Jatuhkan Afganistan, Mengapa Taliban Tak Bantu Palestina Serang Israel?

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kelompok Taliban dinilai memiliki kekuatan yang besar. Itu setelah mereka terbukti secara cepat menduduki ibu kota Afghanistan, Kabul. Itu setelah 10 hari melancarkan serangan.
Menurut Pusat Pemberantasan Terorisme AS di West Point, perkiraan kekuatan inti Taliban berjumlah 60.000 orang. Tambahan kelompok milisi dan pendukung lainnya, jumlah mereka bisa melebihi 200.000 personel.
Advertisement
Lalu mengapa Taliban tidak membantu Palestina yang hingga kini berseteru dengan Israel?
Dosen Hubungan Internasional, FISIP, Universitas Brawijaya, Yusli Effendi menjelaskan, Taliban punya konsep musuh jauh (far enemy) dan musuh dekat (near enemy).
"Musuh jauh (AS, Barat, Israel) memang harus dilawan tapi butuh dukungan dan legitimasi dari dunia Islam yang masih terpecah. Sementara di Afganistan sendiri mereka punya masalah besar soal pemerintah Afghanistan yang boneka Barat," katanya kepada TIMES Indonesia, Rabu (18/8/2021).
Selain itu lanjut dia, secara kekuatan Taliban juga belum menjadi jaringan global. Mereka baru di Afghanistan dan perbatasan Pakistan
"Jadi lebih baik fokus untuk ekspansi dan melawan rezim lokal dulu. Baru sebagai gerakan jihad nasional. Tak kompatibel untuk melawan Israel. Beda dengan Hizbullah Lebanon," jelasnya.
Yusli Effendi melanjutkan, secara senjata juga, Taliban tidak memiliki alutsista mumpuni. Banyak peninggalan Rusia dan senjata hasil merebut milik musuh. Makanya mereka memiliki bergerilya. "Taliban cuma bisa mengutuk dan menyerukan perlawanan ke Israel," ujarnya.
Memiliki Batasan Masing-masing
Sementara itu, dalam makalah berjudul Hamas, Taliban, and The Jewish Underground: An Economists' View of Radical halaman 10-11, yang ditulis Eli Berman, September 2003 lalu seperti yang juga dikutip oleh Kompas, menjelaskan, Taliban dan Hamas memiliki batasan masing-masing.
Makalah tersebut menerangkan, Taliban dan Hamas memiliki asal-usul geografis dan teologi yang berbeda. Keduanya berkembang menjadi milisi yang memproduksi barang publik lokal dengan menggunakan kekerasan. Kesamaan ini bukan tanpa batasan.
"Satu perbedaan adalah Hamas memandang sebagian besar orang Palestina sebagai anggota potensial, sedangkan Taliban tampaknya melihat mayoritas orang Afghanistan sebagai yang harus ditaklukkan".
Konflik Palestina sendiri tidak hanya melibatkan satu kubu melawan Israel, tetapi di dalam negeri juga ada perselisihan Fatah dengan Hamas.
Organisasi Pembebasan Palestina atau PLO khususnya dari faksi Fatah, menjalani rivalitas dengan Hamas dalam merebut simpatik rakyat Palestina.
Berbeda dengan PLO yang mengupayakan langkah damai, Hamas dengan sayap militernya memilih jalan kekerasan dalam memperjuangkan negara Palestina. Konflik bersenjata yang terjadi di Palestina terjadi antara tentara Israel dengan Hamas. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Rizal Dani |