Hujan Tak Redam Khidmatnya Perayaan Siwaratri Umat Hindu Tengger Probolinggo
TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Hujan yang mengguyur Desa Ngadirejo, Kecamatan Sukapura, Kabupaten Probolinggo, Jawa Timur, tak menyurutkan semangat umat Hindu untuk merayakan Hari Raya Siwaratri di Pura Wahyu Dharma Mrati, Senin (27/1/2025).
Prosesi yang sarat akan nilai spiritual itu berlangsung khidmat, diwarnai dengan doa, persembahan, dan refleksi mendalam yang menjadi inti dari malam perenungan suci ini.
Advertisement
Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Probolinggo, Bambang Suprapto, mengungkapkan, Siwaratri adalah momentum penting untuk introspeksi diri.
“Siwaratri bukan sekadar ritual, melainkan waktu untuk merenungkan kesalahan, memperbaiki diri, dan memohon ampun kepada Hyang Widhi,” ujarnya.
Melalui perayaan ini, kata Bambang, umat diajak untuk mengamalkan dharma dengan tulus, sekaligus mempererat hubungan spiritual dengan Tuhan dan keharmonisan dengan sesama.
Acara ini dihadiri berbagai tokoh masyarakat, termasuk Ketua Pinandita Sanggraha Nusantara (PSN) Korda Probolinggo, Sujarwo, serta Kepala Desa Ngadirejo, Anang Budiono.
Selain itu, umat Hindu dari desa Wonotoro, Sapikerep, dan Ngadirejo turut memadati pura untuk berpartisipasi dalam rangkaian upacara yang dimulai sejak pagi hingga larut malam.
Di balik perayaan yang tampak sederhana ini, terselip semangat gotong royong yang menjadi ciri khas masyarakat Tengger.
Persiapan Siwaratri dilakukan secara kolektif oleh umat Hindu di Dusun Mrati, mulai dari membersihkan pura hingga menghias area dengan penjor yang menjulang tinggi.
Kepala Desa Ngadirejo, Anang Budiono, mengungkapkan jika semangat kebersamaan merupakan faktor utama yang mendukung keberhasilan perayaan Siwaratri di Pura Wahyu Dharma.
“Apa yang kami lakukan bukan hanya untuk ritual, tapi juga bentuk penghormatan kepada leluhur dan tradisi lokal yang kaya nilai,” ungkapnya.
Ketua PSN Korda Probolinggo, Sujarwo, mengapresiasi pelaksanaan Siwaratri yang dinilainya sarat makna. Menurutnya, kekuatan utama perayaan ini terletak pada ketulusan umat.
“Tidak perlu upacara yang megah, cukup dengan hati yang tulus, semua menjadi sangat bermakna. Saya berharap tradisi ini terus dijaga sebagai warisan budaya Tengger,” katanya.
Makna Siwaratri
Secara etimologis, Siwaratri berasal dari bahasa Sanskerta, “Siwa” yang berarti baik hati dan pemaaf, serta “Ratri” yang berarti malam.
Secara keseluruhan, Siwaratri diartikan sebagai malam perenungan suci, di mana umat Hindu merenungkan dosa dan kesalahan, sembari memohon pengampunan.
“Malam ini mengingatkan kita akan pentingnya menjalani kehidupan yang selaras dengan ajaran agama” ujar Bambang Suprapto.
Selain itu, Bambang menyatakan jika umat juga diajak untuk mematuhi peraturan pemerintah sebagai wujud nyata dari pelaksanaan dharma sosial.
Kearifan Lokal yang Tak Pudar
Siwaratri di Pura Wahyu Dharma Mrati bukan hanya tentang ritual keagamaan, tetapi juga manifestasi kearifan lokal yang dijaga turun-temurun.
Dalam setiap detail prosesi, nilai-nilai adat Tengger terpatri kuat, mulai dari banten (sesajen) hingga simbol-simbol khas yang menghiasi pura.
“Budaya lokal ini, kekayaan yang harus dirawat. Dengan menjaga tradisi, kita juga menjaga identitas sebagai umat Hindu Tengger yang menjunjung tinggi harmoni dan kebersamaan,” ucap Sujarwo.
Di tengah hujan yang membasahi, malam Siwaratri di Pura Wahyu Dharma Mrati tak hanya menjadi perayaan, melainkan perjalanan spiritual yang mengajarkan pentingnya introspeksi, ketulusan, dan pelestarian tradisi.
Momentum ini menjadi pengingat bagi umat Hindu untuk terus melangkah dalam kedamaian dan kebajikan. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |