Peristiwa Internasional

Prancis akan Minta Bantuan China Akhiri Invasi Rusia ke Ukraina

Minggu, 26 Februari 2023 - 17:20 | 48.14k
Presiden Prancis, Emmanuel Macron saat bertemu Presiden China, Xi Jinping beberapa waktu lalu. (FOTO: Al Jazeera)
Presiden Prancis, Emmanuel Macron saat bertemu Presiden China, Xi Jinping beberapa waktu lalu. (FOTO: Al Jazeera)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Presiden Prancis, Emmanuel Macron akan berkunjung ke China awal bulan April menemui Presiden Xi Jinping untuk meminta bantuan pemerintah China mengakhiri invasi Rusia ke Ukraina.

Pengumuman itu disampaikan Emmanuel Macron disela-sela acara pertanian di Paris, Sabtu (25/2/2023).

Sabtu kemarin, China juga menyodorkan sebuah proposal yang berisi 12 poin tentang seruan gencatan senjata dan penyelesaian politik untuk mengakhiri konflik antara Rusia  dan Ukraina yang telah berjalan selama setahun itu.

"Fakta bahwa China terlibat dalam upaya perdamaian adalah hal yang baik,” kata pemimpin Emmanuel Macron.

Ia juga menekankan bahwa perdamaian hanya mungkin terjadi jika agresi Rusia itu dihentikan, pasukannya ditarik, dan kedaulatan teritorial Ukraina dan rakyatnya dihormati.

"China harus membantu kami menekan Rusia agar tidak pernah menggunakan senjata kimia atau nuklir serta menghentikan agresinya sebagai prasyarat untuk pembicaraan," tambah Emmanurl Macron seperti dilansir Al Jazeera.

"China harus membantu kami menekan Rusia agar tidak pernah menggunakan senjata kimia atau nuklir dan menghentikan agresinya sebagai prasyarat untuk pembicaraan," tambahnya.

Beijing telah berusaha untuk memposisikan dirinya sebagai pihak netral dalam konflik tersebut dan dalam wamtu yang bersamaan China juga mempertahankan hubungan dekatnya dengan Rusia bahkan membantu membatalkan pernyataan bersama yang mengutuk perang tersebut pada pertemuan G20 di India, kemarin.

Makalah posisi China, yang diterbitkan pada peringatan konflik, mengatakan perang tidak menguntungkan siapa pun dan mendesak semua pihak untuk mendukung Rusia dan Ukraina dalam bekerja ke arah yang sama dan melanjutkan dialog langsung secepat mungkin.

Dirilis oleh kementerian luar negeri China rencana tersebut mendesak diakhirinya sanksi Barat terhadap Rusia, pembentukan koridor kemanusiaan untuk evakuasi warga sipil dan langkah-langkah untuk memastikan ekspor biji-bijian setelah gangguan yang menyebabkan harga pangan global melonjak tahun lalu.

Hal ini juga memperjelas penentangannya terhadap penggunaan dan ancaman pengerahan senjata nuklir setelah Presiden Rusia Vladimir Putin mengancam akan menggunakan persenjataan atom Moskow dalam konflik tersebut.

Jumat kemarin, Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy menyambut upaya China itu dengan mengatakan Kyiv perlu bekerja sama dengan Beijing untuk mengakhiri perang.

"China mulai berbicara tentang Ukraina, dan itu tidak buruk," kata Zelenskyy. "Bagi saya, tampaknya ada rasa hormat terhadap integritas teritorial kami, masalah keamanan," kata dia.

"Kita perlu bekerja sama dengan China dalam hal ini. Tugas kita adalah menyatukan semua orang untuk mengisolasi satu," tambahnya.

Pemimpin Ukraina itu juga mengungkapkan harapan untuk bertemu dengan rekannya dari China, Xi Jinping dan menyebutnya penting untuk keamanan dunia.

Sekutu Skeptis

Tetapi beberapa sekutu Ukraina telah menyatakan skeptis terhadap komitmen China untuk menengahi perdamaian, karena dekatnya hubungan Beijing dengan Moskow.

Sekretaris Jenderal NATO, Jens Stoltenberg mengatakan, China tidak dalam posisi yang baik untuk merundingkan diakhirinya perang. 

"China tidak memiliki banyak kredibilitas karena mereka tidak dapat mengutuk invasi ilegal ke Ukraina," katanya kepada wartawan, seraya menambahkan bahwa Beijing telah menandatangani perjanjian dengan Putin beberapa hari sebelum invasi, menjanjikan kemitraan tanpa batas.

Bahka  Amerika Serikat pun juga mengatakan, China sedang mempertimbangkan untuk memberikan dukungan mematikan" ke Rusia, meskipun klaim itu dibantah oleh Beijing.

Sementara itu analis China mengatakan, penolakan China untuk mengutuk invasi Rusia ke Ukraina menjadikannya satu-satunya perantara jujur ​​yang bisa membantu menyelesaikan konflik.

"China sebagai salah satu ekonomi terbesar di dunia tentu saja mendapat manfaat dari diakhirinya permusuhan," kata Andy Mok, peneliti senior di wadah pemikir Center for China and Globalization.

"Dari perspektif prestise reputasi, memainkan peran dalam mengakhiri konflik ini ketika tidak ada kekuatan besar lain yang mampu melakukannya akan mengikis reputasi China,” katanya kepada Al Jazeera. 

"Tetapi kita harus mengakui bahwa hanya ada begitu banyak hal yang bisa dilakukan oleh broker yang jujur ​​dan kadang-kadang, kedua belah pihak harus berjuang sampai kelelahan sebelum memperoleh penyelesaian yang dinegosiasikan, dan apakah kita berada pada titik ini atau tidak, itu tetap pada terlihat," katanya.

Pengumuman Presiden Prancis Emmanuel Macron tentang kunjungannya ke Beijing datang tak lama setelah kementerian luar negeri China mengatakan pemimpin Belarusia Alexander Lukashenko akan melakukan kunjungan kenegaraan dari 28 Februari hingga 2 Maret atas undangan Xi Jinping. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.

Advertisement



Editor : Deasy Mayasari
Publisher : Sholihin Nur

TERBARU

Togamas - togamas.com

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES