Publik Soroti Bandara Sepi, Lia Istifhama: Penting Analisis pada Preferensi Konsumen

TIMESINDONESIA, SIDOARJO – Sejumlah bandara di Tanah Air menjadi sorotan publik akhir-akhir ini. Hal ini karena kelesuan operasional penerbangan disejumlah Bandara. Bahkan ada bandara yang sepi karena tidak ada jadwal penerbangan sama sekali. Hal ini memicu respons banyak pihak, termasuk Anggota DPD RI, Lia Istifhama.
Setidaknya, ada empat bandara yang disebut publik sebagai bandara nganggur di Indonesia, yaitu Bandara Kertajati Majalengka, Bandara Wiriadinata Tasikmalaya, Bandara JB Soedirman Purbalingga dan Bandara Ngloram Blora.
Advertisement
Alasan utama tentu yang sangat mudah ditebak, yaitu sepinya peminat untuk memanfaatkan jasa penerbangan pada beberapa bandara yang gencar dibangun beberapa tahun terakhir.
Menyikapi hal tersebut, Dr Lia Istifhama MEI selaku Anggota Komite III DPD RI menggarisbawahi terkait preferensi konsumen. Sebab Preferensi konsumen adalah hal sangat utama dalam sebuah perencanaan bisnis atau pertumbuhan ekonomi.
"Saya mendapat informasi dari masyarakat, mereka menyoroti bandara yang sepi. Banyak pihak menyebut bahwa masalah dasar yang dialami bandara adalah kenaikan harga avtur yang meningkat dari 40 persen menjadi 60 persen, lebih tepatnya sekitar di atas US$ 100 per barel," ujarnya.
"Namun selain hal itu, saya melihat faktor lain yang lebih utama, yaitu preferensi konsumen,” Kata Ning Lia sapaan akrab senator Jawa Timur ini kepada TIMES Indonesia, Minggu (9/2/2025).
Menurut Ning Lia - sapaan akrab Lia Istifhama, deep analysis harus sangat detail utuh mendalam, jangan hanya aspek kuantitatif yaitu akan sekian pertumbuhan ekonomi melalui kepadatan okupansi penumpang.
"Tapi juga aspek kualitatif yang mengukur sejauh mana demand atau permintaan akan mengikuti supply atau ketersediaan rute sehingga mewujudkan keseimbangan pasar?” sambungnya.
Ning Lia yang juga Anggota Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI ini, tidak menampik kemajuan zaman yang menuntut perbaikan pelayanan masyarakat.
Menurutnya, kalau kita melihat kemajuan jaman, memang salah satu indikator adalah perbaikan pelayanan masyarakat melalui penambahan fasilitas umum maupun moda transportasi yang kian beragam di berbagai wilayah.
"Namun hal utama disini adalah jangan sampai misalnya, sebuah perusahaan memiliki tujuan besar menaikkan personal branding dengan membangun bandara atau merintis maskapai baru, tapi yang ada justru pemborosan cost di internalnya sendiri,” paparnya.
Di mata Ning Lia, pada prinsipnya, yang namanya pertumbuhan ekonomi sifatnya progesif meningkat dari sekian menjadi sekian. Sedangkan strategi bisnis ada yang pasif dan aktif.
"Aktif yaitu melakukan tindakan ekonomi produktif untuk menambah pemasukan, sedangkan pasif adalah mengurangi cost yang tidak penting. Maka dari sini, jika menambah sektor usaha sifatnya masih gambling, kenapa tidak ditunda saja?,” tambah Keponakan Gubernur Jatim Terpilih, Khofifah Indar Parawansa ini.
Wakil Ketua PW Fatayat Jatim ini menegaskan jika masalah preferensi konsumen dengan rute penerbangan. Ia mengaku mempelajari, ada bandara yang membuka penerbangan di pagi hari sekitar pukul 6 atau 7 pagi saja untuk rute Jakarta.
"Nah, masalahnya, apakah di wilayah itu banyak pebisnis atau pekerja yang harus berangkat subuh dari rumahnya menuju bandara yang harus melalui perbukitan misalnya? Sedangkan saya kira, masyarakat lokal yang membutuhkan penerbangan itu, tidak terikat waktu yang kaku, yaitu bahwa mereka bisa saja berangkat lebih siang sehingga butuh fleksibel.” jelasnya.
“Maka dari itu, kenapa tidak mencontoh penyedia jasa bus sleeper saja? Mereka membuka rute keberangkatan sesuai preferensi masyarakat yang tepat sasaran, yaitu jam sibuk, antara siang atau sore. Buktinya, mereka laris manis dan lancar beroperasional. Karena secara logika, orang yang sangat butuh berangkat pagi, umumnya di kota besar atau ibukota provinsi,” tegas Ning Lia.
Ning Lia menambahkan pentingnya rute tujuan domestik yang bervariasi sesuai analisa kebutuhan masyarakat sekitar bandara.
Ia mengaku, kadang berpikir, bahwa ada bandara tertentu memiliki rute ke tujuan ini dan ini saja, yang mana secara logika sangat jarang kebutuhan masyarakat ke kota tujuan.
"Maka mengapa tidak disesuaikan tujuan yang umum dibutuhkan calon penumpang saja? Untuk kota-kota lainnya, sifatnya bisa variasi seminggu satu atau dua kali. Dan harus dibedakan rute penerbangan saat weekend dan weekday,” ungkapnya.
“Critical point-nya adalah pentingnya preferensi konsumen sebelum mengeluarkan banyak anggaran. Semoga ini menjadi hal yang bisa dicermati secara bijak, terutama pihak swasta yang terlibat dalam pendirian bandara-bandara baru tersebut,” pungkas Lia Istifhama. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |