Peristiwa Daerah

Belajar dari Basiri, Manfaatkan Lahan 4 Ribu M2 untuk Bengkel Pertanian Ramah Lingkungan

Jumat, 13 Juni 2025 - 20:21 | 11.80k
Basiri, warga Desa Kanigoro Pagelaran, Kabupaten Malang, di lahan pertanian hidroponik memanfaatkan pupuk organik (hidroganik) yang digelutinya 17 tahun terakhir. (FOTO: Amin/TIMES Indonesia)
Basiri, warga Desa Kanigoro Pagelaran, Kabupaten Malang, di lahan pertanian hidroponik memanfaatkan pupuk organik (hidroganik) yang digelutinya 17 tahun terakhir. (FOTO: Amin/TIMES Indonesia)
Kecil Besar

TIMESINDONESIA, MALANG – Di tengah keterbatasan lahan pertanian, seorang warga Desa Kanigoro, Kecamatan Pagelaran, Kabupaten Malang, membuktikan bahwa keterbatasan bukanlah halangan untuk berinovasi. Adalah Basiri, petani sekaligus inovator pertanian ramah lingkungan yang sukses mengembangkan sistem hidroganik—gabungan antara hidroponik dan pertanian organik—di atas lahan miliknya seluas sekitar 4.000 meter persegi.

Sejak tahun 2008, Basiri membangun Bengkel Mimpi, sebuah Pusat Pelatihan Pertanian Pedesaan Swadaya yang kini dikenal sebagai tempat pembelajaran pertanian terpadu. Di dalamnya terdapat berbagai unit usaha seperti budidaya ikan lele dan nila, pertanian padi organik, produksi sayuran organik, hingga pembuatan pupuk organik dari limbah ternak.

Advertisement

warga-Desa-Kanigoro-Pagelaran.jpg

“Kalau yang organik itu budidaya padi plus ikan. Bibit padinya ada di pot di atas kolam. Jadi kotoran ikan itu naik jadi pupuk, sisanya kembali ke kolam,” ujar Basiri saat ditemui TIMES Indonesia, Jumat (6/6/2025).

Metode ini tak hanya ramah lingkungan, tetapi juga efisien dari sisi biaya dan tenaga kerja. Basiri menyebut bahwa hasil panennya bisa dijual dengan harga premium, mencapai Rp30.000 per kilogram.

Unit produksi pupuk organik di Bengkel Mimpi bahkan telah menjangkau pasar nasional. Pupuk organik yang dihasilkan berasal dari kotoran ternak sapi, kambing, dan urin kelinci yang dihimpun dari peternak sekitar.

Basiri-2.jpg

“Dinas Pertanian sudah memesan 130 ton. Beberapa dinas di luar Jawa juga pesan. Saya nggak kerja sendiri, tapi dengan banyak mitra dari UMKM,” jelasnya.

Dalam satu hari, Basiri mampu memproduksi hingga 10 ton pupuk organik, yang kini telah memiliki izin edar nasional.

Basiri mengungkapkan bahwa sistem tanam dan produksi yang dijalankannya melibatkan sedikitnya 30 tenaga kerja lokal, mulai dari proses produksi pupuk hingga perawatan budidaya.

Meski kini dikenal luas, perjalanan Basiri tidak mudah. Ia memulai usahanya tanpa modal dan menghadapi berbagai tantangan sejak awal.

“Jatuh bangun pasti ada. Tapi usaha itu proses. Yang penting keluarga mendukung. Kita ini pelan tapi pasti berjalan,” tuturnya.

Ia mengaku hanya lulusan SMK Pertanian, namun mampu menembus pasar nasional dengan inovasinya. Beberapa hasil tanamnya juga dititipkan ke lahan petani mitra.

Meski telah berjalan mandiri, Basiri berharap adanya dukungan konkrit dari pemerintah, terutama dalam bentuk pengadaan hasil produksi seperti pupuk.

“Saya lebih suka dibantu dalam bentuk pembelian hasil, bukan uang atau alat. Kalau cuma alat tanpa pasar, ya tetap macet. Produksi harus terus jalan,” ujarnya.

Melalui lebih dari 10 mitra UMKM, Basiri terus mendorong pemberdayaan masyarakat desa melalui sektor pertanian. Harapannya, keberhasilan ini bukan hanya miliknya pribadi, tapi bisa direplikasi oleh masyarakat luas. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Imadudin Muhammad
Publisher : Sofyan Saqi Futaki

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES