Crown Group Dukung Kebijakan Pemerintah Baru Australia dalam Pengembangan Properti

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kota Sydney Australia tengah mengejar kota-kota global lain di dunia dalam hal desain dan pengembangan kawasan berkelanjutan. Konsep hijau pada semua bidang termasuk pengembangan properti. Hal ini sejalan dengan rencana pemerintah Australia untuk mencapai Net Zero Emissions pada 2050
"Gerakan tersebut semakin nyaring usai Pemilihan Federal Australia baru-baru ini," terang CEO Crown Group Iwan Sunito, Selasa (21/6/2022).
Advertisement
Rencana berbasis teknologi tersebut telah menetapkan jalur kredibel guna mencapai net zero pada tahun 2050, sambil melestarikan industri dan menjadikan Australia sebagai pemimpin dalam teknologi rendah emisi.
Terdapat lima prinsip yang akan memastikan peralihan Australia ke net zero economy agar tidak akan mengancam industri, wilayah, atau pekerjaan yang sudah ada sebelumnya.
Menurut Iwan, Crown Group telah menerapkan prinsip-prinsip dasar green building semenjak tahun 2010 dengan menciptakan tren hunian baru di dunia.
Konsep yang menyatu dengan alam, penggunaan material berbahan dasar kayu dan bisa daur ulang, ruang tamu yang luas dengan sirkulasi udara maksimal serta keberadaan pintu kaca besar yang memungkinkan sinar matahari dapat menyinari secara alami, sehingga mengurangi konsumsi listrik.
"Hal ini bisa terlihat dalam pekerjaan kami pada Arc by Crown Group, Infinity by Crown Group, Waterfall by Crown Group, The Grand Residences dan sekarang Mastery by Crown Group," ujar pengusaha properti asal Kota Surabaya tersebut.
Selain kebijakan menuju net zero emission, lanjut dia, Business Council of Australia (BCA) juga menyerukan adanya tambahan arus migrasi yang cukup tinggi selama dua tahun ke depan.
Berbicara tentang migrasi, Iwan Sunito setuju dengan sikap Dewan Bisnis Australia, menyerukan kepada Pemerintahan Albanese untuk meningkatkan jumlah migran yang masuk ke Australia yang dapat membantu pemulihan ekonomi Australia.
"Migrasi turun selama pandemi dan saat ini dibatasi pada 160.000 jiwa. Business Council of Australia ingin meningkatkan Batasan tersebut menjadi 220.000 jiwa pada tahun 2022-23 dan 2024, dan kemudian kembali lagi ke 190.000 jiwa," papar Iwan.
Dampak penutupan perbatasan internasional terkait pandemi Covid-19 mengakibatkan penurunan jumlah migrasi selama enam kuartal secara berturut-turut.
Pertumbuhan penduduk selama 12 bulan terakhir sepenuhnya disebabkan oleh peningkatan alami (penambahan 136.200 jiwa), sementara migrasi dari luar negeri negatif (berkurang 67.300 jiwa) selama periode tersebut.
Hal ini juga berdampak pada jumlah tenaga kerja di Australia. Oleh karena itu, pemerintah Australia telah mengeluarkan kebijakan pelonggaran jumlah waktu kerja bagi mahasiswa asing yang sebelumnya dibatasi hanya 20 jam seminggu.
Langkah ini akan berlaku segera untuk semua siswa saat ini sudah berada di Australia ataupun yang baru akan tiba, termasuk mereka yang baru mengajukan izin kerja siswa baru.
Para pelajar tesebut bahkan dapat bekerja sebelum program studi mereka dimulai. Mereka juga akan dapat bekerja lebih dari 40 jam setiap dua minggu di sektor ekonomi manapun.
Berdasarkan Biro Statistik Australia, pada akhir Juni 2019, 88.740 orang kelahiran Indonesia tinggal di Australia, 29,4% lebih banyak dari jumlah (68.570) pada 30 Juni 2009. Ini adalah salah satu komunitas migran terbesar di Australia, setara dengan 1,2% komunitas migran Australia dan 0,3% dari total populasi Australia.
Sementara jumlah mahasiswa Indonesia di Australia yang tercatat per tanggal 28 Juni 2021 yakni sebanyak 12.645 mahasiswa. Ini menempatkan Indonesia di peringkat 6 jumlah mahasiswa asing terbanyak di Australia setelah Tiongkok, India, Nepal, Vietnam dan Malaysia. "Di sinilah terlihat posisi strategis Indonesia," ungkap Iwan Sunito.
Perdana Menteri Australia Anthony Albanese menjadikan Indonesia sebagai negara pertama yang dikunjungi setelah terpilih pada Mei 2022.
Pertemuan antara kedua kepala negara ini membahas perdagangan dan investasi bilateral, kerja sama di bidang iklim dan energi, serta kepentingan regional dan global. Yang penting di kunjungan ini adalah keinginan kedua belah pihak untuk membuka potensi Indonesia-Australia Comprehensive Economic Partnership Agreement (IA-CEPA).
Dalam kesempatan tersebut, Presiden Joko Widodo juga menyampaikan harapannya kepada Anthony Albanese mengenai penambahan kuota working holiday hingga 5.000 peserta per tahun.
Kebijakan ini akan memberikan pengalaman yang bermanfaat bagi para pekerja usia muda dari Indonesia, dan membantu Australia dalam memenuhi kebutuhan tenaga kerja musiman.
Kunjungan tersebut juga menggambarkan bahwa pemerintah Australia kini ingin lebih fokus pada hubungan dengan Asia Tenggara, khususnya Indonesia dan perubahan iklim, sebuah isu yang penting bagi negara-negara tetangga di kawasan Pasifik. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ronny Wicaksono |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |