Kota Derna Libya Ditutup untuk Maksimalkan Pencarian Korban

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pihak berwenang Libya sejak Jumat (15/9/2023) kemarin menutup kota Derna dan hanya mengijinkan tim pencari jenazah dalam upayanya. mencari 10.000 orang yang hilang.
Penutupan itu juga untuk menjauhkan masyarakat di Libya dari penyakit yang ditimbulkan oleh pembusukan jenazah-jenazah yang belum dimakamkan secara layak.
Advertisement
Sejauh ini pihak berwenang Libya bersama masyarakat di kota Derna telah memakamkan secara massal lebih dari 1000 jenazah yang identitasnya telah diketahui.
Sementara ratusan, bahkan mungkin ribuan jenazah lagi belum dievakuasi dan saat ini tergeletak di jalan-jalan, terkubur sebagian di lumpur, mengapung di laut, berada dalam mobil yang ikut terbawa banjir bandang, terjepit diantara bangunan-bangunan yang hancur dan antri di rumah sakit untuk ditangani.
Hingga saat ini jumlah korban yang diketemukan dan dicatat lebih dari 11.000 orang, dan itu dipastikan masih akan terus bertambah.
Pihak berwenang di Libya memperingatkan bahwa penyakit dan bahan peledak yang terbawa hingga ke perairan bisa merenggut nyawa lebih banyak lagi.
Dua bendungan yang dibangun di bagian hulu kota Derna jebol akibat hujan deras yang dibawa badai Mediterania Daniel pada Senin pagi.
Jebolnya bendungan itulah yang kemudian menyebabkan dinding air setinggi 70 meter-an beserta jutaan meter kubik lumpur bercampur air mengalir seperti air bah ke lembah yang membelah kota Derna.
Banjir yang tidak biasa dan kekacauan politik di Libya itu sangat berkontribusi terhadap banyaknya korban jiwa.
Negara kaya minyak ini telah terpecah sejak tahun 2014 antara pemerintah yang bersaing di timur dan barat yang didukung oleh berbagai kekuatan milisi dan pendukung internasional.
Namun bencana ini juga telah membawa persatuan yang jarang terjadi, dimana lembaga-lembaga pemerintah di seluruh wilayah Libya bergegas memberikan bantuan kepada daerah-daerah yang terkena dampak.
Namun upaya bantuan terhambat akibat kerusakan yang terjadi setelah beberapa jembatan yang menghubungkan kota tersebut juga hancur lebur.
Tumpukan logam yang terpelintir dan mobil yang terendam banjir berserakan di jalan-jalan Derna, yang tertutup lumpur berwarna coklat yang diperkirakan ketebalannya mencapai 4 m.
"Tim telah menguburkan jenazah di kuburan massal di luar kota dan di kota-kota terdekat," kata Menteri Kesehatan Libya Timur, Othman Abduljaleel.
Namun para pejabat khawatir ribuan jenazah masih tersembunyi di balik lumpur atau mengapung di laut, tempat para penyelam dikirim untuk melakukan pencarian.
Adel Ayad, yang selamat dari banjir, mengenang bagaimana saat air bah itu naik hingga ke lantai empat gedungnya.
"Ombak menyapu orang-orang dari atas gedung, dan kami bisa melihat orang-orang terbawa air banjir. Diantara mereka adalah tetangga saya," katanya.
Para pejabat kesehatan memperingatkan bahwa genangan air membuka pintu bagi penyakit.
Namun mereka mengatakan tidak perlu melakukan penguburan secara terburu-buru atau menguburkan jenazah di kuburan massal, karena jenazah biasanya tidak menimbulkan risiko dalam kasus-kasus seperti itu.
"Ada banyak genangan air. Hal itu bukan berarti mayat-mayat tersebut menimbulkan risiko. Namun ini berarti air itu sendiri telah terkontaminasi oleh segala sesuatu," kata juru bicara Organisasi Kesehatan Dunia, Dr. Margaret Harris kepada wartawan di Jenewa.
"Jadi, siapapun harus benar-benar fokus untuk memastikan memiliki akses terhadap air bersih," kata dia.
Bahan Peledak Mengincar
Juru bicara Komite Palang Merah Internasional, Imene Trabelsi juga memperingatkan bahwa bahaya lain juga mengintai di lumpur yakni ranjau darat dan sisa-sisa bahan peledak lainnya yang ditinggalkan oleh konflik berkepanjangan di negara tersebut.
Terdapat sisa bahan peledak di Libya yang berasal dari Perang Dunia II. Namun sebagian besar sisanya berasal dari konflik sipil yang dimulai pada tahun 2011.
Antara tahun 2011 hingga 2021, sekitar 3.457 orang terbunuh dan terluka oleh ranjau darat dan sisa-sisa senjata peledak di Libya, menurut Pengawasan Ranjau Darat dan Munisi Tandan internasional.
Bahkan sebelum banjir di kota Derna, Libya terjadi, tambah Trabelsi, usaha dan kapasitas untuk mendeteksi dan membersihkan ranjau di daerah tersebut masih terbatas. "Setelah banjir bandang, alat peledak itu mungkin ikut tersapu ke daerah baru yang tidak terdeteksi," katanya.(*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |
Konten promosi pada widget ini bukan konten yang diproduksi oleh redaksi TIMES Indonesia. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.