Mengerikan! Banjir Bandang di Libya, 10 Ribu Orang Hilang

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Bencana banjir bandang di Libya akibat Badai Daniel ternyata lebih mengerikan, karena Bulan Sabit Merah menyebut 10.000 orang hilang.
Bulan Sabit Merah, Palang Merahnya di negara-negara Islam mencatat hingga kini 10.000 orang hilang meski belum didukung data.
Advertisement
Ketua Federasi Internasional Masyarakat Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC) di Libya, Tamer Ramadan mengatakan kepada wartawan, bahwa jumlah korban meninggal dunia kemungkinan besar sangat besar.
Berbicara melalui tautan video dari negara tetangganya, Tunisia, ia mengatakan, timnya sedang berada di lapangan dan melakukan penilaian.
"Kami belum memiliki jumlah pasti saat ini. Jumlah orang hilang mencapai 10.000 orang sejauh ini," ujarnya.
Kebanyakan korban berasal dari kota Derna. Derna adalah daerah dataran rendah dekat laut, merupakan hilir dari aliran sungai yang memecah dataran itu. Derna terkena dampak paling parah.
Sebelum bencana, Derna dihuni oleh sekitar 100.000 orang.
Derna terletak sekitar 250 km sebelah timur Benghazi di sepanjang pantai, dikelilingi oleh perbukitan di dekatnya di wilayah subur Jabal Akhdar.
Kota ini pernah menjadi tempat militan dari kelompok ISIS membangun kehadirannya di Libya, setelah jatuhnya Gaddafi.
Beberapa tahun kemudian mereka diusir oleh Tentara Nasional Libya (LNA), pasukan yang setia kepada Jenderal Khalifa Haftar yang bersekutu dengan pemerintahan timur.
Begitu dua bendungan di atasnya jebol, seperempat area kota Derna, empat kilometer persegi kawasan padat penduduk itu musnah dalam sekejab.
"Korban yang meninggal dunia akibat banjir di satu kota saja mencapai lebih dari 1.500 orang," kata seorang menteri yang mengunjungi pelabuhan Derna di bagian timur Libya seperti dilansir BBC.
"Saya terkejut dengan apa yang saya lihat, ini seperti tsunami," kata Hisham Chkiouat, dari pemerintah yang berbasis di wilayah timur.
Kota-kota di bagian timur Benghazi, Soussa dan Al-Marj juga terkena dampak badai, yang melanda pada hari Minggu itu.
Menteri penerbangan dan anggota komite tanggap darurat pemerintah wilayah timur, mengatakan, bahwa runtuhnya salah satu bendungan di selatan Derna telah menyeret sebagian besar kota ke laut.
"Lingkungan yang luas telah hancur. Ada banyak sekali korban yang terus bertambah setiap jamnya," kata dia.
"Saat ini 1.500 orang meninggal dunia. Lebih dari 2.000 orang hilang. Kami tidak memiliki angka akurat tetapi ini adalah sebuah bencana," katanya, seraya menambahkan bahwa bendungan yang jebol itu sudah lama tidak dirawat.
Menjelang terjadinya badai, pihak berwenang di Derna telah memberlakukan jam malam pada hari Minggu dengan memerintahkan masyarakatnya untuk tidak meninggalkan rumah mereka sebagai bagian dari tindakan pencegahan.
Dilansir BBC, pakar teknik pengairan mengatakan, bahwa kemungkinan besar bendungan di bagian atas yang terletak sekitar 12 km (delapan mil) dari kota Derna yang pertama kali jebol.
Airnya kemudian menyapu lembah sungai menuju bendungan kedua, yang diperkirakan berjarak sekitar 1 kilometer dari kota bagian dataran rendah kota Derna, tempat lingkungannya terendam banjir. Air bah inilah yang memperparah keadaan karena menyapu sebagian area kota Derna.
Reuters juga melansir, Raja Sassi, yang selamat bersama istri dan putrinya yang masih kecil mengatakan, awalnya ia mengira itu adalah hujan lebat biasa. Tetapi pada tengah malam ia mendengar ledakan besar dan ternyata itu adalah bendungan yang jebol.
BBC Weather juga mengatakan, Bayda, sebuah kota sekitar 165 km sebelah barat Derna, mencatat curah hujan sebesar 414 mm dalam 24 jam selama Badai Daniel.
Selain daerah di timur, kota Misrata di bagian barat juga termasuk di antara wilayah yang dilanda banjir.
Libya berada dalam kekacauan politik sejak penguasa lama Kolonel Muammar Gaddafi digulingkan dan dibunuh pada tahun 2011.
Hal ini menyebabkan negara kaya minyak itu terpecah menjadi pemerintahan sementara yang diakui secara internasional dan beroperasi dari ibu kota, Tripoli, dan pemerintahan lain di timur.
Seorang jurnalis Libya Abdulkader Assad mengatakan, hal inilah yang menghambat upaya penyelamatan karena berbagai pihak berwenang tidak mampu merespons bencana alam dengan cepat.
"Tidak ada tim penyelamat, tidak ada penyelamat terlatih di Libya. Segala sesuatu selama 12 tahun terakhir adalah tentang perang," katanya.
"Ada dua pemerintahan di Libya. Hal inilah sebenarnya yang memperlambat bantuan yang datang ke Libya karena jelas membingungkan. Ada orang-orang yang menjanjikan bantuan tetapi bantuan tidak bisa segera kunjung datang," ujar dia.
Chkiouat mengatakan, bantuan sedang dalam perjalanan dan pemerintah wilayah timur akan menerima bantuan dari pemerintah di Tripoli, yang telah mengirimkan pesawat dengan 14 ton pasokan medis, kantong jenazah dan lebih dari 80 dokter dan paramedis.
Utusan khusus AS untuk Libya, Richard Norland, mengatakan bahwa Washington akan mengirim bantuan ke Libya timur melalui koordinasi dengan mitra PBB dan pemerintah Libya.
Mesir, Jerman, Iran, Italia, Qatar, dan Turki termasuk di antara negara-negara yang menyatakan telah mengirimkan atau siap mengirimkan bantuan.
Sejauh ini tawaran bantuan untuk bencana akibat Badai Daniel di Libya yang mengerikan ini juga datang dari Mesir, Jerman, Iran, Italia, Qatar, dan Turki. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |
Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.