KBRI Berlin Gelar Forum Kerukunan Indonesia, Gandeng Muhammadiyah dan Putri Gus Dur

TIMESINDONESIA, BERLIN – Diplomasi budaya dan kerukunan menjadi sorotan utama dalam diskusi publik yang diselenggarakan oleh KBRI Berlin. Dalam kerjasama erat dengan PP Muhammadiyah, Wahid Foundation, dan Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations, acara ini memfokuskan pada isu persatuan dan kebangsaan Indonesia.
Kontributor TIMES Indonesia di Berlin, Kevin Nizam Berlina, melaporkan, Duta Besar RI untuk Republik Federal Jerman, Arif Havas Oegroseno, mengawali acara dengan menyambut para hadirin yang terdiri dari berbagai lapisan masyarakat dan diaspora Indonesia di Berlin dan sekitarnya. Penekanan utamanya adalah bagaimana Indonesia, dengan latar belakang yang begitu beragam, tetap mampu mempertahankan kerukunan dan persatuan.
Advertisement
Dalam rangkaian kegiatan tersebut, KBRI Berlin mendatangkan tiga tokoh nasional. Ketiganya memiliki rekam jejak panjang dalam bidang perdamaian dan kerukunan beragama.
Mereka adalah Prof. Abdul Mu'ti, (Sekretaris Umum PP Muhammadiyah), Yenny Wahid (pendiri Wahid Foundation), dan Prof. Din Syamsuddin (ketua Center for Dialogue and Cooperation among Civilizations).
Prof Mu'ti membagikan pandangannya tentang pentingnya pendidikan dalam menanamkan nilai-nilai kerukunan di tengah masyarakat yang pluralis. "Pendidikan dapat menjadi instrumen paling efektif untuk menumbuhkan sikap saling menghargai di antara generasi muda Indonesia," ucapnya.
Yenny Wahid, pendiri Wahid Foundation, berbicara tentang warisan ayahnya, almarhum Presiden Abdurrahman Wahid atau Gus Dur, dalam mempromosikan kerukunan antarumat beragama di Indonesia.
"Gus Dur, dengan segala kebijakannya, selalu menempatkan kerukunan sebagai salah satu prioritas nasional," ujarnya.
Yenny Wahid juga memaparkan bagaimana generasi saat ini dapat melanjutkan semangat tersebut. Terutama dalam menghadapi tantangan-tantangan kerukunan di era digital.
Sementara, Prof. Din Syamsuddin, menggali lebih dalam mengenai konsep kerukunan dalam perspektif global. Menurutnya, kerukunan bukan hanya menjadi tanggung jawab Indonesia, melainkan juga dunia.
"Mengingat tantangan global seperti peperangan, konflik bersejata, kesenjangan ekonomi, dan krisis lingkungan, kerukunan menjadi kunci dalam menciptakan solusi yang berkesinambungan," jelasnya.
Semua tokoh tersebut hadir di Berlin untuk mengikuti konferensi “The Audacity of Peace: International Meeting for Peace – Religions and Cultures in Dialogue”, yang diselenggarakan oleh Komunitas Sant'Egidio. Konferensi tiga hari itu membahas berbagai isu penting seperti krisis kemanusiaan global, tantangan demokrasi, hak anak, dan peran agama dalam konflik dan perdamaian.
Tidak hanya itu, pesan utama yang disampaikan oleh para pemuka agama di konferensi tersebut adalah urgensi kerja sama dan dialog antar kelompok agama. Hal ini menjadi sangat relevan dengan diskusi yang diadakan di KBRI Berlin. Indonesia, dengan lebih dari 300 suku bangsa, 700 bahasa daerah, enam agama resmi, serta berbagai kelompok kepercayaan, menjadi model bagaimana keragaman dapat menjadi kekuatan, bukan kelemahan.
Namun, meskipun Indonesia telah berhasil mempertahankan persatuan selama 78 tahun sejak kemerdekaan, tetap ada tantangan-tantangan yang muncul, terutama dari isu-isu yang dapat memecah belah masyarakat. Oleh karena itu, diskusi di KBRI menjadi penting sebagai medium untuk mengingatkan masyarakat agar tetap waspada dan berperan aktif dalam menjaga kerukunan.
Duta Besar Arif Havas Oegroseno menyampaikan pesan khusus kepada diaspora Indonesia yang berada di Jerman dan seluruh dunia. Ia berharap agar mereka terus menjadi duta kerukunan dan perdamaian, serta mempromosikan Bhinneka Tunggal Ika, semboyan yang telah mengikat Indonesia selama bertahun-tahun, di mana pun mereka berada. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Deasy Mayasari |
Publisher | : Rifky Rezfany |
Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.