Jemaah Haji Sakit dan Risiko Tinggi akan Safari Wukuf, Bagaimana Pelaksanaannya?

TIMESINDONESIA, MAKKAH – Pelaksanaan wukuf di Arafah pada 9 Dzulhijjah 1444 H, Kementerian Agama RI akan melakukan safari wukuf bagi jemaah haji yang kondisinya sakit.
Lantas apa sebenarnya safari wukuf? Petugas Bimbingan Ibadah Daker Madinah, Asep Dadan Wildan menjelaskan, safari wukuf sebuah ijtihad ulama-ulama Indonesia dalam penyelenggaraan haji untuk mewukufkan jamaah haji yang sakit atau uzur ke Arafah dengan menggunakan bus atau ambulans.
Advertisement
Ijtihad ini kemudian diikuti oleh sejumlah negara dengan melihat kemaslahatan safari wukuf. "Karena wukuf ini termasuk rukun haji sehingga para ulama mengambil ijtihad bahwa jamaah yang sakit dibawa ke Arafah pada 9 Dzulhijjah untuk wukuf dengan dibimbing oleh pembimbing ibadahnya, agar mereka memenuhi persyaratan rukun haji," jelasnya, Rabu (21/6/2023).
Secara hukum, lanjutnya, pelaksanaan safari wukuf dibenarkan. Karena, lokasi safari wukuf merupakan bagian dari wilayah Arafah. "Walaupun hanya sesaat, ini sah menurut hukum," tambahnya.
Setelah jemaah tiba di Arafah, kegiatan ibadahnya dibimbing oleh konsultan dan pembimbing ibadah. Dimulai melakukan khutbah wukuf di masing-masing bus atau ambulans yang diisi dan disiapkan petugas untuk melakukan bimbingan. Kemudian khutbah dilakukan dengan mengajak jemaah yang dalam kondisi sakit. Kurang lebih 10 menit. Setelah itu shalat sambil duduk atau berbaring di atas kendaraan dengan dibimbing pembimbing dan konsultan.
Setelah selesai shalat Dhuhur dan Ashar yang dijamak takdim qasar, dilanjutkan berzikir dituntun bagaimana dapat merasakan adanya wukuf di Arafah untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Sebelumnya, Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan (Kemenkes) akan melakukan skrining untuk menentukan jemaah yang disafariwukufkan. "Diskrining lagi untuk masuk kategori safari wukuf," kata Kepala Pusat Kesehatan Haji Kementerian Kesehatan Liliek Marhaendro Susilo, Selasa (21/6/2023).
Dia menjelaskan jika dirinci lebih lanjut, setiap kloter yang berkisar 400-500 jamaah, sekitar 50 jemaah merupakan risiko tingga (risti) paling besar sehingga perlu dipantau. "Teman-teman dari kesehatan haji di kloter memantau perkembangannya dua hari sekali," ujarnya.
Dia mengatakan dari 50 jemaah per kloter tersebut, akan diperiksa kembali untuk menentukan apakah mereka bisa wukuf mandiri atau disafariwukufkan. "Dari yang nominasi itu (50 risti per kloter) akan diperiksa dokter spesialis di KKHI (Klinik Kesehatan Haji Indonesia) Makkah," jelas Liliek.
Sementara, jemaah yang dirawat di RS Arab Saudi, akan disafariwukufkan oleh pihak rumah sakit. Adapun jamaah yang tidak memungkinkan untuk mengikuti safari wukuf bakal dibadalhajikan oleh petugas. (*)
Kepala Seksi Kesehatan Daerah Kerja (Daker) Makkah, Andi Ardjuna Sakti menuturkan, paling lambat hari terakhir sebelum wukuf, sudah ada keputusan tentang jemaah haji yang ikut safari wukuf atas fasilitasi KKHI maupun jamaah yang dibadajlhajikan. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Publisher | : Sofyan Saqi Futaki |
Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.