Peristiwa Daerah

Ricuh Demo Tolak RUU TNI, Pengamat UB: Perlu Dialog Terbuka dan Transparansi

Senin, 24 Maret 2025 - 18:47 | 61.48k
Demo penolakan pengesahan UU TNI di Kota Malang pada Minggu (23/3/2025) yang berakhir ricuh. (Foto: Aditya Hendra/TIMES Indonesia)
Demo penolakan pengesahan UU TNI di Kota Malang pada Minggu (23/3/2025) yang berakhir ricuh. (Foto: Aditya Hendra/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Pengesahan Undang-Undang Tentara Nasional Indonesia (UU TNI) memicu gelombang protes di berbagai daerah, termasuk di Kota Malang yang berujung pada aksi demonstrasi ricuh. Pengamat politik dari Universitas Brawijaya, Andhyka Muttaqin, S.AP., M.PA., menyoroti beberapa faktor utama di balik ketegangan ini. Menurutnya, ada tiga faktor utama yang menyebabkan aksi demonstrasi terkait RUU TNI berkembang menjadi konflik di berbagai daerah.

Pertama yakni keterlibatan emosi publik dan isu identitas. UU TNI dianggap oleh sebagian masyarakat sebagai bentuk penguatan institusi militer yang dikhawatirkan dapat mengarah pada penyalahgunaan kekuasaan. Sentimen ini menciptakan resistensi di kalangan kelompok sipil yang mengedepankan supremasi hukum dan demokrasi.

Advertisement

"Demo yang terjadi di Malang dan beberapa kota lain menunjukkan adanya kekhawatiran mendalam terkait kedaulatan sipil dan potensi campur tangan militer dalam ranah politik," jelas Andhyka.

Selanjutnya yakni polarisasi politik dan krisis kepercayaan. Perdebatan soal UU TNI turut memperlebar polarisasi antara pendukung dan penentang kebijakan ini. Di satu sisi, ada yang menganggap revisi undang-undang ini perlu dilakukan agar TNI bisa lebih adaptif terhadap tantangan zaman. Namun, di sisi lain, ada ketakutan bahwa aturan baru ini justru akan mengikis prinsip demokrasi dan mengembalikan pengaruh militer dalam kehidupan sipil.

Ketidakpercayaan publik juga terlihat dari meningkatnya penggunaan media sosial sebagai sarana protes. Mobilisasi massa yang masif serta penyebaran informasi yang belum tentu akurat memperburuk ketegangan di lapangan.

Ketiga yakni kurangnya dialog terbuka dan transparansi. Salah satu pemicu utama keresahan publik adalah kurangnya komunikasi yang transparan dari pemerintah mengenai esensi dan tujuan dari RUU TNI. Banyak masyarakat merasa bahwa revisi undang-undang ini disusun tanpa konsultasi publik yang memadai.

"Tanpa komunikasi yang baik, informasi yang beredar di masyarakat bisa terdistorsi dan menciptakan spekulasi yang justru memperburuk situasi," ungkap Andhyka.

Agar polemik ini tidak semakin membesar, Andhyka menyarankan empat langkah strategis yang bisa ditempuh oleh pemerintah. Yakni Pemerintah harus membuka ruang diskusi yang melibatkan akademisi, masyarakat sipil, serta elemen TNI sendiri. Forum ini harus menjadi wadah untuk menjelaskan maksud dari revisi UU TNI, sekaligus mendengarkan aspirasi dan kekhawatiran masyarakat.

"Jika ada komunikasi yang baik dan ruang diskusi yang terbuka, masyarakat akan lebih memahami kebijakan ini tanpa harus turun ke jalan untuk menyampaikan protes," tambahnya.

Kedua, pemerintah perlu merevisi dan klarifikasi Isi UU TNI. Beberapa pasal dalam UU TNI yang dianggap kontroversial perlu ditelaah ulang. Pemerintah sebaiknya mengakomodasi masukan publik dan memastikan bahwa aturan baru ini tidak bertentangan dengan prinsip demokrasi dan hak asasi manusia.

"Transparansi dalam proses revisi sangat penting agar tidak ada kesan bahwa perubahan UU ini dilakukan secara tertutup," ujar Andhyka.

Selanjutnya yakni penegakan hukum yang proporsional. Demonstrasi yang berujung pada kericuhan harus ditangani dengan pendekatan yang lebih humanis. Aparat keamanan diharapkan tetap tegas dalam menjaga ketertiban, tetapi tidak menggunakan cara-cara represif yang bisa memicu eskalasi lebih lanjut.

Dan terakhir tampanye edukasi publik mengenai UU TNI. Pemerintah harus proaktif dalam menyebarkan informasi yang jelas mengenai isi dan manfaat dari revisi UU TNI. Kampanye edukasi ini bisa dilakukan melalui berbagai media, mulai dari televisi, radio, hingga platform digital.

"Masyarakat perlu memahami secara utuh tujuan dari perubahan UU ini agar tidak mudah terprovokasi oleh informasi yang salah," tutupnya. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Lucky Setyo Hendrawan

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES