Peristiwa Daerah

SD-SMP Negeri dan Swasta Gratis, Disdikbud Kota Malang: Perlu Pembahasan Anggaran dan Regulasi

Rabu, 28 Mei 2025 - 16:30 | 12.65k
Kepala Disdikbud Kota Malang, Suwarjana. (FOTO: Dok. TIMES Indonesia)
Kepala Disdikbud Kota Malang, Suwarjana. (FOTO: Dok. TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan agar pendidikan dasar dan menengah digratiskan, baik di sekolah negeri maupun swasta, memunculkan berbagai respons dari pemerintah daerah. Salah satunya datang dari Pemerintah Kota Malang yang menilai bahwa implementasi putusan tersebut membutuhkan kajian menyeluruh, khususnya dalam aspek pembiayaan dan kebijakan daerah.

“Putusannya dari sana (MK) resmi, cuma kan ada lanjutnya. Ya nanti akan ada pembahasan,” ujar Suwarjana, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Disdikbud) Kota Malang, saat ditemui Rabu (28/5/2025).

Advertisement

Suwarjana menjelaskan, selama ini seluruh SD dan SMP negeri di Kota Malang sudah digratiskan, berkat skema anggaran melalui Bosnas (Bantuan Operasional Sekolah Nasional) dan Bosda (Bantuan Operasional Sekolah Daerah). Kedua program tersebut menyalurkan dana rata-rata Rp250 ribu per siswa per bulan, yang digunakan untuk menutup biaya operasional pendidikan dasar.

“Bosnas, Bosda ini dikumpulkan sekitar 250 (ribu) per anak per bulan,” jelasnya.

Namun kondisi berbeda terjadi pada sekolah swasta. Meski Pemkot Malang turut menyalurkan bantuan dana kepada lembaga pendidikan swasta, penggratisan penuh belum bisa dilakukan. Salah satu kendala utama adalah keberadaan guru-guru swasta yang tidak digaji oleh pemerintah, melainkan oleh yayasan masing-masing.

“Swasta pun juga kami kasih (bantuan), sama. Cuma kenapa swasta itu masih bayar? Karena swasta itu gurunya kan guru swasta yang tidak digaji oleh pemerintah,” tegas Suwarjana.

Untuk menggratiskan sekolah swasta, menurutnya, dibutuhkan tambahan anggaran signifikan dan perubahan regulasi. Proses tersebut tidak bisa dilakukan secara instan, karena memerlukan peraturan wali kota (perwal) dan penyesuaian dalam rencana anggaran tahunan.

“Kalau Pemda punya uang terus langsung digratiskan, tak kasih nyoh-nyoh, kan harus pakai perwal dulu, pakai keputusan itu,” imbuhnya.

Suwarjana juga menyoroti potensi kesalahpahaman di masyarakat, khususnya para orang tua murid yang menyekolahkan anak di lembaga swasta. Ia mengingatkan pentingnya komunikasi publik agar masyarakat memahami proses implementasi yang tidak bisa dilakukan secara langsung.

“Putusan ini rawan nanti ketika wali murid yang di swasta entah memahaminya itu harus langsung gratis. Bayanganku hanya negeri loh Mas, aku belum buka, sampean bilang di negeri swasta ya, rawan,” jelasnya.

Ia menambahkan bahwa pengambilan keputusan terkait putusan MK ini akan dilakukan dengan prinsip "win-win solution", melibatkan seluruh pemangku kepentingan, dan menyesuaikan kemampuan fiskal daerah.

“Yang jelas pasti kami menindaklanjutinya, tapi juga win-win solution lah. Alhamdulillah, kita rembuk bareng dulu,” pungkas Suwarjana.

Sebagaimana diketahui, MK dalam putusannya menegaskan bahwa negara wajib memberikan pendidikan dasar dan menengah secara gratis dan layak, baik melalui institusi negeri maupun swasta. Namun, realisasi kebijakan ini menghadirkan tantangan besar bagi pemerintah daerah, yang harus menyusun ulang strategi pembiayaan pendidikan tanpa mengorbankan mutu layanan pendidikan itu sendiri. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES