Tradisi Tukar Uang Menjelang Lebaran, Bagaimana Hukumnya?

TIMESINDONESIA, PACITAN – Menjelang Lebaran Hari Raya Idulfitri, selain tradisi mudik yang menjadi ciri khas masyarakat Indonesia, ada kebiasaan lain yang tak kalah menarik, yakni tukar uang baru atau uang receh untuk diberikan kepada anak-anak dan sanak saudara saat berkunjung ke rumah kerabat.
Namun, mendapatkan uang pecahan kecil dalam jumlah banyak bukan perkara mudah. Tak jarang, masyarakat mengalami kesulitan menukarkan uang di toko atau melalui tetangga yang juga membutuhkan.
Advertisement
Kondisi ini kemudian dimanfaatkan oleh sebagian orang untuk membuka jasa penukaran uang di pusat perbelanjaan, pinggir jalan, dan tempat-tempat keramaian lainnya.
Fenomena ini berkembang menjadi bisnis yang cukup menguntungkan, mengingat uang yang tidak terjual tetap memiliki nilai yang sama.
Para penyedia jasa ini umumnya mengenakan tarif tambahan, misalnya menukar uang pecahan Rp100.000 dengan uang receh senilai Rp90.000 hingga Rp95.000.
Namun, praktik ini menimbulkan pertanyaan: apakah tukar-menukar uang dengan tambahan biaya termasuk transaksi yang dibolehkan dalam Islam?
Dalam perspektif syariat, transaksi tukar uang dengan sistem penambahan nominal ini tergolong dalam riba fadhl, yang dilarang dalam Islam.
Riba fadhl terjadi ketika dua barang ribawi yang sejenis dipertukarkan dalam jumlah yang tidak sama. Sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat Muslim:
الذَّهَبُ بِالذَّهَبِ وَالْفِضَّةُ بِالْفِضَّةِ وَالْبُرُّ بِالْبُرِّ وَالشَّعِيرُ بِالشَّعِيرِ وَالتَّمْرُ بِالتَّمْرِ وَالْمِلْحُ بِالْمِلْحِ مِثْلاً بِمِثْلٍ سَوَاءً بِسَوَاءٍ يَدًا بِيَدٍ فَإِذَا اخْتَلَفَتْ هَذِهِ الأْصْنَافُ فَبِيعُوا كَيْفَ شِئْتُمْ إِذَا كَانَ يَدًا بِيَدٍ
"(1) Emas dengan emas, (2) perak dengan perak, (3) gandum dengan gandum, (4) barley dengan barley, (5) kurma dengan kurma, (6) garam dengan garam. Semua harus sama beratnya dan tunai. Jika jenisnya berbeda, maka juallah sekehendakmu tetapi harus tunai." (HR Muslim)
Para ulama menyepakati bahwa uang termasuk dalam kategori benda ribawi karena memiliki kesamaan sifat dengan emas dan perak sebagai alat tukar.
Oleh karena itu, pertukaran uang dengan nominal yang berbeda, meskipun dalam bentuk jasa, dianggap mengandung unsur riba.
Sebagian pihak berpendapat bahwa tukar uang seperti ini bukanlah riba karena uang tidak termasuk dalam enam jenis barang ribawi yang disebutkan dalam hadis.
Namun, para ulama menegaskan bahwa daftar tersebut hanya sebagai contoh, bukan pembatasan.
Oleh karena itu, barang lain yang memiliki kesamaan fungsi, seperti uang, juga termasuk dalam ketentuan ini.
Pendapat lain menyatakan bahwa jasa tukar uang bisa dianalogikan sebagai akad wakalah bil ujrah (perwakilan dengan upah).
Namun, bantahan terhadap pandangan ini menyebutkan bahwa dalam akad wakalah, upah harus ditetapkan secara jelas sejak awal dan tidak boleh berubah sesuai permintaan pasar.
Solusi Penukaran Uang
Untuk menghindari transaksi yang mengandung unsur riba, masyarakat disarankan untuk menukar uang melalui layanan resmi yang disediakan oleh Bank Indonesia.
BI telah bekerja sama dengan sejumlah bank dan menyediakan layanan penukaran uang secara gratis di beberapa kota besar melalui mobil kas keliling.
Bagi yang tidak ingin antre, solusi lain adalah dengan meminta bantuan seseorang untuk menukarkan uang di bank, lalu memberikan upah yang jelas sebagai kompensasi atas waktu dan tenaga yang dikeluarkan.
Dengan demikian, masyarakat tetap bisa menjalankan tradisi tukar uang menjelang Lebaran tanpa melanggar prinsip syariat. Wallahu a’lam.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Rizal Dani |