Peristiwa Daerah

Dosen UIN Saizu Purwokerto : Kartini, Al-Qur’an, dan Gen Z yang Haus Makna

Senin, 21 April 2025 - 21:05 | 16.08k
Cendekiawan muslim Banyumas Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy, M.E  yang juga dosen UIN Saizu Purwokerto sebut warisan spiritualnya sangat relevan hingga hari ini.(FOTO : Dok. Pribadi/@diqymuhammada)
Cendekiawan muslim Banyumas Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy, M.E yang juga dosen UIN Saizu Purwokerto sebut warisan spiritualnya sangat relevan hingga hari ini.(FOTO : Dok. Pribadi/@diqymuhammada)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, PURWOKERTOHari Kartini bukan sekadar momentum nostalgia. Ia adalah ajakan untuk merenung kembali: tentang perempuan, pendidikan, dan pencarian makna di tengah dunia yang serba cepat. 

Cendekiawan muslim Banyumas Dr. Muhammad Ash-Shiddiqy, M.E  yang juga dosen UIN Saizu Purwokerto kepada TIMES Indonesia, Senin (21/4/2025) menyebut di era Gen Z yang akrab dengan layar dan tren, nama Kartini mungkin terdengar seperti masa lalu. Tapi jika ditelusuri lebih dalam, warisan spiritualnya justru sangat relevan untuk hari ini.

Advertisement

Menurutnya, Kartini pernah melontarkan kritik tajam terhadap tradisi yang memisahkan ilmu dari makna. Kartini tidak ingin Al-Qur’an hanya menjadi bacaan tanpa pemahaman. Ia ingin agar setiap perempuan bisa menyerap pesan Ilahi dalam bahasa hati mereka.

Kartini selama ini dikenal sebagai tokoh emansipasi perempuan. Tapi sedikit yang tahu bahwa ia juga haus akan ilmu agama. Ia berguru pada KH. Sholeh Darat dan belajar akhlak, tafsir, dan tasawuf.

“Kartini dan Qur’an itu bukan sekadar simbol, tapi substansi Ilmu tanpa pemahaman itu hampa. Dan pemahaman tanpa akhlak itu bencana, dan semangat itu bukan milik masa lalu saja,” begitu kira-kira semangat yang Kartini pegang, kata Shiddiqy.

Di zaman di mana semua bisa diakses dengan ujung jari, justru makin banyak anak muda yang kehilangan arah. Aplikasi Qur’an ada di ponsel. Kajian tersedia dalam bentuk podcast dan video pendek. Tapi, apakah kita semakin dekat dengan makna? Banyak Gen Z yang bisa membaca Qur’an dengan fasih, tapi tak tahu apa itu rahmah, taqwa, atau husnudzan.

"Hari ini, kita butuh Kartini-Kartini baru yang tak hanya kritis, tapi juga spiritual. Yang bisa menjadikan TikTok bukan sekadar hiburan, tapi alat dakwah yang bisa menyampaikan nilai, tanpa menggurui, yang cerdas sekaligus berakhlak,"harap Dosen yang dekat dengan Jurnalis.

Kartini tidak pernah ingin perempuan bersaing dengan laki-laki. Ia ingin perempuan bisa mendidik generasi yang lebih baik. Ia percaya bahwa perempuan adalah madrasah pertama. 

"Hari ini, banyak perempuan Indonesia kuliah, bekerja, bahkan memimpin perusahaan di usia muda. Tapi pertanyaannya: apakah mereka juga membekali diri dengan akhlak dan adab, Kecerdasan tanpa akhlak hanya akan menciptakan generasi yang rapuh tangguh di luar, kosong di dalam,"sebutnya.

Ditambahkan Shiddiqy, kita tak lagi menulis surat seperti Kartini, tapi kita bisa menulis caption yang memberi makna, kita bisa membuat konten yang memberi arah, kita bisa jadi influencer dengan pengaruh yang bukan sekadar gaya, tapi nilai.

"Untuk setiap perempuan Indonesia yang terus belajar, bertanya, dan mencari, untuk setiap Gen Z yang tak puas dengan sekadar viral, tapi ingin hidup yang bermakna, mari teruskan perjuangan Kartini dengan ilmu, iman, dan cinta,"pungkasnya.(*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Faizal R Arief
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES