Peristiwa Daerah

Erosi Tak Terkendali, Aktivis Minta Bupati Banjarnegara Stop Alih Fungsi Hutan

Senin, 10 Maret 2025 - 21:22 | 193.68k
Bupati Banjarnegara dr Amalia Desiana saat melakukan audensi dengan aktivitas lingkungan. (Foto: Muchlas Hamidi/ TIMES Indonesia)
Bupati Banjarnegara dr Amalia Desiana saat melakukan audensi dengan aktivitas lingkungan. (Foto: Muchlas Hamidi/ TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, BANJARNEGARA – Sejumlah aktivis lingkungan dari sejumlah desa di Kecamatan Wanayasa Kabupaten Banjarnegara meminta Bupati Banjarnegara Amalia Desiana menghentikan alih fungsi hutan menjadi lahan pertanian yang mengakibatkan terjadinya erosi tak terkendali.

Permintaan tersebut disampaikan perwakilan aktivis dari Desa Pesantren, Tempuran, Jatilawang dan Wanaraja yang tergabung dalam Peta (Pembela Tanah dan Air) saat audensi di Pringgitan Rumah Dinas Bupati Banjarnegara, Senin (10/3/2025).

Advertisement

Disebutkan oleh aktivis Peta, bahwa aksi perambah hutan sudah berlangsung sejak lama berawal dari daerah Batur dan hingga Jatilawang.

"Dampaknya sekitar 4 juta kubik tanah/tahun endapan masuk ke sungai," ujar mereka. 

Bahkan, Sabar, petani asal Tempuran mengaku hanya bisa taman setahun sekali karena lahan pertanian sering kebanjiran.

"Idealnya kami bisa tanam 3 kali setahun, tapi hanya sekali saja, karena selalu kebanjiran," ungkapnya sedih.

Hal yang sama juga dialami, Pardikin asal Desa Pesantren. Lahan pertanian miliknya hingga saat ini sudah tidak bisa diolah saat musim penghujan karena banjir lumpur. 

"Tidak itu saja, sumber air yang kita diambil dari Gunung Rogojembangan, disinyalir mengandung sianida. Hal ini tentu mendasari hasil observasi yang dilakukan," kata Pardikin.

Sementara itu, Slamet, anggota DRPD Banjarnegara mengaku alih fungsi hutan di daerah utara Banjarnegara menjadi penyebab banjir bandang yang kerap terjadi di Banjarnegara.

"Kami sangat prihatin terkait kerusakan lingkungan akibat alih fungsi hutan yang semakin meluas. Saya menyaksikan sendiri, kerusakan di wilayah Wanaraja sangat parah. Memang yang menggarap tidak merasakan tapi di daerah bawah seperti Desa Balun, Tempuran dan desa lain sangat merasakan dampaknya," ujar Slamet.

Ia mengharapkan hutan dikembalikan kepada fungsinya. Kita berharap, Bupati dan Perhutani bisa segera mengambil langkah strategis. Sehingga banjir bandang, jembatan putus indikasinya dari situ karena alih fungsi. Ini harus segera diselesaikan dan kalau dibiarkan akan semakin berbahaya.

Terpisah, Farid M, Penggiat Konservasi Alam Banjarnegara menegaskan bahwa perambahan hutan, kerusakan hutan, yang terjadi di Wanayasa menyebabkan sedikitnya 7 desa terdampak dan sudah pada tingkatan parah.

Dimana hutan yang seharusnya sebagai hutan produksi digunakan untuk tanaman tegak, atau tanaman keras, sekarang digunakan untuk lahan pertanian, yang tentunya pada saat hujan, akan menyebabkan banjir bandang dan bencana lainnya.

Ia juga meminta model pembangunan ekonomi di Banjarnegara hendaknya dapat mengadopsi prinsip ketahanan lingkungan.  

Menaggapi hal ini Bupati Banjarnegara dr Amalia Desiana berjanji akan berada di garda terdepan dalam pengendalian dampak lingkungan.

"Kita akan secepatnya mengumpulkan data - data terkait kerusakan alam yang terdampak akibat perambahan hutan tersebut. Data inilah yang kita sampaikan ke pemerintah pusat dan provinsi," tegasnya.

Jika data-data sudah ada, imbuh Bupati maka akan secepatnya menghadap ke kementrian dan kita akan sajikan dengan baik.

"Mudah-mudahan perjuangan dapat berhasil," harap Bupati Banjarnegara dr Amalia Desiana. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES