan Mohammad Farhan, SE. calon walikota no urut tiga menyatakan bahwa, diskusi yang diadakan oleh IPRKB ini sangat menarik.
"Karena selama ini kata kuncinya yang selalu diomongin oleh para pengusaha dari IPRKB adalah masalah perijinan. Saya ingin mengajak teman-teman, jangan ngomongin soal perijinan dulu, lebih baik kita berbicara perihal kolaborasi terlebih dahulu. Business Modelnya seperti apa sih, penta helixnya seperti apa sih?” ujar Mohammad Farhan, SE.
“Saya melihat ada tiga hal yang perlu diperhatikan. Satu, kajian estetikanya, kajian sosialnya, dan yang terakhir bisnisnya. Sampai sekarang saya belum pernah melihat ada kajian bisnisnya, business modelnya seperti apa, potensi bisnisnya seperti apa, realisasinya seperti apa. Nah, itu seperti tidak ada yang mengetahuinya,” tutur Farhan.
“Jika kita sama-sama ketahui, maka bisa sama-sama mengaturnya dan bentuk regulasi nantinya tuh berupa kesepakatan antara pelaku dan regulator (pemerintah). Sekarang, sering terjadi ribut karena peraturannya yang muncul berkenaan reklame di Bandung itu berasal dari regulator saja. Padahal, regulator itu bukan pelaku bisnis reklame. Pelaku bisnis reklame-lah sebetulnya yang lebih paham perihal bisnis mereka,” paparnya.
Farhan pun dengan terbuka mengutarakan bahwa ia sendiri tidak tahu business modelnya untuk pengaturan reklame itu seperti apa.
Tidak berbeda dengan Haru Suhandaru yang menyoroti perihal adanya perbedaan penafsiran atau pertentangan dari peraturan daerah yang dibuat oleh legislator daerah (DPRD) hingga turun menjadi peraturan wali kota (perwal) dari persoalan tentang usaha outdoor advertising ini. Ia mengatakan bahwa, sebenarnya perwal bertentangan dengan perda itu tidak boleh. Yang boleh itu adalah perwal menindaklanjuti aturan-aturan teknis sehingga perda itu bisa dilaksanakan dan itu merupakan kedudukan perda dan perwal yang benar, yang harmonis.
Haru menekankan, pertentangan di atas tersebut harus diperbaiki. Setiap regulasi itu pasti ada tinjauan filosofis, yuridis, dan tinjauan sosiologis.
“Agar ada solusi, regulator bisa lakukan studi banding perihal penataan reklame dan segala halnya agar bisa lebih solutif. Jadi, secara filosofisnya, semua kepentingan, kesejahteraan, keamanan, kemaslahatan, itu harus kita pertimbangkan. Secara sosiologisnya, mungkin saja penerapan aturan yang seperti di daerah Kute bisa diterapkan, karena kondisi jalan yang kecil dan pendek di Kute tak jauh berbeda seperti di Bandung,” pungkas Haru. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |